Chapter 9 : Old Photo

264 165 199
                                    

Sebelumnya...
.
.
Shisui berjalan perlahan mendekati Sakura, lalu segera memeluknya dari belakang. Menempatkan kepalanya pada perpotongan bahu dan leher Sakura.

Setelah beberapa saat membiarkan Shisui memeluknya dengan erat, Sakura mengangkat lalu menyentuh kepala Shisui. Tangannya mengusap rambut yang berwarna hitam legam, seraya bertanya.

"Ada apa, My Dear?"
.
.
Chapter 9 : Old Photo.
.
.
Shisui tidak menjawab, tetapi semakin menelusupkan kepalanya di perpotongan bahu dan leher Sakura sembari memejamkan matanya.

Kemudian Sakura meraih tangan kanan Shisui yang memerangkap tubuhnya, tangan yang beberapa kondisi jarinya tidak dalam kondisi baik. Shisui tak menghindar lagi saat Sakura meraih tangannya.

Sakura mendekatkan tangan Shisui  ke wajahnya. Menatap jemari adiknya yang dalam kondisi buruk, membuat tatapan Sakura sedikit melembut.

Menyadari jika Sakura memperhatikan jarinya, dengan mata yang masih terpejam Shisui berkata. "Aku akan baik-baik saja, bukankah kau akan mengantarku ke rumah sakit, Nee-san?"

"Tidak akan ada yang kedua kalinya."

Shisui menggumam menyetujui. "Hmm."

"Shisui."

Sakura berbalik, membuat pelukan Shisui terlepas. Ia menatap Shisui.

"Aku mengenal semua adikku. Aku tahu kemampuanmu."

Sakura mengangkat sebelah tangannya, membelai lembut sisi samping wajah adik di depannya itu. "Dengar, jangan menempatkan dirimu sendiri dalam tekanan. Tak ada yang menuntutmu untuk menjadi yang terbaik. Bahkan jika ada, maka orang itu adalah aku. Kau mengerti, Dear?"

Shisui tertegun, lalu tak lama ia mengangguk.

Benar. Memang tidak ada yang menuntutnya menjadi yang terbaik. Dia belajar dengan keras hingga membutuhkan sarung tangan khusus dan mengabaikan kesehatannya, agar ia bisa menjadi contoh yang bagus bagi adik-adiknya dan membuat kelima ibunya senang dan bangga memilikinya sebagai putra pertama yang pandai dan berprestasi.

Melihat Shisui mengangguk, Sakura menurunkan tangannya.

"Mengurangi jam belajarmu tak akan membuat nilaimu turun, ataupun sampai beasiswamu dicabut. Aku tahu kemampuan. Beasiswamu tetap aman, bahkan jika kau sedikit bermalas-malasan dalam belajar," ucap Sakura.

Sebenarnya, diantara keenam adiknya, Shisui adalah yang paling cerdas. Dalam belajar, bertindak, bicara, ataupun pengendalian diri, Shisui adalah yang terbaik.

Setelah itu Sakura melangkah mendekati meja belajar Shisui. Meraih gelas susu yang tadi ia bawa.

Dengan gelas susu di tangannya, Sakura hendak keluar dari kamar kedua adik lelakinya itu. Namun ia sempatkan untuk menengok ke arah Shisui. "Jika beasiswamu sungguh dicabut, aku masih sangat sanggup untuk membiayaimu. Dan jika bisnis rintisanmu gagal lagi, larilah padaku, aku ada di belakangmu, aku bersamamu dan selalu mendukungmu, My Dear. Ingat itu."

Dengan itu, Sakura pergi dari kamar Shisui dan Kiba. Di dalam kamar, Shisui masih tertegun di tempatnya. Taklama senyum kecil terbit di bibirnya. 'Kau memang selalu tahu, Nee-san.' batinnya.

"Maaf dan terimakasih, Cherry-nee."

Ucap Shisui pelan pada Sakura yang sosoknya sudah tak terlihat lagi. Karena pintunya sudah di tutup oleh Sakura.

Setelah itu, Shisui menutup gorden jendela lalu berjalan ke tempat tidurnya. Lampu tidurnya sudah menyala, pasti kakaknya itu yang menghidupkannya.

My Family (NaruSaku)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang