Bocah berambut keriting itu meniup-niup singkong bakar yang baru saja ia cabut di rerimbunan pekarangan belakang. Baunya sudah mengharum. Perutnya seketika merintih lapar belum diisi seharian tapi ia belum mau memasukkan potongan singkong panas itu ke perut sekalipun liurnya sudah sampai ke sudut bibir. Sesekali ia melongok ke arah jalan setapak yang lengan, hanya beberapa kicau burung prenjak yang terdengar, hingga muncullah setitik bayangan orang yang semakin mendekat.
Anak kecil itu gembira bukan kepalang ia lantas menyongsong kedatangan rombongan keluarganya. Seorang anak umur belasan tahun, memiliki badan tegap dan tinggi namun begitu kurus menggendong seorang kakek renta, disampingnya turut berjalan mengiringi seorang nenek tua membawa keranjang anyaman bambu dan anak perempuan yang lebih kecil.
"Nenek! Kakek!"
"Kakang Menggala!" seru gadis cilik itu.
"Ratri, kakang Jagadnata, kemarilah ada singkong bakar!" panggil Menggala.
Si Sulung menurunkan si Kakek dengan hati hati di atas batang pohon yang tumbang. Mereka duduk mengelilingi api unggun yang dibuat Menggala.
"Maafkan Kakek Cu, untung ada kakakmu ini, kalau tidak mungkin malam hari kami baru sampai" sahut lelaki yang digendong sambil mengurut mata kakinya yang terkilir.
"Cah bagus sudah menunggu lama ya? Kakekmu ini membuat masalah dengan mengejar ayam hutan, kakinya terkilir sehingga harus dibopong. Jadinya kami terlambat dari ladang. Ayam kabur penyakit malah datang. Kau pasti sudah lapar"
Bocah itu menggeleng lalu menunjuk beberapa umbi ketela pohon yang sudah matang kehitaman. Kedua orang tua itu tersenyum. Dengan lahap mereka memakan ketela pohon yang sudah dibakar anak kecil itu. Perut mereka begitu kosong setelah seharian tidak diisi makanan.
Sang nenek dengan berkaca-kaca menatap ketiga bocah itu. Namun mereka tidak mengerti arti tatapan sang nenek, mereka lebih asyik bercanda dan menjahili satu sama lain.
"Sayang sekali nasibmu ini nak, seharusnya kau sekarang tinggal di kerajaan dan makan-makanan enak tapi karena gara-gara pemberontakan pamanmu si tua bangka kamu harus melarikan diri ke tengah hutan seperti ini. Lihat seluruh tulang yang menonjol di tubuhmu" keluh si Nenek mengusap kepala anak yang paling besar.
"Hus jangan bicara sembarangan Gantri, jika sampai kedengaran telik sandi Kerajaan SabrangSamudra bisa-bisa kita di kekkh" sahut si Kakek itu sambil mencekik leher sendiri.
"Alah di tengah hutan begini mana ada telik sandi segala, lagipula kerajaan itu jauh diseberang lautan sana, kemari pun akan berhadapan dengan Kerajaan Kalingga, mana berani mereka! Sukur-sukur kerajaan itu habis ditelan ombak samudra." balas sang Nenek ketus.
Kakek itu melotot namun tak bisa berkata apa, ketika mereka asyik makan tiba-tiba dari ujung jalan muncul bayangan seseorang berjalan tertatih-tatih. Dia berteriak minta tolong lalu terjatuh ke tanah. Si Sulung segera beranjak untuk memeriksa.
"Kek Manusia! Banyak darah!"
"Jagadnata! hati-hati jangan terlalu dekat!" teriak si kakek.
Kakek itu terkejut hari sudah menjelang malam dan hantu siluman mulai bergentayangan, apakah sosok itu korban kejahatan mahluk iblis? Jika iya mereka harus segera menyalakan api di luar pondok, sebagai perlindungan dari binatang buas atau hantu dan siluman. Keduanya membenci cahaya yang keluar dari api.
"Jangan dibawa masuk!" larang si Kakek meninggikan alisnya yang penuh dengan kerutan.
"Sudahlah Rambit, lelaki ini tak berdaya butuh pertolongan! Jangan ingkari kalau kita punya darah biru-darah penganyom" tukas si Nenek.

KAMU SEDANG MEMBACA
LARANTUKA PENDEKAR CACAT PEMBASMI IBLIS
ParanormalPendekar misterius, utusan dari neraka untuk para iblis. Ketika namanya disebut akan membuat pucat para demit, jin, banaspati dan genderuwo. Kemana langkahnya pergi, hanya akan ada kepiluan dan tangis darah. Karena setiap yang ia sentuh, akan menj...