ー24

264 47 11
                                    

"kau yang menghancurkan makam kisaki?"

"ya. ada apa?"

wah, kalian terkejut ya? iya kok sama.

ran mengerjapkan mata, terkejut dengan fakta yang baru saja terungkap.

"waktu itu ada laporan bahwa salah satu bawahan kakucho melihat ada sekelompok orang menjaga pemakaman. ia menunggu disana sampai selesai lalu pergi untuk mengecek. dan saat ia lihat, makam kisaki hancur lebur." iris violet itu mengerling geli bersamaan dengan seringai bangga yang perlahan terukir. "jadi pelakunya adalah kau, eh cantik?"

sora mendengus, jari lentiknya memainkan ujung rambut dwiwarna sang kekasih. "tentu saja aku. memangnya siapa lagi yang berani menghancurkan makamnya selain aku?"

tawa khas si haitani tertua menggema di dalam kamar. kepalanya maju, mengecup bibir sora. "kau menghancurkannya dengan apa?" tanyanya.

sora tersenyum, "palu besar." jawabnya dengan nada puas.

ran terkekeh, ikut senang melihat sora senang. tangannya mengusap pinggang sora lembut. "kenapa kau melakukannya?"

perempuan itu mendecak kasar, sinar matanya seketika menghilang. aura di sekitarnya pun juga ikut menjadi mencekam. "karena bajingan sialan itu membunuh emma. sayang sekali dia sudah mati duluan saat aku ingin memukulinya." jawabnya.

tak terpengaruh dengan aura sang kekasih, tawa si eksekutif bonten kembali meluncur. kini ia mengecup bibir sora berkali-kali. "astaga, aku sangat beruntung bisa memilikimu."

sora memukul pelan bahu ran, meminta pria itu untuk berhenti meski seulas senyum tak dapat ia tutupi. "beruntung kenapa? justru karena dendamku itu, dalam mata hukum dan agama kan salah."

ran mengangkat bahu, "tak peduli. aku senang kalau kau senang. lagipula walaupun harus kuakui ia memang pintar, orang itu tetap membuatku kesal dulu."

si orang keempat bonten itu tertawa. tangannya mengambil kaleng soda yang ada di meja sampingnya—karena posisinya yang menyamping disebabkan sedang dipangku oleh ran—lalu meneguknya.

omong-omong, mereka sedang ada di kamar sora sekarang setelah menaruh dua kotak kardus sebelumnya di gudang.

menikmati malam hari dengan empat kaleng soda, beberapa camilan, suara-suara kegiatan kota, dengan sinar bulan yang menerangi kamar yang gelap, juga kehangatan yang menyelimuti keduanya.

ran menyamankan posisinya. sebelah tangannya bertengger di punggung sekaligus pinggang sora dan sebelah lagi menggenggam jari kelingking sang kekasih, memainkannya.

"apa saudara mikey itu sangat dekat denganmu?" mulai ran.

sora menaruh kaleng sodanya seraya mengangguk. "kami sudah seperti saudara kandung. sejak kecil aku telah bersama mereka, jadi aku mungkin bisa dikatakan lumayan bergantung pada mereka." ceritanya.

perempuan itu bersandar pada ran, "saat-saat bersama mereka adalah momen dimana aku merasa paling bahagia setelah perginya ibuku. tak ada yang perlu aku khawatirkan ataupun pikirkan." katanya.

kelopak mata itu terpejam, "tapi duniaku perlahan kembali hancur dimulai dengan kematian shinichiro. lalu puncaknya adalah kematian emma. untuk kematian shinichiro tentu saja aku tak bisa apa-apa mengingat pelakunya adalah temanku sendiri. tapi kematian emma? aku punya kuasa dan kekuatan, aku bisa menghancurkan bajingan itu dalam sekejap." tangannya terkepal seiring kalimat demi kalimat meluncur.

"aku bahkan tak bisa membayangkan bagaimana hancurnya mikey saat itu. tapi ia masih bisa berdiri tegak untuk membalas tenjiku."

"kemudian keberuntungan ternyata tidak berpihak padaku. keparat sialan itu malah mati tertabrak truk, ending yang sangat tidak cocok untuknya. aku bukan tuhan yang mengatur hidupnya. tapi jika permohonanku boleh dikabulkan, aku ingin dia mati di tanganku." selesai sora.

blue moon ー haitani ran [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang