ー4

720 138 7
                                    

para anggota bonten segera pergi ke kamar masing-masing setelah menapakkan kaki di tempat tinggal mereka.

ran baru saja ingin berbelok ke kiri di ujung tangga ketika sanzu menghampirinya dan menyodorkan sebuah pisau lipat padanya.

sang surai dwiwarna mengerutkan dahi, "apa?" tanyanya.

sanzu menarik tangan kirinya dan menempatkan pisau lipat itu. "berikan pada si anak baru. aku ingin pergi."

"tunggu, apa—"

sebelum ia menyelesaikan ucapannya, sanzu sudah pergi dengan melompat dari tangga ke lantai bawah.

yah, orang satu itu memang liar. ran yakin sanzu tak akan mati kalaupun melompat dari lantai 30 sekalipun.

tak punya pilihan lain, ran menghela nafas. "bajingan sialan." gumamnya.

mau tak mau ia pun berjalan ke arah kamar sang anak baru.

tak perlu waktu lama, kamar paling ujung lorong adalah kamar sora. ia sebenarnya asal menebak saja sih karena memang kamar kosong yang tersisa hanya di situ.

ia pun sampai di depan kamar yang dituju.

ran yang memang tak pernah peduli dengan sopan santun, langsung masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

"hei, ini—"

ucapannya tertahan di ujung lidah. pisau yang ia pegang di tangan perlahan menurun. pemandangan yang ada di depannya membuatnya berhenti tepat di ambang pintu dengan mata yang perlahan memicing.

sedangkan objek yang dilihat, menoleh dengan raut terkejut. mulut terbuka, hendak berteriak kala ran tiba-tiba sudah ada di hadapannya dengan membekap mulutnya. pintu sudah tertutup, ditendang oleh kaki panjang sang eksekutif bonten.

iris ungunya menatap tajam setiap inci tubuh polos yang hanya tersisa celana dalam dan ikatan tali yang menutupi dada.

satu pikiran tercetus. ia yakin dibalik ikatan tali itu, dada perempuan ini bisa dibilang besar.

tamparan keras mengenai tangannya dan membiarkan bibir pink itu kembali terbuka. manik biru sang perempuan menatapnya marah bercampur kesal dan jengkel.

"kau gila ya?! kalau ingin masuk itu ketuk pintu dulu, sialan! kau kira di dalam kamar tak ada orang?! dasar mesum!"

perempuan itu mengambil bantal yang ada di atas ranjang dan menutupi tubuhnya. walaupun usahanya setengah sia-sia karena celana dalamnya tetap terlihat sebab ukuran bantal yang lebih kecil dari tubuhnya.

ran melipat tangan di depan dada. irisnya masih tak lepas dari tubuh polos yang sudah ditutupi dengan bantal itu. "kau tahu, kalau tubuhmu itu seksi?"

sora melotot. ia mengangkat kaki lalu menendang ke arah lengan atas ran yang dapat dihindari oleh pria itu.

pria itu bersiul menggoda dengan mata mengerling geli, "kau berniat menutupinya atau tidak sih sebenarnya?" seulas seringai terukir, kontras dengan bibir pink yang melengkung ke bawah.

"keluar dari kamarku, brengsek!"

"kalau aku tak mau?"

sora menggertakkan gigi. "kubunuh kau." alisnya terangkat, tertarik dengan perkataan perempuan di hadapannya. "memangnya kau bisa? aku ini kuat, lho."

orang keempat bonten itu mendengus. "bermain dengan alat saja bangga."

"oh? jadi selama ini kau memperhatikan aku? manis sekali." ran tersenyum.

sora mendengus geli. "maaf saja, tapi aku tau hanya karena aku suka menonton pertarungan lama. dan juga karena ada mikey."

kerutan muncul di dahi sang pria. ada sedikit rasa tak suka di hatinya saat sora menyebutkan mikey. juga teringat mikey berkata tentang sora yang adalah tetangganya dulu.

padahal baru disebut dua kali tapi ia sudah panas. aneh.

"sebenarnya apa hubunganmu dengan mikey?" tanya sang pria penasaran.

"hanya mantan tetangga."

matanya kembali memicing, tak puas dengan jawaban sang perempuan. "aku tak percaya."

sora mengangkat bahu. "tak peduli."

perempuan itu sekarang menatap ran yang menunjukkan raut kesal. balas menatap kesal, sora kembali mengusirnya. "sana keluar. sebelum aku benar-benar membunuhmu."

ran mendecak.

ia sebenarnya masih ingin berbicara pada si anak baru. tapi ia ingat kalau adiknya membutuhkan bantuannya untuk suatu hal.

ran melempar pisau lipat pada sora, yang untungnya bisa didapatkan.

sora menatap pisau lipat itu heran. "apa ini?"

ran mengangkat sebelah alisnya. "pisau lipat. apa lagi? memangnya kau tak bisa melihatnya?"

sang perempuan seketika menatapnya tajam, yang dibalas dengan kekehan ringan.

"aku tau. tapi maksudnya untuk apa?"

ran mengangkat bahu. "tak tau. sanzu memberikannya padaku. tanya saja padanya kalau masih bingung."

pria itu berbalik dan membuka pintu. sebelum keluar, ia melirik sora. "oh ya, karena kau sudah menarik perhatianku, kau harus bertanggung jawab."

setelah mengatakannya, pria itu melambaikan tangan lalu keluar.

blam

sora terdiam. berusaha mencerna perkataan haitani tertua.

detik kemudian, ia mengernyit jijik.

"jangan berkata menjijikkan seperti itu, sialan!"



tbc

blue moon ー haitani ran [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang