ー20

311 52 16
                                    

sora mendongak ketika pintu terbuka. ia langsung berdiri dan menghampiri hideo dengan dahi berkerut.

"mengapa matamu merah—kau menangis?"

hideo mengangguk. jarinya menunjuk ran yang ada di sampingnya, "kekasihmu membuatku menangis."

permata biru itu seketika melotot. ia mendelik pada ran, "kau apakan kakakku?!" setelah itu ia kembali menatap hideo. "dan dia bukan kekasihku!"

sebentar, ran deja vu.

sang kakak terkekeh, sementara ran menaikkan sebelah alisnya. "tidak kuapa-apakan. tiba-tiba saja ia menangis."

"kau ingin kupukul hah?"

"kalau dipukul pakai bibirmu baru aku mau."

"apa—hei, jangan menarikku!"

suara dan sosok keduanya menghilang di balik pintu saat hideo dan yuta mengerjapkan mata.

"...bibir?"

dua pria itu saling berpandangan sebelum hideo melebarkan mata tak percaya. ia keluar dari ruangan dengan ekspresi marah.

"haitani ran, kembali kesini!"

"ran sialan, aku bisa jatuh!"

sepasang kaki yang tertutupi celana berwarna abu itu melangkah dengan susah payah menaiki tangga.

seperti tak mendengar teriakan sora, ran mengabaikannya dan terus menariknya untuk sampai di pintu yang hanya tinggal tersisa beberapa langkah lagi.

pintu didorong keras lalu keduanya masuk. ran membanting pintu sambil menahan sora yang limbung.

wajah dan senyuman tak berdosa terpasang, membuat sora meninju perut ran keras.

orang keempat bonten itu mengambil nafas panjang seraya melirik ran yang sedang meringis. "itu balasannya."

ran mengangkat kepala dengan ekspresi kesakitan. "kan sudah kubilang aku inginnya dipukul pakai bibirmu."

tak habis pikir, benar-benar.

semburat merah muncul bersamaan kekehan puas khas haitani tertua. sora hanya bisa mengalihkan pandangan dan memaki.

"hei hei, pelanggaran, nona cantik. kau menyebutkan tiga kata kasar."

"oh diamlah! kau dan peraturan anehmu itu sangat tak berguna!"

"nah, itu sudah tau."

sora mendelik jengkel. yang seperti biasa, dibalas senyuman sang eksekutif bonten.

ran menegakkan tubuh lantas berjalan mendekati sora. "sudahi dulu kekesalanmu. aku ingin bicara sebentar."

sora ingin protes. namun melihat tatapan lembut dan senyum kecil sang pria, membuatnya tak kuasa untuk menolak.

ran menggamit tangannya lalu menariknya mendekati pembatas. mereka berada di rooftop gedung sekarang.

kedua kristal biru itu berbinar ketika melihat langit yang dipenuhi bintang. jarang sekali bintang-bintang tampak.

"kau suka bintang?"

sora mengangguk. "ibuku bilang bintang adalah jelmaan dari orang-orang yang sudah tiada. karena itulah kalau aku sedang bosan, aku suka mengamati langit. setiap aku melihat satu bintang di langit, aku selalu menganggap kalau itu adalah ibuku yang memperhatikan dari atas."

kepala pria itu terangguk. ia kembali membuka mulut, "kalau bulan?"

sora mengangguk lagi. "bagiku, bulan dan bintang adalah satu pasangan. tanpa bulan, ibu tak akan bisa melihatku di sini. dan tanpa bintang, aku tak akan bisa melihat ibu di sana."

ibu jari dan telunjuknya dijentikkan. "oh ya satu lagi. langit juga sangat penting. tanpa langit sebagai kanvas, mereka semua tak akan terlihat indah. jadi jika mereka semua bersatu, barulah keindahan itu terlihat. kau tahu, aku sangat bersyukur ibuku memilih namaku ini."

perempuan itu menoleh pada ran dengan senyum lebarnya. "sangat cantik kan?"

ran membeku.

tanpa melihat reaksi ran, sora kembali menatap langit. dalam diam, ia menangkup kedua tangannya sambil memejamkan mata.

tidak ada yang bersuara. suara kegiatan kota terdengar dari atas, disertai angin malam yang menerpa keduanya.

ran menahan nafas ketika perempuan di hadapannya membuka mata dan mengulas senyum lagi.

tubuhnya kaku dengan mulut yang terbuka layaknya orang bodoh.

"...ya. sangat cantik."

sora tertawa kecil. "iya kan?" iris biru itu hanya meliriknya lantas memperhatikan langit lagi.

perlahan, tangannya terangkat lalu ditaruh di dadanya. degupan kencang dan cepat seakan jantungnya tengah maraton dapat ia rasakan.

sungguh, ini gila.

hanya karena seorang perempuan tersenyum, jantungnya bisa berpacu dengan sangat cepat.

rasa ini berbeda dengan saat ia memukuli orang. tapi perbedaan itu tipis.

melihat senyuman lebar yang menunjukkan deretan gigi itu, membuat sesuatu dalam dirinya terguncang. seperti ada yang runtuh.

panas. ia merasakannya di seluruh wajah, leher, dan telinganya. ia segera mengalihkan pandangan dengan menutup mulut.

manik violet itu menyorot lelah, entah mengapa.

"kalau begitu aku ingin bertanya,"

kepala bersurai cokelat itu menoleh. iris birunya melebar melihat wajah pria di depannya.

"namamu berarti langit, tapi mengapa kau malah bersinar seperti bulan?"



tbc

akhirnya terpenuhi !

maaf banget baru bisa apdet skrg. kmrn² sibuk rl dan sempet sakit juga setelah aku nulis pemberitahuan. maaf yaa

tapi tenang ! aku siap lanjut nulis lg karena ide untuk yg selanjutnya udah ada HAHAHAHAHA

oh ya fyi juga, ini end nya masih lama kok. atau lumayan ? yah kira-kira aku masih ada bbrp ide dan kemungkinan di pertengahan bisa aja ada ide muncul uye

off topik, gimana ulangan kalian ? lancarr ? atau ada yg liat brenli ? iya sm aku juga 🤸👍

terima kasih bagi yg udah nunggu apdetan aku. beneran aku berterima kasih banget. juga atas komen dan vote²nyaa. aku seneng liatin komenan kalian lucu² gemes wkwk

iya maap basa-basinya banyak ya kangen soalnya hehe

baik baik, tolong ditunggu kelanjutannya ya !

cinta kalian 💜

edited : 12 jun 23

blue moon ー haitani ran [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang