Bismillah 🙏
Assalamualaikum, jangan lupa untuk meninggalkan jejak ya.
Terima kasih.***
"Lebih baik melepaskan, daripada menambah luka yang tak kunjung menghilang."
***
Ruang kerja Azka terasa sunyi, Tiya sama sekali tidak berbicara. Ia memilih diam, agar Azka memikirkan semuanya.
Mungkin ia egois, ia juga tidak munafik jika dia egois. Tiya sadar akan semua kesalahannya.
Meski begitu, ia tidak akan pernah menghentikan niatnya yang sudah setengah jalan.
Tidak lama kemudian, pintu ruangan Azka diketuk.
"Masuk," ujar Azka.
Pintu dibuka dan menampilkan Brian yang nampak terkejut melihat keberadaan Tiya, sedangkan Tiya sendiri ia tidak bereaksi sama sekali.
"Ada apa Brian?"
Brian tersadar dari keterkejutannya. Lalu menjawab, "Ada yang ingin bertemu dengan Pak Azka."
"Suruh masuk," jawab Azka.
Brian mengundurkan diri, dan kembali dengan Zahra yang ada di belakangnya.
"Assalamualaikum, Mas."
"Waalaikumsalam."
Brian terdiam, ia bertanya-tanya apa hubungan Azka dan Zahra.
"Eh, mbak Tiya. Tumben datang," ujar Tiya tersenyum manis.
Zahra menaruh rantang makanan siang Azka di meja Azka. "Memang saya tidak boleh datang ke kantor suami saya sendiri?"
Brian terkejut.
Jadi, Zahra adalah istri dari bosnya. Ia kira Zahra hanya tamu biasa.
Tapi, apa hubungannya dengan Tiya? Pikir Brian
Brian memang tidak mengenal istri Azka, ini adalah pertama kalinya ia bertemu dengan istri Azka. Mengigat jika Azka selalu pulang ke rumah dijam makan siang.
"Brian, apa kamu tetap ingin berdiri seperti itu?" tanya Azka menatap Brian yang berdiri di ambang pintu.
"Saya permisi dulu Pak," ujar Brian mengigat batasan.
Zahra merasakan aura tegang dan canggung di dalam ruangan ini. Ia merasa bahwa Azka berbeda, bukan kah tadi mereka baik-baik saja? Lalu kenapa ?
"Enggak dimakan?" tanya Zahra duduk di hadapan Tiya, ia menatap Tiya yang tersenyum meremehkan.
"Saya sudah makan." bohong Azka.
Zahra mendengus, mendengarkan kalimat formal dari Azka. "Lalu, kenapa kamu menyuruhku untuk datang kesini?"
"Saya ingin membicarakan sesuatu, tentang kelanjutan hubungan kita."
Tiya tersenyum kemenangan. "Tiya, kamu keluar duluan."
"Loh, kok gitu sih mas," protes Tiya, ia enggan untuk meninggalkan Azka dan Zahra berduaan, meski ia tau bahwa Azka ingin membicarakan perceraiannya.
"Ini privasi aku sama Zahra, jadi tolong kamu keluar dari sini dulu."
"Dan, jangan lupa kamu bukan siapa-siapa kita Tiya."
Meski tidak setuju dengan ucapan Azka , yang menganggap ia bukan siapa-siapa. Tiya tetap keluar, dengan perasaan jengkel.
Mereka berdua sama-sama terdiam, walau Tiya sudah meninggal mereka berdua.
"Maaf," gumam lirih Azka, tapi Zahra tetap mendengarnya.
"Tidak apa-apa."
"Bagaimana dengan kelanjutan hubungan kita?" tanya Zahra menguatkan hati.
"Ayo kita berpisah."
"Kamu yakin?"
"Jadi, perjuangan dan pengorbanan ku berakhir sia-sia. Tapi, tidak apa-apa, aku akan menerima semua keputusan mu mas, walau itu menyakiti hatiku."
Azka membawa tubuh Zahra ke dalam pelukannya, hatinya bergetar melihat Zahra seperti ini.
Tapi, apakah ia masih pantas disebut suami, sedang dia saja tidak bisa menjaga hatinya hanya untuk Zahra seorang.
"Teruslah seperti ini," bisik Azka.
"Hah?!"
"Dia melihat kita,"
"Dia siapa?" geram Zahra, ia bingung dengan keadaan saat ini.
"Lalu kenapa kau memelukku, bukankah kita akan berpisah," ujar Zahra melepaskan pelukan Azka.
"Apa kamu melupakan ucapan ku semalam?"
Zahra menggeleng, ia masih mengigat semua ucapan Azka kemarin malam.
***
Alhamdulillah satu chapter selesai.See you next chapter 👋
Jangan lupa untuk Vote ya.Terima kasih.
Waalaikumsalam wr wb
KAMU SEDANG MEMBACA
IMAMKU [END]
RomanceTAMAT DAN LENGKAP !!!! Kehidupan Rumah Tangga tidak selalu manis, terkadang hubungan itu memiliki masalah rumit yang melibatkan sakit hati untuk salah satu pihak. Rumah Tangga tidak selalu berpatok pada kehidupan yang manis dan harmonis, tapi ada ka...