014/ Kepedulian Azka

2K 112 12
                                    

Bismillah 🙏

Assalamualaikum semuanya, seperti biasa jangan lupa untuk meninggalkan jejak kalian. Terima kasih.

***

"Hatiku berulang kali mendapatkan luka yang sama, tapi aku akan mengabaikannya. Demi kebahagiaan yang harus kudapatkan."

***

Zahra berjalan menuju dapur, tidak sengaja ia melihat Azka yang berjalan tergesa-gesa di depannya.

Zahra menatap Azka aneh, kenapa suaminya itu seolah-olah tidak melihat keberadaan nya?

"Azka," ujar Zahra membuat langkah kaki Azka terhenti.

Azka berbalik, ia berjalan ke arah Zahra. "Selamat pagi," ucapnya menciun singkat kening Zahra.

"Pagi juga. Kenapa buru-buru kaya gitu?"

Mata Azka bergerak gelisah. "Cerita aja, enggak papa," ucap Zahra meyakinkan.

"Beneran enggak papa?" Zahra menganggukkan kepala.

Azka menghela napas. "Tadi aku enggak sengaja dengar suara Tiya muntah-muntah, jadi sekarang aku mau ke sana." Zahra menatap Azka tanpa berkedip.

"Terus, kenapa kamu buru-buru kaya gitu?" tanya Zahra mencoba menenangkan hatinya, yang merasa janggal.

"Aku mau lihat dia, kasian muntah terus. Jadi tadi aku cari minyak kayu putih dulu, ini aku mau ke sana. Kamu mau ikut?" ucap Azka dengan gamblang, tanpa memikirkan perasaan Zahra.

Zahra mengagukkan kepala, setidaknya ia harus mengesampingkan rasa cemburu, karena saat ini Tiya sedang mengandung anak Azka.

"Ayo aku temenin," ucap Zahra meyakinkan hatinya.

"Kamu engga cemburu kan?"

Zahra menggeleng. "Enggak kok, kan Tiya juga butuh perhatian khusus dari kamu. Mana dia lagi hamil juga."

Aku cemburu, tapi aku tidak seegois itu. Anak Tiya juga membutuhkan kasih sayang dari Ayahnya. Batin Zahra

Azka menghela napas, ia menangkup pipi Zahra dengan kedua tangannya. "Tiya enggak hamil anak aku, kamu harus percaya itu."

"Gimana aku bisa percaya? Sedangkan kamu tidak mempunyai bukti apa-apa," balas Zahra menyentuh telapak tangan Azka.

"Mau bukti apa? Kalau kenyataannya aku enggak ngehamilin dia," ujar Azka yang mulai terbawa emosi.

"Kamu yang mengalaminya, tapi apakah ada orang yang percaya tanpa ada sebuah bukti?"

"Sebuah pengadilan saja memperlukan bukti untuk menyatakan seseorang itu bersalah atau tidak," ujar Zahra mengusap lembut telapak tangan Azka.

"Lantas apa salahnya jika aku juga menginginkan sebuah bukti itu?"

"Selain itu, yang mengetahui bagaimana hubungan kamu dan Tiya, hanya kalian berdua. Lalu, apa aku harus percaya? Sedangkan kamu saja tidak memberikan bukti nyata, tapi hanya sebuah ucapan saja, yang aku sendiri tidak tahu kebenaran ucapan itu."

Azka menghela napas, Zahra benar. Mana ada orang yang akan percaya dengan ucapan saja.

"Maaf, tidak seharusnya aku terbawa emosi seperti tadi."

"Tidak apa-apa, insyaallah hatiku akan kuat, menghadapi hari-hari berikutnya."

"Azka," ucap Wulan dengan lantang.

Wulan dan Ridwan tidak pulang kemarin malam, karena permintaan Wulan sendiri.

Sedangkan Ridwan hanya ikut saja. Selain itu, dia juga bisa jaga-jaga jika perempuan itu berulah.

"Tiya muntah-muntah dari tadi loh, kamu malah berduaan di sini sama Zahra," ujar Wulan menatap sengit mereka berdua, lebih tepatnya ia menatap sengit Zahra.

"Terus kenapa Ma?"

"Temenin Tiya dong, dia itu lagi hamil anak kamu."

Azka menghela napas. "Aku enggak ngehamilin Tiya sama sekali, Ma," tentang Azka.

"Emang Mama percaya, engga ada bukti juga."

Azka berdecak pelan. "Aku mau tes DNA," ujar Azka tenang.

Wulan tersulut emosi, ia memukul pelan kepala Azka. "Itu bahanya Azka, usia kandungan Tiya masih muda. Segitu enggak percaya banget sih kamu, padahal kamu sendiri yang selingkuh sama Tiya."

"Udah lah, males aku berdebat sama Mama," jawab Azka pergi begitu saja.

Azka pergi dengan menggenggam tangan Zahra. Mereka berdua berjalan menuju kamar Tiya.

Dari luar mereka bisa mendengarkan suara Tiya yang sedang muntah.

Azka memasuki kamar itu, beruntung kamar itu tidak dikunci. Langkah Azka langsung menuju ke kamar mandi.

Disana ada Tiya yang sedang memuntahkan cairan bening ke wastafel.

Tiya yang melihat keberadaan Azka dari cermin pun, membalikkan badannya. Ia langsung memeluk tubuh Azka, meski ia melihat keberadaan Zahra yang berada di ambang pintu.

Zahra meremat kuat pakaian yang ia gunakan, saat matanya melihat Azka membalas pelukan Tiya.

Hal itu disaksikan langsung oleh Ridwan dan Wulan. Jika Ridwan merasakan sedih, maka Wulan sebaliknya ia merasakan senang yang luar biasa.

***

Segini dulu ya, jangan lupa untuk meninggalkan jejak. Terima kasih.

Waalaikumsalam wr wb.

IMAMKU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang