Runtuhnya Alam Demit

636 59 4
                                    

Raungan menyedihkan keluar dari ribuan wajah manusia yang tertempel di dinding istana Jalma Mati, dari lima lubang yang ada di wajah tersebut mengeluarkan asap tipis berwarna putih.

Asap tipis tersebut membentuk sosok tubuh manusia dengan kepala badan dan tangan, sedangkan pinggang ke bawah hanya  berupa asap. Mereka membumbung tinggi berkumpul di udara membentuk awan yang berputar-putar.

"Dunia ini akan runtuh setelah ratu demit yang menciptakan sudah mampus." ujar Sancaka sambil mendongak ke atas.

"Apakah asap yang berputar diatas itu?" tanya Murni.

"Mereka adalah arwah penasaran dari manusia yang menjadi budak Ratu Iblis Gondo Mayit. Saat ini jiwa mereka telah terlepas dari belenggu dunia demit ini dan akan menuju alam arwah." terang Sancaka.

Gadis itu menjadi merinding, akhirnya penantian teramat lama itu terbayarkan. Kini para arwah penasaran itu memiliki tempat untuk pulang, dan tidak menjadi budak iblis yang terkekang.

Sudah berapa ratus tahunkah mereka terpenjara disini ?

Getaran bumi terus bergejolak hebat. Semakin banyak puing atap istana berjatuhan ke lantai. Dan Larantuka memperingatkan Murni agar segera menyingkir.

Murni menjerit kecil tatkala ia melihat sesuatu keluar dari Jasad iblis Gondo Mayit yang mulai meleleh. Ya sesosok kecil tangan manusia berlumur darah kental.

"Bopo!  Ibuu" suara tangisan anak perempuan terdengar lirih.

Tenggorokan Murni tercekat, hanya jeritan tertahan yang keluar karena ia mendengar suara yang ia hafal benar. Suara Ni Ayu Sukma Abang alias Lembayung!

Sosok itu merayap keluar dari genangan darah dengan pandangan orang linglung, anak itu menatap satu persatu wajah ketiga orang itu.

Ia kedinginan dengan badan telanjang  dan penuh bersimbah cairan kental. Tangannya berkumpul di depan dada, tubuh menggigil entah karena kedinginan atau ketakutan. Mulutnua masih lirih mencari sosok orangtuanya.

"Lebih baik kita tinggal saja ia dan mencari Candini" ujar Sancaka.

"Apa?  Kau gila,  kita harus menyelamatkan anak itu, dia tak bersalah karena dia merupakan korban kejahatan ayahnya." tukas Murni kesal.

Sancaka tebelalak, ''Tapi dia..."

Larantuka menggeleng membuat Sancaka terdiam. Pendekar itu membuat isyarat agar segera enyah dari tempa itu karena sebentar lagi akan runtuh.

Kedua bayangan melesat di antara puing berjatuhan, Larantuka menggendong Murni di punggungnya sementara Sancaka menggendong Lembayung.

Dengan kesaktian kedua orang itu, halangan lorong istana Jalma Mati tidak terlalu berarti. Bebatuan yang berjatuhan dengan mudah mereka tepis atau hindari. Tubuh Murni bahkan terasa terbang mengendara angin.

***

Raksasa itu bertubuh gembrot besar dengan otot tangan sebesar pohon kelapa. Tinggi menjulang dihadapan Candini persis seperti raksasa yang ia lawan bersama Candika di hutan Tumpasan.

Perbedaanya adalah sebuah mahkota dengan batu zamrud bertahta di dahi siluman itu. Dengan gelang  ukir keemasan menghias di lengan kiri dan kanan. Bagian bawah tidak memakai cawat tetapi kain batik berwarna putih dan hitam. Sepertinya bukanlah kaun dhemit biasa yang Candini jumpai.

Gadis itu merasa kesaktian mahluk yang berdiri di depannya adalah bukan mainan. Sekejap mata setelah ia mencongkel rantai besi penuh rajah itu ia sudah berada diluar sumur yang pengap itu. Mungkin jauh diatas buto Ijo yang pernah Larantuka taklukkan.

LARANTUKA  PENDEKAR CACAT PEMBASMI IBLISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang