Hutan Tumpasan adalah hutan yang berusia ribuan tahun. Ditumbuhi oleh berbagai pohon dan semak belukar, kebanyakan adalah pohon pinus. Rantingnya sangat rapat, sehingga sulit ditembus sinar matahari.
Oleh karena itu saat siang pun bagian dalam hutan ini begitu gelap.
Warna tanah hutan ini berbeda dengan yang lain, warnanya khas kemerahan, begitu pula dengan warna batang pepohonan yang tumbuh diatasnya. Semua memiliki semburat merah.
Orang sepuh bilang itu karena saking banyaknya mayat yang mati di hutan itu, darah orang mati meresap kedalam tanah dan saripatinya dimakan oleh pepohonan itu. Membuatnya merah.
Bahkan dalam waktu tertentu atau malam menjelang, sering muncul kabut putih misterius yang memuakkan karena berbau amis dan anyir darah. Adalah jiwa dan ruh orang yang meninggal tak wajar, terperangkap dalam hutan itu, menjelma menjadi kabut kengerian.
Jika malam menjelang, maka hutan itu akan dipenuhi jeritan mengerikan entah hewan atau mahluk jejadian yang katanya doyan menghisap kabut itu. Suara mereka akan terdengar jelas sampai ke desa Bakor yang ada di pinggir hutan.
Keadaan Desa Bakor itu tak kalah buruknya dengan hutan Tumpasan yang mencekam. Seorang pemuja Iblis bernama Ratu Gondo Mayit telah menguasai penuh wilayah itu. Setiap purnama ke tiga setelah musim kemarau maka warga desa harus mempersembahkan sepasang bocah laki dan perempuan yang masih murni sebagai tumbalnya.
Apabila tidak dilakukan maka sebagai hukuman pasukan sang ratu berupa mayat hidup akan keluar dari dalam hutan itu. Mereka menjarah desa, menjadikan warga desa sebagai santapan. Maka lebih banyak lagi nyawa tak berdosa ditumpas.
Warga desa tidak bisa berbuat banyak selain patuh dan tunduk. Mereka tidak dapat lari begitu saja, karena setiap yang lahir di desa Bakor akan mendapatkan sebuah tanda kutukan di badannya. Tanda kutukan itu menyerupai mata bisul yang tidak kunjung pecah. Bisul itu akan tetap muncul walaupun telah diobati dengan berbagai ramuan mujarab.
Bahkan ada warga yang berani memotong pergelangan kakinya yang ditumbuhi bisul itu agar bisa kabur dari Desa. Bukannya berhasil, bisul itu malah berpindah ke punggungnya. Naas saat melewati batas luar hutan Tumpasan. Maka bisul itu segera saja menjalar ke sekujur tubuh kemudian pecah mengeluarkan darah yang tidak akan ada habisnya. Orang tersebut mati mengenaskan dengan punggung dipenuhi lubang menganga yang membusuk.
Warga desa pun pasrah, mereka kemudian terpaksa mengundi siapa yang akan menjadi tumbal berikutnya di bulan purnama yang kedua. Ritual berdarah ini menjadi kebiasaan mengerikan penduduk desa Bakor dari generasi ke generasi.
***
Waktu masih menunjukkan pukul tiga sore namun suasana hutan Tumpasan mulai gelap. Sinar matahari hanya mengintip dari celah ranting pepohonan yang tertutup lumut.
Suasana hutan terlihat remang-remang.Seperti biasa suasana hutan sangat sunyi, tak ada suara uir-uir atau serangga lainnya. Namun di sebuah sudut semak belukar terlihat dua orang pemudi tengah berjongkok dekat batang kayu yang tumbang.
Gadis pertama berbadan agak tambun, memiliki tahi lalat di bibirnya, berambut seleher dengan tangan berkacak pinggang, mengawasi gadis kedua yang tengah asyik memungut sesuatu.
"Murni ayo cepat pulang, sudah mulai gelap" ajak si gadis berwajah tambun dengan nada was-was.
"Sebentar lagi Tarsih, jamur ini banyak sekali, hari ini aku mau makan sepuasnya" sahut Murni, Gadis kedua yang tengah berjongkok.
Berbeda dengan Tarsih, Murni berparas rupawan, sebentar lagi dia akan tumbuh menjadi kembang desa Bakor.
Tangan gadis berusia enambelas tahun itu asyik memetiki jamur berwarna putih kecoklatan yang tumbuh di pokok kayu tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
LARANTUKA PENDEKAR CACAT PEMBASMI IBLIS
ParanormalPendekar misterius, utusan dari neraka untuk para iblis. Ketika namanya disebut akan membuat pucat para demit, jin, banaspati dan genderuwo. Kemana langkahnya pergi, hanya akan ada kepiluan dan tangis darah. Karena setiap yang ia sentuh, akan menj...