018/ Cemburu

1.9K 123 6
                                    

Bismillah 🙏

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, jangan lupa untuk meninggalkan jejak kalian :)
Terima kasih

***

"Aku cemburu tapi gengsi untuk mengungkapkan nya."

***

Azka menatap sebal harum manis yang ada di tangan kanannya, sedangkan tangan kiri ia gunakan untuk menuntun Zahra, supaya mengikuti langkahnya.

Zahra mendesis pelan, saat cengkraman tangan Azka semakin mengerat. "Mas," ujar Zahra lirih.

"Apa sih, Zahra?"

"Tangan aku sakit," jawab Zahra bertepatan mereka berdua sudah berada di depan mobil.

"Maaf," ujar Azka menatap tangan Zahra yang memerah.

"Masuk," ujar Azka lagi dengan nada memerintah dan memaksa.

"Aku bilang, masuk Zahra," tegas Azka.

Zahra menghela napas panjang. "Gimana aku mau masuk, mobilnya masih dikunci," jawab Zahra yang hampir meledakkan tawanya.

Azka menyadari kebodohannya, bagaimana bisa ia melupakan fakta bahwa mobilnya masih terkunci.

"Masuk," ujar Azka setelah pintu mobil tidak terkunci.

"Marah?"

"Udah masuk aja," gumam Azka.

Zahra menurut saja, meski ia tidak tau kenapa Azka berubah menjadi seperti itu.

Perjalan pulang terasa hening dan hambar, membuat Zahra yang kelelahan tertidur pulas saat itu juga.

"Zahra," ujar Azka tanpa melihat lawan bicara.

"Aku marah sama kamu, bujuk kek. Jangan diem aja," gerutu Azka dengan mata fokus pada jalanan.

"Enggak jawab dosa lo Ra."

"Dasar enggak peka, suami marah didiemin aja," gerutu Azka sekali lagi.

Hingga mobil Azka terjebak dalam kemacetan kota. "Zahra kalau sua- " ucapan Azka terhenti begitu saja saat melihat wajah Zahra yang terlelap.

"Bilang dong, kalau lagi tidur."

Di saat terjebak kemacetan seperti ini, Azka berbicara sendiri, menggerutu sendiri, dan tersenyum-senyum sendiri.

"Azka lagi marah loh sama Zahra, tapi Zahra nya tidur."

"Jadi Azka enggak bisa marah-marah sama Zahra."

***

Setelah hampir satu jam mereka berdua terjebak dalam kemacetan, akhirnya mereka berdua sudah sampai di rumah.

Dengan Zahra yang masih tertidur, raut wajah lelah sangat terlihat. Azka jadi tidak tega untuk membangunkan Zahra.

Azka memilih untuk menggendong Zahra, tanpa ada niatan untuk mengusik tidur tenangnya.

Tiya yang sedang duduk santai di ruang tamu menatap sebal mereka berdua yang masih saja terlihat romantis, meski ada kehadirannya.

Kehadiran Tiya hanya terasa seperti tidak ada, terbukti dengan Azka yang mengacuhkan Tiya meski melihat Tiya di ruang tamu.

"Azka," panggil Tiya namun di hiraukan oleh Azka.

Azka tetap berjalan menuju kamar, dengan Zahra yang ia gendong ala bridal style.

Tiya mendengus sebal, ia semakin muak oleh kedekatan Azka dan Zahra, yang tidak terganggu sekali oleh kehadirannya.

Sedangkan Azka sudah meletakkan Zahra di ranjang, ia mengusap pelan kepala Zahra, saat ia merasa Zahra sedikit terganggu tadi.

"Kalau gini aku enggak tau jadi marah atau enggak."

Azka menghela napas, ia berjalan menuju ke kamar mandi, tapi baru satu langkah ia teringat dengan harum manisnya.

"Harum manis ku tadi kemana?" Azka lupa dimana ia meletakkan harum manis tadi.

Azka keluar kamar, menuruni tangga dengan terburu-buru. Ia kembali melewati Tiya begitu saja.

Azka membuka mobilnya dan menatap harum manis yang tergeletak tak berdaya di kursi belakang.

Azka menatap harum manis itu dengan perasaan sedih dan kesal.

Bagaimana ia tidak kesal jika sudah rela mengantri tapi, karena ia cemburu tadi dia sampai melupakan harum manis yang sempat ia inginkan.

Harum manis itu sudah mengecil, tanpa Azka sempat mencicipi rasanya.

***

Sekian dulu dari saya. Terima kasih sudah membaca dan meninggalkan jejak.
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

IMAMKU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang