023/ Murka

2.3K 122 4
                                    

Bismillah 🙏

***

Brian duduk terdiam kaku di hadapan Ridwan, saat ini Brian sedang berada di rumah Azka sesuai dengan perintah dari Azka.

Brian menunggu kedatangan Azka yang masih belum pulang, bersama dengan Ridwan yang terus menatapnya.

Brian bergerak gelisah, tatapan Ridwan membuat ia merasa tidak nyaman. Ridwan menyadari hal itu.

"Maaf, saya terlalu menatapmu intens. Tidak biasanya ada teman Azka yang berkunjung," ujar Ridwan memulai pembicaraan.

"Tidak apa-apa, Pak." Brian tersenyum maklum, karena kehidupan bosnya itu sangat tertutup sekali, bahkan ia baru saja mengetahui kehidupan bosnya tadi.

"Kalau boleh tau kamu kesini kenapa?"

"Bertamu Pak," jawab Brian mengunci rapat mulutnya, termasuk tentang surat cerai Azka dan Zahra, walau itu palsu.

Tidak lama kemudian terdengar suara derum mobil, memasuki pekarangan rumah.

"Assalamualaikum," salam Azka dan Zahra bersama, mereka terlihat bahagia di mata Brian, terlihat dari rona wajah Azka yang berbeda dari sebelumnya.

"Waalaikumsalam," sapa Ridwan dan Brian yang hampir bersamaan.

"Ayah kebelakang dulu ya," ujar Ridwan berpamitan, dan berlalu meninggalkan mereka.

Azka dan Zahra duduk secara terpisah, tak lama kemudian Brian mengeluarkan surat yang Azka minta tadi.

"Apa bapak yakin?"

Azka mengagukkan kepala dengan mantap.

Selang beberapa menit Azka dan Zahra pulang, tidak lama kemudian Tiya datang bersama dengan Wulan.

"Azka kamu gimana sih, calon istri lagi hamil disuruh pulang sendirian. Untung tadi ada mama," ujar Wulan merangkul lengan Tiya.

"Siapa Ka?" tanya Wulan.

"Sekertaris Azka," jawab Azka dengan menandatangani sebuah surat palsu.

"Perkenalkan nama saya Brian, saya  sekertaris Pak Azka." Perkenalan Brian dengan sopan.

"Saya Wulan, mama Azka dan ini Tiya calon istri Azka." Ucapkan Wulan mengenai Tiya sebagai calon istri Azka membuat Brian kembali terkejut.

"Tumben bicara soal berkas di rumah," ujar Wulan duduk di sebelah Azka, ia membaca setiap kata dan kalimat yang tersusun rapi di dalam berkas itu.

"Surat Cerai?" gumam Wulan.

"Kamu mau cerai sama Zahra?" tanya Wulan dengan terkejut, pasalnya saat itu Azka tidak ingin bercerai dengan Zahra, meski ia sudah memaksanya.

Ridwan datang dengan langkah terburu-buru, mendengarkan suara Wulan yang terdengar sampai gendang telinganya.

"Beneran?" tanya Wulan.

"Iya," jawab Azka dengan malas. Ia menyodorkan dokumen itu kepada Zahra agar segera di tanda tangani.

"Azka," panggil Ridwan menatap anaknya dengan murka, jika seperti di kartun mungkin telinganya sudah memerah mengeluarkan asap.

"Iya yah," jawab Azka menatap Ridwan yang terlihat menyeramkan.

"Kamu tau apa yang kamu lakuin barusan?"

"Memang aku ngapain?" tanya Azka balik dengan menujuk dirinya sendiri.

"Kamu barus -"

"Kamu kenapa sih mas, biarain Azka nentuin pilihannya sendiri. Kenapa jadi kamu yang ribet?" ucap Wulan menyela ucapan Ridwan.

"Lan, kamu kan itu hal yang dibenci oleh Allah."

Wulan terdiam, ia tidak bisa berkata apa-apa lagi, karena yang diucapkan oleh suaminya adalah sebuah kebenaran.

"Silakan Brian, kamu urus saya sudah tabsa tangan." Ucapan Zahra membuat perdebatan itu terhenti seketika.

Wulan dan Tiya tersenyum penuh kemenangan, sedangkan Ridwan kembali murka ingin melahap laki-laki yang bermana Azka Abbiya.

"Azka bodoh," cibir Ridwan menatap Azka dengan tajam.

Sedangkan Brian, ia terdiam karena bingung harus berbuat apa dalam situasi seperti ini. Hingga ia menatap kertas yang baru saja Zahra serakah.

Di atas kertas itu tidak terdapat tanda tangan Zahra sama sekali, hanya terdapat tanda tangan Azka.

"Aku tidak akan pernah menandatangani surat itu, walau surat ini palsu," ujar Zahra lirih, seolah mengetahui keterbingungan Brian.

"Pak Azka, saya permisi dahulu. Assalamualaikum," ujar Brian berpamitan.

Setelah Brian pergi Wulan dan Tiya juga pergi masuk ke dalam kamar Tiya, kelihatannya mereka senang sekali.

"Azka," geram Ridwan hampir saja melayangkan sebuah pukulan, yang tertahan oleh suara Zahra.

"Mas Azka tidak salah Ayah," ujar Zahra menggenggam lengan Azka.

"Gimana Azka enggak salah, jelas-jelas dia baru saja menceraikan kamu Zahra."

"Dia," ujar Ridwan menatap nyalang anaknya.

"Dia nyerah gitu aja. Azka saya kasih tau ya, tidak semua permasalahan bisa diselesaikan hanya dengan perceraian, apa kamu kira pernikahan ini main-main? Kalian itu sudah sah Dimata agama dan hukum."

"Biar Azka jelaskan lebih dulu, Yah." Azka menatap Ridwan yang sedang murka hanya karena sandiwara yang ia buat.

"Jadi ini rencana Azka," ujar Azka menceritakan semua rencana yang sudah ia susun dengan matang-matang.

Ridwan mendengarkan suara Azka yang berbisik-bisik itu.

"Harusnya kamu bilang lebih awal," ujar Ridwan setelah Azka menyelesaikan semua ceritanya.

"Lupa," jawab Azka dengan enteng.

Ridwan berdecak dan berlalu duduk untuk menonton TV, sedangkan Azka dan Zahra mulai hari ini akan berpisah kamar agar rencana Azka berjalan lancar.

***

See you next chapter 👋

Jangan lupa untuk Vote ya. Terima kasih.

IMAMKU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang