Bagian 14 : Butuh

6.3K 591 16
                                    

Nasha menepis tangan Nawang yang hendak mengambil sate miliknya membuat adiknya itu merengut kesal, kemudian merengek, minta satu tusuk lagi. Padahal Nawang telah banyak makan daripada dirinya. Hingga akhirnya mereka bertengkar dan berakhir Nasha diomeli Mama.

Nasha hanya mampu mendelik kesal pada Mama. Memberikan satu tusuk sate pada Nawang. Ketika adiknya itu meminta lagi, ia melotot kesal dan menjitak kepala adiknya. Mengusir Nawang menjauh dari sana.

Sambil menggerutu, Nasha segera menghabiskan makanannya. Nasha ingin pergi dari rumah tersebut, tapi kondisinya yang sedang hamil tidak bisa membuatnya kemana-mana. Memang orang rumah belum tau kondisinya. Nanti sajalah kalau perutnya membesar, pasti orang tuanya bertanya.

Nasha hanya perlu mempersiapkan mental atau malah diusir dari rumah. Nasha tidak masalah karena ia masih memiliki tunjangan. Mungkin mengungsi di kos Viora jika ada kosong atau mungkin di rumah Odit. June pun memiliki apartemen.

"Bang, beliin gue martabak dong," ujar Nasha pada Sena yang baru selesai mandi usai pulang dari ngojek.

Sena mendelik kesal pada Nasha yang duduk di sebelahnya. "Lo kan baru aja makan sate. Tuh perut emang gak penuh?"

Nasha mengaduh sakit saat Sena menepuk perutnya.

"Sena kampret!!" serunya kesal seraya menghajar membabi buta Sena. Bahkan memukul Sena menggunakan sandal.

Apa kalau ia keguguran?

Nasha langsung memegang perutnya, kemudian masuk kedalam kamar. Tidur meringkuk seraya menangis dengan perasaan cemas. Bayinya tidak apa-apa, kan?

Meski ia pernah berkeinginan ingin melenyapkan bayinya, tapi sekarang ia sangat takut.

Nasha tidak akan pernah memaafkan Sena jika terjadi sesuatu pada bayinya.

Segera Nasha mengambil ponselnya lalu menelepon.

"June, perut gue sakit!"

"Hah? Lo mau brojol?"

Nasha mendengus pelan. "Gimana gue mau brojol? Perut gue aja baru dua bulan, kampret. Cepet jemput gue!"

Tidak berapa lama, June langsung melesat menjemputnya. Membawanya ke klinik. Untung saja belum larut malam. Mereka menunggu antrian.

"Emang kenapa perut lo sakit?"

"Bang Sena mukul."

"Kenapa bisa?!" June terkejut menatap Nasha.

"Dia bercanda."

"Emang dia belum tau? Orang tua lo?"

Nasha menggeleng pelan. Membuat June menghela nafas pelan.

"Bara?"

"Please! Jangan sebut dia lagi! Ogah gue denger namanya!" desis Nasha kesal seraya membuang pandangannya.

"Jadi lo beneran gak mau dia tanggung jawab?" tanya June lengkap dengan ekspresi seriusnya. "Sha, lo butuh suami dan anak lo butuh ayah. Gue ataupun yang lain gak bisa selalu ada buat lo. Kayak gini nih, kalau lo kenapa-kenapa, terus gue gak bisa, gimana?"

Nasha menunduk enggan menatap June. Mereka terdiam hingga panggilan Nasha untuk masuk ke ruangan bidan.

Nasha masuk sendirian, pergi meninggalkan June yang langsung berdiri. Keluar dari klinik tersebut menuju ke dekat mobilnya. Memainkan ponselnya seraya mencari kontak seseorang yang ingin ia hubungi.

Jika Bara tidak mau tanggung jawab. June pastikan pria itu tidak hidup tenang.

***

Nasha sedang malas-malasan di kamar. Tidak mengacuhkan Mama yang mengomel. Mengatakan dirinya anak pemalas.

Bittersweet PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang