Bagian 5 : Marah

5.2K 560 17
                                    

Nasha sibuk mengaduk nasi goreng di hadapannya membuat dapur umum kos tersebut beraroma sedap hingga ke beberapa masuk ke kamar kos. Membuat Dirga, salah satu si tetangga kamar kos-nya turun ke dapur. Mulai membujuk Nasha agar membagi nasi goreng tersebut.

Nasha mendelik kesal pada Dirga, tapi saat melihat sosok Bara yang masuk ke dapur. Ia pun menyuruh Dirga mengambil piring membuat pria itu semangat.

Saat hendak memindahkan sebagian nasi goreng ke piring yang disodorkan Dirga, ada piring lain membuatnya mendongak menatap datar Bara yang menyengir. Ia masih marah pada pria itu setelah kejadian tempo hari.

Tidak memberi nasi goreng pada Bara. Ia memindahkan sebagian nasi goreng ke piringnya. Lalu duduk bergabung dengan Dirga yang telah melahap nasi goreng buatannya.

Bara menghela nafas pelan, ia duduk di sebelah Dirga lalu mengeluarkan ponselnya. Memesan bubur ayam.

"Sha, sampai kapan sih kamu marah?"

Dirga menatap sepasang kekasih itu secara bergantian. Memasang telinga sebaik-baiknya. Sebentar lagi akan ada bahan gosip.

Nasha tidak mengacuhkan Bara. Tetap makan nasi goreng dengan mata fokus ke akun media sosialnya. Kali ini Nasha tidak akan luluh begitu saja. Perkataan Bara beberapa hari yang lalu membuatnya terluka.

Harusnya jika Nasha mau, ia bisa mengungkit jika dirinyalah yang membuat Bara hingga mendapat pekerjaan yang layak. Membiayai kuliah pria itu hingga S2, tidak mementingkan dirinya sendiri karena menganggap Bara bekerja bukan untuk diri sendiri, tapi untuk dirinya juga. Masa depan mereka.

Tapi ternyata, Bara menganggap jika bekerja untuk dirinya sendiri. Terbukti dengan perkataan pria itu saat melarangnya untuk ikut campur tentang uang tabungan Bara.

"Sha," Bara memelas menatap Nasha yang enggan menatapnya. Lalu melirik tajam Dirga yang menatapnya secara terang-terangan. Pria itu langsung menunduk, kembali fokus makan.

Bara menghela nafas pelan. Menjilat bibirnya yang kering. Berpikir keras apa yang harus ia lakukan agar Nasha berhenti marah.

Untung saja ia segera menelepon Sena waktu itu agar tidak perlu mencari orang untuk membeli motornya. Juga tidak lupa mengirim uang untuk pria itu. Karena hanya itu yang bisa membuat Sena tidak berpihak pada Nasha.

"Sha, maafin aku ya? Aku bener-bener gak sengaja ngomong gitu." Perkataan serta langkah Bara yang mengikuti Nasha hingga ke depan kamar kekasihnya itu berhenti.

"Sebenarnya udah lama kamu mau ngomong itu, kan? Kamu pendem selama ini. Barulah waktu itu keluar?" Nasha menatap Bara tanpa ekspresi.

Bara menghela nafas pelan. "Enggak Sayang. Uangku, uang kamu juga. Tapi, aku bener-bener butuh mobil buat jadi kendaraan aku, Sha. Apalagi kalau musim hujan..."

"Terserah kamu mau beli mobil. Kan seperti yang kamu bilang, uang itu bukan uangku. Tapi, kamu jangan sampai jual motor itu. Itu hasil keringatku, Bar." Setelah mengatakan hal tersebut. Nasha masuk ke kamarnya meninggalkan Bara yang terpekur berdiri di luar.

***

Nasha hanya mampu menunduk saat dimarahi atasannya karena ia yang lalai dalam bekerja. Bukan hanya sekali, tapi tiga kali dalam seharian ini.

Kelalaian Nasha, yaitu lupa memasukkan salah satu belanjaan costumer ke dalam paper bag, padahal telah dibayar. Selama tiga kali ia melakukan hal tersebut karena kurang fokus.

Semuanya karena Bara.

Pria itu membuatnya tidak bisa berkonsentrasi.

Bara berhenti membujuknya. Tidak seperti biasanya jika ia marah, maka Bara akan membujuknya hingga ia luluh.

Apa Nasha sudah berlebihan?

Rasanya tidak. Bara yang salah.

"Kamu dengerkan, Sha?" Nasha tersentak, mengangguk saja.

"I-iya Bu. Maaf. Sa-saya lagi gak enak badan makanya kurang fokus. Sekali lagi saya minta maaf, Bu." Nasha menunduk sejenak. Memasang wajah memelas.

"Mending kamu pindah shift pagi sampai sore aja. Karena kalau malam kamu kurang fokus gitu kerjanya."

"Iya Bu." Akhirnya Nasha disuruh pulang meski masa shift-nya belum habis. Apalagi besok pagi jadwalnya telah berubah. Ia harus bangun pagi.

Tiba di kosan, ia memarkir motor. Matanya memicing mencari motor Bara, tapi tidak ia temukan.

Bertanya pada beberapa orang kosan yang nongkrong di beranda. "Bara belum pulang?"

"Dah pulang tadi, tapi pergi lagi," jawab salah satu dari mereka.

"Ke mana?"

"Gak tau."

Nasha beranjak, naik ke lantai dua lalu masuk ke kamarnya.

Lupa jika ia marah pada Bara, jadi ia menelepon kekasihnya itu. Pada dering pertama hingga keempat, Bara tidak menjawab panggilannya. Dan saat ingin menghubungi lagi, ponsel Bara sudah tidak aktif.

Nasha mendengus kesal. Rasanya ingin memaki-maki Bara saat ini juga. Juga memukul pria itu.

Berani-beraninya Bara tidak mengacuhkan dirinya. Kenapa pria itu marah? Harusnya Nasha yang lebih berhak marah.

***

Bara tersentak kaget saat masuk ke dalam kamarnya, sudah ada Nasha yang menghunuskan tatapan tajam padanya.

Menghela nafas pelan, ia membuka lebar pintu kamar. Dengan lembut menyuruh Nasha keluar. "Sha, kalau mau marahin aku besok aja, ya? Aku capek banget. Ngantuk juga. Apalagi gak enak sama yang lain kalau kamu ngomel di tengah malem begini."

"Kamu darimana?" tanya Nasha datar seraya bersidekap. Mengontrol suaranya tetap kecil.

"Dari luar. Nongkrong bareng temen..."

"Cewek yang foto sama kamu siapa? Yang nge-tag kamu."

Bara terdiam sejenak lalu menghela nafas pelan. Mengingat jika akun media sosialnya dipegang Nasha juga. "Anak magang di kantor. Kemarin hari terakhirnya magang terus dia traktir makan sebagai ucapan terima kasih." Sebelum Nasha salah paham. Segera ia menambahkan. "Bukan cuma aku yang ada di sana. Temen-temen kantorku yang lain juga ada. Udah ya? Kamu jangan ngomel..."

Perkataan Bara berhenti begitu saja karena Nasha keluar dari kamarnya. "Sayang." Tapi Nasha tidak menoleh, masuk begitu saja.

Untuk kesekian kalinya Bara menghela nafas pelan. Besok sajalah ia bicara pada Nasha.

Sementara itu Nasha melanjutkan berselancar di dunia maya. Mencari tau tentang 'anak magang' yang disebut Bara tadi. Tidak begitu percaya dengan perkataan Bara.

***

See you the next chapter

Salam manis dari NanasManis😉
22/08/21

Bittersweet PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang