020/ Kelicikan Tiya

1.8K 116 11
                                    

Bismillah 🙏

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Yuk Vote. Terima kasih

***

"Cinta tidak harus memiliki, tidak juga harus membeci."

***

Tiya memilih untuk menghampiri Azka yang masih terdiam, memandang Zahra yang tertawa bersama Gio, anak kecil yang ia temui kemarin.

Azka sadar ini adalah tawa Zahra untuk yang pertama kali nya, setelah ia membeli luka.

"Azka," ujar Tiya membuat Azka terkejut.

Azka mendengus melihat keberadaan Tiya di sampingnya. "Kenapa?"

"Bukannya aku yang harus tanya ke kamu, kenapa mukanya masam kaya gitu?" tanya Tiya berpura-pura tidak mengetahui semuanya.

Azka perlahan memutar kakinya, berjalan menuju ruangan kerjanya. "Kamu cemburu ya," ujar Tiya mengikuti langkah Azka.

"Tau dari mana?"

"Memang siapa yang cemburu?" gerutu Azka memasuki lift.

Kini mereka sudah berada di ruangan Azka. Azka diam memandang luar jendela.

Sedangkan Tiya ia duduk dengan tenang, tanpa banyak bicara.

"Ka," panggil Tiya.

Azka hanya diam tanpa merespon, meski begitu ia tetap mendengarkan suara Tiya.

Ia diam karena, masal untuk berbicara.

"Zahra tadi kelihatan bahagia banget ya," kompor Tiya.

"Kamu cemburu?"

"Kalau menurut aku, lebih baik kamu lepasin Zahra, lagi pula kamu juga sudah terlalu membuatnya kecewa."

"Jangan egois Azka, hanya demi kebahagiaan mu, kamu rela mengorbankan perasaan Zahra yang sering terluka karena ulah kita."

"Ulah anda aja kali," gerutu Azka membalas kalimat terakhir yang keluar dari mulut Tiya.

"Lagi pula, kamu kenapa sih masih bertahan sama Zahra?"

"Kamu mau buat dia lebih kecewa dan terluka lagi?"

"Mulut anda bisa diam atau tidak, pusing saya mendengarnya."

"Atau lebih baik anda pergi dari sini."

Tiya mengerucutkan bibirnya. Ia memilih diam daripada diusir oleh Azka.

Ruang ini terasa hening sekali, tidak ada suara sedikitpun kecuali, jarum jam.

Tiya menahan diri agar tidak berbicara, tapi ia tidak bisa. "Azka, aku kasih tau ya. Cinta itu tidak harus memiliki, meski kalian sudah menikah belum tentu juga jodoh."

Azka memandang sengit Tiya, yang sedang berbicara. "Lebih tepatnya jodoh sementara, bukan jodoh sehidup semati."

"Contohnya seperti aku dan kamu, aku mencintaimu tapi takdir tidak memperbolehkan aku untuk memilikimu," ujar Tiya tersenyum manis.

"Maksud nya?"

"Awalnya aku memang mencintaimu tapi, setelah mengetahui kamu memiliki sebuah keluarga yang harus dijaga, aku memilih mundur, dan menghapus perasaan itu."

"Lantas kenapa anda masih menggagu keluarga saya?"

"Kamu tau, aku hanya menginginkan yang terbaik untuk kehidupan calon anakku, aku tidak akan membiarkan nya hidup tanpa sosok Ayah."

"Meski, aku tau bukan kamu Ayah biologis dari anak ini," ujar Tiya mengusap perutnya.

"Aku tidak bisa apa-apa, selain memberikan ia kebahagiaan di dunia. Dia adalah satu-satunya keluarga yang aku punya."

"Jika Ayah biologis tidak mengetahui keberadaannya, lantas aku bisa apa untuk membuktikan semuanya."

"Apa mungkin ia percaya dengan ku begitu saja, jika aku datang tanpa sebuah bukti nyata?"

Azka menghela napas. Tiya benar tidak akan ada orang yang percaya hanya melalui ucapan, tanpa ada sebuah bukti nyata.

Sama halnya dengan pengadilan, memerlukan bukti nyata, yang bukan hanya sekedar ucapan saja.

"Jadi tolong, nikahi aku. Meski itu semata-mata hanya untuk memberikan identitas calon anakku."

Azka menghela napas, ia memijat pelan pelipisnya yang terasa berdenyut.

"Tiya, apa pun keadaan ku. Aku tidak akan bertanggung jawab atas kehamilahmu," ucap Azka.

"Meski jika aku berpisah dengan Zahra, aku tidak akan menikah denganmu."

"Karena janjiku, aku hanya akan menikah satu kali, walau nanti pernikahan itu tidak sampai sehidup semati."

***

Hai, terima kasih atas vote kalian.

Sekian dari saya, jika ada kata dan kalimat yang salah saya meminta maaf.

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

IMAMKU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang