Bagian 16 : Duit

5.8K 612 27
                                    

Nasha berdecak pelan. Menatap tajam pintu kamar mandi, di luar sana ada Bara yang tidak hentinya mengetuk dan berteriak memanggil namanya.

Melempar gayung ke dalam bak mandi, ia segera keluar dan melihat Bara yang menatapnya khawatir.

"Kamu gak pa-pa?"

Segera Nasha menepis tangan Bara yang hendak menyentuhnya. "Sana lo. Lo bikin gue pengen muntah terus tau gak!"

Bara mencium ketiaknya secara bergantian. Tidak bau sama sekali, ia menatap Nasha yang masuk ke dalam kamar.

Menghela nafas pelan, ia hendak masuk ke kamar mandi, tapi didahului Sena. Kakak iparnya itu menabrak pundaknya. Agak kasar hingga membuatnya mengaduh sakit lalu menutup pintu agak kencang membuatnya tersentak.

Bara hanya mampu menghela nafas sabar. Di rumah ini tidak ada yang menerima dirinya, atau lebih tepatnya terpaksa menerima dirinya karena Nasha yang hamil.

Kembali masuk ke dalam kamar, ia menemukan Nasha yang sedang membereskan tempat tidur. Menutup pintu dengan pelan.

"Sha, kamu beneran gak pa-pa?" tanya Bara masih khawatir dengan Nasha. Nasha yang bangun terburu-buru hingga menginjak kakinya. Lalu mendengar Nasha muntah di kamar mandi.

Nasha hanya diam tidak mengacuhkan Bara. Menyusun bantal di atas kasur.

"Sha..."

"Apa sih?" sentak Nasha kesal. Rasa mual kembali menghampirinya. Saat Bara hendak mendekat ia berteriak menyuruh pria itu menjauh. "Sana! Gue gak tahan sama bau lo!"

Kembali Bara menghirup aroma tubuhnya. Sama sekali tidak berbau. "Aku gak bau kok, Sha."

"Bau dosa lo," ujar Nasha ketus lalu keluar dari kamar. Menutup pintu dengan kasar.

Baru hampir sehari ia dan Bara menjadi pasangan suami istri, ia telah naik darah. Perasaannya menjadi tidak enak karena keinginan untuk muntah terus.

Padahal sebelum menikah dengan Bara, ia baik-baik saja.

Apakah anaknya tidak suka jika ia menikah dengan Bara?

Nasha menunduk menatap perutnya yang belum membuncit. "Hei, dia itu bapak kamu. Kamu gak bakal ada kalau bukan karena dia."

"Udah gila lo?"

Nasha menegakkan kepala menatap Sena yang hanya menggunakan handuk sepinggang.

"Lo yang gila!" sinis Nasha. Lalu mengernyit aneh saat mengendus aroma 'busuk'. "Lo beneran udah mandi?"

Sena menatap aneh Nasha, ia menampar pelan kepala Nasha saat adiknya itu hendak menghirup aroma tubuhnya. "Anjir!! Sana lo! Gue masih perjaka ting ting!"

Nasha membalas Sena memukul kepala kakaknya itu. Kemudian Sena segera berlalu masuk ke kamar.

Menghela nafas kasar, ia mengernyit jijik karena bau menyengat tersebut seakan menusuk penciumannya. Segera ia ke dapur dan di sanalah pusat aroma yang menjijikkan tersebut.

"Mama masak apa?"

"Nasi goreng."

"Baunya gak enak banget." Segera Nasha berlari masuk ke kamar mandi dan muntah. Hanya cairan bening yang keluar.

Mama menggeleng pelan, kemudian lanjut menggoreng nasi di wajan. "Emang gitu kalau lagi hamil!" Teriak Mama agar Nasha tidak perlu terlalu merasa khawatir.

Nasha kembali masuk ke kamar, ia mengusir Bara. Karena perasaan ingin muntah semakin dirasakan jika berada di dekat Bara.

Tidur di atas ranjang, ia meraih minyak kayu putih lalu melemparnya karena baru membuka tutupnya ia tak tahan.

Kenapa aroma minyak kayu putih berubah?!

***

Bara telah mengenakan kemeja serta celana bahan yang rapi. Ia bersiap akan pergi mencari pekerjaan. Menatap Nasha yang sedang terpekur dengan ponselnya. Ia tetap menjaga jarak dari istrinya, karena Nasha tidak tahan dengan baunya. Padahal ia telah wangi. Mungkin karena efek hamil atau memang karena Nasha enggan berdekatan dengannya.

"Sha, aku pergi dulu."

Nasha hanya berdehem malas. Tanpa menatap Bara.

"Doain ya biar dapat..."

"Kalau mau pergi, pergi aja! Gak usah bacot lo!" ujar Nasha ketus menyela Bara yang langsung terdiam.

"Em... itu... kamu punya duit, gak?"

Nasha langsung menghunuskan tatapan sinis pada Bara yang meringis pelan.

"Anu Sha, duitku udah habis buat acara pernikahan kita. Em aku minta lima puluh aja kok buat ongkos sama makan."

"Gak ada!" Nasha membelakangi Bara.

"Ya udah. Aku pergi dulu." Bara keluar dari kamar. Sementara itu Nasha kembali terlentang, ia memainkan ponselnya lagi.

Berdecak pelan, ia segera turun dari ranjang. Membuka lemari dan mencari dompetnya yang ia sembunyikan, mengeluarkan uang seratus dan lima puluh ribu.

Keluar dari kamar, ia menemukan Nawang yang sedang menonton seraya makan.

"Wang!" Adiknya itu menoleh saat ia memanggil. Menunjukkan uang lima puluh ribu.

Tentu Nawang berbinar. Meneguk airnya kemudian berdiri. "Ini buat gue?"

"Iya," jawab Nasha lalu memberikan uang seratus ribu pada Nawang. "Nih, lo kasih Bara. Tapi jangan bilang dari gue."

"Terus gue bilang dari siapa?"

"Bilang aja lo dapet duit tuh di tempat sampah. Dah sana lo! Keburu dia pergi."

Nawang pun berlari keluar, ia melihat punggung Bara yang telah keluar dari pekarangan rumah.

"Bang!"

Bara berhenti melangkah dan melihatnya. "Napa Wang?"

"Buat lo, Bang." Bara mengernyit melihat uang seratus ribu yang di berikan Nawang padanya. "Nih ambil." Nawang meraih tangannya dan menyuruhnya memegang uang tersebut.

"Dari siapa?"

"Dari Kak Nasha, tapi lo pura-pura gak tau aja. Soalnya dia gak mau lo tau kalau nih duit dari dia."

Bara mengulum senyum seraya mengangguk pelan.

***

See you the next chapter
Salam manis dari NanasManis😉
09/09/21

Bittersweet PromiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang