Bagian 19 : Menyindir

5.4K 565 10
                                    

"Pah bagi duit!"

Papa mendongak menatap Mama yang menengadahkan tangan. Meminta uang padanya. "Buat apa?"

"Beli beras."

"Lho udah habis?" tanya Papa heran. Perasaan, baru saja istrinya itu beli beras. Ia pun merogoh saku bajunya.

"Ya cepat habis karena ada yang makan, tapi enggak kerja," ucapan Mama bersamaan dengan Bara yang keluar rumah.

Bara tentu tersinggung karena merasa disindir mertuanya, tapi ia hanya diam. Dengan gestur seolah tidak mendengar, ia pamit untuk pergi ke warung membeli sesuatu. Padahal tadinya ingin duduk menemani Papa.

Hanya berjalan di area gang kecil tersebut seraya menghela nafas hampa.

Sudah beberapa minggu ia melamar pekerjaan, tapi sampai saat ini belum ada yang menerimanya.

Apa ia masih dihukum  jadi susah dapat pekerjaan?

Ponselnya berdering, ia berhenti berjalan dan menjawab panggilan Nasha. "Ya kenapa?"

"Anterin gue ke supermarket." Setelah itu Nasha memutus panggilan, segera ia memutar haluan. Kembali ke rumah. Menuju kamar.

"Kamu mau ngapain ke supermarket?"

Nasha menoleh menatap malas Bara. "Menurut lo? Ya belanja lah! Masa mandi?" ujar Nasha ketus. Lalu mengibaskan tangan agar Bara keluar lebih dulu.

"Naik apa?"

"Pesen taksi."

Bara pun memesan taksi. Hingga beberapa saat kemudian taksi datang. Mereka segera naik.

Selama dalam perjalanan mereka berdua diam, Bara menoleh menatap Nasha yang ekspresinya terlihat menahan sesuatu. "Kamu kenapa?" Tangannya ditepis pelan saat hendak memegang Nasha.

Bara menghela nafas pelan, ia menatap supir taksi. "Pak, tolong matiin aja AC-nya ya?" Si supir taksi langsung mematikan AC. Bara menurunkan kaca jendela, ia membalas tatapan malas Nasha yang tertuju padanya.

Tiba di supermarket, Nasha menyuruhnya langsung mengambil troli. Mengikuti kemanapun Nasha pergi.

"Kamu kuat jalan, kan?" tanya Bara karena ia merasa sudah sangat lama dan troli sudah penuh.

Nasha mendelik tajam padanya membuatnya terdiam.

"Kamu masih punya tabungan, Sha?" tanya Bara lagi ketika telah membayar semua belanjaan Nasha. Totalnya semua satu juta lebih. Bara berpikir, jika Nasha mungkin masih menyimpan uang pemberiannya. Atau sebut saja ia menggantikan uang Nasha karena wanita itu membiayai kuliahnya.

"Tuh duit belanja dari selingkuhan gue. Soalnya lo kan gak punya kerjaan, gak mampu ngasih gue duit belanjaan."

Langkah Bara berhenti, juga Nasha. Ia menoleh menatap pria itu yang tatapannya datar. "Kenapa?" tanya Nasha sinis.

Bara menghela nafas pelan, membuang pandangannya. Sementara Nasha mendengus kesal.

Mereka tiba di rumah. Nasha menyuruh Bara memasukkan kebutuhan dapur ke dalam dapur, sementara ia menjinjing kebutuhannya.

"Kok banyak banget?" Nasha keluar dari kamar, ia bertemu dengan Mama yang memeriksa semua belanjaan tersebut. Bara sendiri masuk ke kamar.

"Biar Mama gak ngomel. Gak nyindir lagi. Perasaan waktu Bang Sena gak punya kerjaan, Mama gak pernah nyindir dia deh." Protes Nasha. Mendengus kesal dengan tingkah Mama.

"Yang nyindir kamu siapa?"

"Tadi. Katanya beras habis karena ada yang makan, tapi gak kerja."

"Mama nyindir suami mu!" sungut Mama kesal.

Nasha yang menuang air berhenti, menatap Mama yang menyusun kebutuhan dapur tersebut. Melirik kamarnya, ia kembali menatap Mama. "Jangan gitu Ma."

Mama menatap heran Nasha. Lalu anaknya itu membuang muka. "Kalau aja dia gak selingkuhin kamu, Sha. Mama gak akan sakit hati kayak gini. Terus numpang hidup sama kita. Kerjaannya makan tidur doang."

Nasha hanya diam. Mendengarkan cibiran Mama untuk Bara. Lalu menghela nafas pelan.

"Kamu masih punya duit tabungan?"

Perasaan Nasha was-was. Mendapat pertanyaan dari Mama. "Em... aku minjem duit Vio. Makanya bisa belanja."

Mama pun kembali fokus pada pekerjaannya.

Bukannya Nasha pelit. Hanya saja uangnya ia simpan untuk kebutuhan persalinan anaknya nanti. Apalagi Bara yang belum dapat pekerjaan. Nasha tidak ingin berharap pada Bara untuk kelahiran anak mereka nanti.

***

"Kamu bisa nyetir kan, Bar?" Bara mengangguk menjawab pertanyaan Papa.

"Itu, ada temen Papa yang nyari supir buat anterin dagangannya ke pasar. Dalam seminggu cuma tiga kali kok. Bayarannya lumayan. Kamu mau, gak?"

Bara terdiam, menimbang tawaran Papa.

"Kan kamu belum ada panggilan buat wawancara kerja mu. Apa salahnya kan kerja sambilan dulu?"

Akhirnya Bara mengangguk. Menerima tawaran Papa.

Makanya pada Senin pagi buta, Bara telah bersiap.

Nasha yang mendengar pergerakan di kamarnya membuka mata. Ia melihat Bara yang telah mandi, mengenakan pakaian santai. Saat kepala Bara tertoleh padanya, ia segera menutup mata.

Nasha merasakan usapan di kepalanya, lalu di perutnya. Bara berujar pelan pamit padanya.

Usai Bara keluar dari kamar, ia segera bangun.

Merasa Bara telah keluar dari rumah, ia pun keluar dari kamar. Mengintip lewat jendela, melihat Bara yang perlahan menjauh.

Mau kemana Bara?

"Suami mu jadi supir barang dagangannya Pak Salim."

Nasha tersentak, ia menoleh pada Papa.

"Pak Salim yang jual sayuran itu, kan?"

Papa mengangguk pelan menjawab pertanyaannya.

"Papa yang ngasih pekerjaan? Bara gak biasa kerja angkat-angkat barang, Pa."

"Cuma jadi supir kok. Kamu gak usah khawatir gitu." Nasha mendengus pelan melihat senyum geli Papa. Ia masuk ke dalam rumah.

***

See you the next chapter
Salam manis dari NanasManis😉
15/09/21

Bittersweet PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang