Bagian 23 : Tawaran Kerjaan

5.2K 594 21
                                    

"Mama kira suami mu gak mau balik lagi?" sindir Mama ketika Nasha keluar dari kamar. Nasha hanya mendengus pelan, menunjukkan ekspresi kesal seraya mengambil gelas untuk meneguk air.

"Ya balik lah Ma. Kan gak punya rumah terus gak ada yang ngasih dia makan. Sok-sok'an dia ngambek, pergi dari rumah tapi malah balik lagi. Laki gak tau..." Perkataan Sena berhenti saat air mengenai wajahnya.

"Lo apa-apaan sih Sha?!" Sena berdiri, marah pada Nasha yang menyiramnya air.

"Lo laki kan, Bang? Tapi mulut lo lemes kayak cewek! Waktu Bara punya kerjaan, setiap kali lo minta duit, Bara selalu ngasih lo! Sekali pun dia gak pernah ngeluh karena lo sering minta duit ke dia!" Nasha menatap tajam Sena. Ia menaruh gelas di tempat cucian piring, lalu kembali menatap Sena yang kembali duduk. "Bara gak pergi gitu aja. Dia pergi nyari duit. Lo gak usah sok kayak gitu. Gue makan, pake duit gue sendiri. Emang lo? Punya kerjaan, tapi tetep aja Mama sama Papa yang ngasih lo makan!"

Setelah mengatakan hal tersebut Nasha keluar dari rumah, ia tidak mengacuhkan Papa yang bertanya padanya, kenapa ia dan Sena bertengkar.

Keluar, menelusuri gang rumahnya tersebut. Untuk membeli sarapan.

Niatnya tadi menyuruh Nawang, tapi karena ia kesal pada kakaknya dan malas melihat kakaknya tersebut, akhirnya ia yang pergi keluar.

Sengaja berlama-lama karena Sena belum terlihat keluar. Saat melihat Sena telah mengendarai motor mengenakan jaket ojek online, segera ia pulang. Membayar lima nasi uduk. Dua porsi untuk Nawang.

Menaruh bungkusan tersebut. Menyuruh orang tua dan adiknya makan. Sementara ia masuk ke kamar melihat Bara yang masih terlelap di atas tempat tidur. Tidak lagi tidur di atas karpet atas permintaannya. Karena kasihan melihat Bara.

Keluar dari kamar, ia bergabung dengan keluarganya. Memukul tangan Nawang yang hendak mengambil satu bungkus lagi. "Lo udah punya dua bungkus! Ini buat Bara!"

"Suami mu belum bangun?" tanya Mama sinis. "Ini udah jam sembilan."

"Pasti Bara capek. Selama beberapa hari ini gak istirahat karena kerja terus. Jadi supirnya Pak Salim abis itu kerja di pasar buat motong-motong daging ayam." Papa yang menjawab membuat Nasha menatap Papa.

"Papa tau?"

"Tau lah. Bara sendiri yang minta bantuan Papa buat ngomong sama Pak Salim, apa Bara boleh kerja lagi. Terus dia nyari kerjaan di pasar. Setiap hari Papa ketemu Bara kok. Dia sering beliin Papa gorengan, terus bantuin Papa bersihin masjid."

"Kenapa Papa gak ngomong sih?" Nasha mendengus pelan. Kalau tau Papa setiap hari bertemu Bara. Sudah pasti, ia tidak perlu terlalu khawatir dan memikirkan Bara.

"Makanya turunin gengsi mu, Nak."

***

Nasha membuka matanya, ia melenguh pelan seraya meregangkan badan. Beringsut duduk, ia tidak menemukan Bara di sebelahnya. Padahal tadi, mereka sama-sama tidur siang.

Ya meski telah membiarkan Bara berada dekat dengannya, tapi Nasha masih bersikap ketus pada Bara. Nasha tidak ingin langsung bersikap manis pada Bara. 

Mencari keberadaan Bara, yang ternyata berada di teras sedang menatap layar ponselnya dengan serius.

Jangan-jangan Bara chatting-an dengan wanita lain?

Dengan mata memicing, ia berusaha melihat jelas layar ponsel Bara. Saat ia berada di belakang jendela, tepat Bara duduk di luar teras.

Keningnya terkantuk kaca jendela membuat Bara tersentak dan refleks menoleh.

Nasha rasanya ingin menghilang, ia mengusap keningnya untuk menyembunyikan rasa malunya. Apalagi saat Bara masuk ke dalam dan melihatnya. "Kamu gak pa-pa?"

"Gak pa-pa!" ujar Nasha ketus kemudian berlalu ke kamar. Mengumpat pelan karena Bara mengikutinya.

"Sha?"

"Apa?" refleks Nasha berujar ketus. Sekarang Nasha merasa serba salah. Ia menatap Bara yang agak terkejut, tapi kemudian Bara tersenyum.

"Itu... beberapa hari yang lalu aku gak sengaja ketemu Saren. Terus aku minta tolong ke dia, siapa tau aja ada kerjaan. Dan baru-baru tadi, dia ngasih tau aku kalau ada loker."

"Saren kampret? Anak IPS 2?" tanya Nasha yang diangguki Bara.

"Emang dia kerja di mana? Bukannya dia tinggal di luar negeri?"

"LeGo di Singapur. Dan loker yang dia maksud ini di sini kok."

Nasha terdiam sejenak, ia duduk di tepi ranjang. "Emang udah fix lo bakal diterima di situ?"

Dengan senyuman lebar Bara ikut duduk di tepi ranjang. "Aku yakin. Saren bilang, cukup aku ngirim CV abis itu wawancara. Fix langsung diterima. Saren sepupuan sama bos yang punya LeGo. Kamu gak usah khawatir kalau aku ditolak kerja di sana."

Nasha hanya diam. Bahkan saat Bara menggenggam tangannya dengan lembut seraya mengusapnya pelan.

Lalu menatap Bara yang tersenyum.

Yang terlintas di kepala Nasha saat ini.

Apa nanti jika Bara memiliki pekerjaan yang layak, kemudian memiliki uang yang banyak, Bara akan mengulangi kesalahannya lagi?

***

See you the next chapter
Salam manis dari NanasManis😉
22/09/21

Bittersweet PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang