Nyi Gondo Mayit

1.3K 85 3
                                    

Jika terus menembus kepekatan pepohonan hutan Tumpasan, maka akan tiba di suatu tanah lapang yang disebut lapangan Segoro Mayit yang artinya lautan mayat.

Dalam radius seratus tombak tiada pohon maupun semak yang mampu tumbuh. Hanya rumput berwarna kemerahan yang bisa hidup, disebut rumput getah getih.

Ditengah tanah lapang itu terdapat batu granit besar berbentuk lempengan berwarna hitam mengkilat,  sengaja ditumpuk seperti meja. Oleh penduduk desa disebut watu tumbal.

Karena disanalah para korban diletakkan saat ratu penguasa hutan Tumpasan melaksanakan ritualnya. Tepat saat bulan purnama tiba.

Saat ritual itu berjalan tidak ada seorang pun yang tahu bagaimana ratu iblis itu memperlakukan korbannya.

 Pernah ada orang desa yang ketinggalan rombongan saat  meninggalkan hutan. Ia tak sengaja memandang awal prosesi ritual itu, matanya langsung dicongkel sang ratu sendiri. 

Tapi ia merasa bernasib lebih baik, karena jiwanya tidak ikut diambil.

Sebelah selatan dari Segoro Mayit, terdapat sebuah jalur masuk hutan. Terbuat dari percabangan pohon Santigi yang dahannya saling menganyam melingkar, membuat sebuah terowongan alami menuju istana Nyi Gondo Mayit yang megah.

Istana perempuan iblis itu terletak diujung ngarai terpencil. Terlihat megah penuh ukiran batu dan menjulang tinggi. Puncak istana tampak berkilau ditimpa cahaya bulan. Istana itu  terasa pengap karena dijaga oleh ribuan mahluk hantu dan siluman yang sebagian besar tidak kasat mata.

Istana itu disebut Istana Jalma Mati. Karena seluruh bangunan terbuat dari bebatuan yang dicampur  tulang belulang manusia korban keganasan Nyi Gondo Mayit dan anak buahnya. Jalan menuju istana sungguh berkelok-kelok. Jalannya teramat curam dan bisa membuat orang gampang celaka.

Balairung didalamnya terlihat megah diterangi dengan nyala obor minyak yang menari-nari di setiap pilar sebesar pelukan orang dewasa. Dengan lorong-lorong gelap entah menuju kemana.

Setiap lorong gelapnya tampak sepasang titik bercahaya, merah, biru, kuning. Menandakan ada mahluk halus penjaganya. 

Ditengah balairung utama berbentuk persegi lima itu terhampar permadani semerah darah yang berujung pada undak-undakan menuju singgasana utama. Singgasana dilapisi kain semi transparan berwarna merah dengan aura magis.

Singgasana itu terbuat dari logam, dengan ukiran berbentuk kerangka manusia yang saling bertumpuk. Sosok bayangan hitam nampak menjaga dikedua sisi kursi tersebut.

Aula utama dikelilingi empat tiang utama yang terbuat dari marmer putih. Ukurannya jauh lebih besar dari pilar biasa yang ada di lorong. 

Masing masing pilar tergambar ukiran Burung, Ular, Kelabang  dan Serigala.

Kesiur angin yang menghembus lorong tadi menimbulkan suara-suara menggidikkan telinga.

Wuttt

Dari ujung lorong sebelah timur sebuah bayangan hitam melesat dengan kecepatan tinggi ke tengah aula.

Anginnya hampir mematikan nyala obor di sepanjang jalan yang dilalui.

Ternyata asal angin adalah kepakan sayap seekor gagak berwarna hitam. Ukurannya luar biasa besar untuk burung gagak, malah hampir sebesar elang.

Burung itu berkaok dengan nada sengau seakan memanggil sesuatu.

Teriakan ini membangunkan mahluk lain yang lebih mengerikan.

Lantai tanah bergetar saat ia melata. Terdengar desisan kencang disertai bau amis memuakkan.

"Ssshhh berisik sekali Gagak Rimang sialan. Tutup mulutmu, aku sedang istirahat dengan kekasihku!" suara mendesis itu terdengar dari balik pilar penyangga utama sebelah barat.

LARANTUKA  PENDEKAR CACAT PEMBASMI IBLISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang