12. Kabur

58 2 11
                                    

Kini aku mengerti....
Dia hanyalah seorang manusia...
Yang diberi anugerah....
Yang kebahagiaan nya direnggut...
Mencoba bersikap tegar....
Dibalik sikap dinginnya...
Ada sisi rapuh....
Yang selalu ia sembunyikan....

Happy

Read

All

--SATU--

Sudah dua hari semenjak ia dan Renji berdebat, Eiji masih memikirkannya selama dua hari itu. Hingga kepalanya serasa mau pecah, kenapa perasaan serumit ini?

Eiji juga yakin tak selamanya ke empatnya akan sembunyi di villa ini, pasti akan ada waktunya tempat ini diketahui musuh.
Dan sebelum waktu itu tiba, ia harus bisa menemukan tempat baru untuk bersembunyi.

Dan omong-omong soal sembunyi, ini sudah seminggu dua hari bersembunyi di villa.
Kegiatan sekolah sudah dimulai, dan pastinya banyak yang bertanya-tanya kemana dirinya, Rena, Renji, dan Akari pergi.

Untuk saat ini, pamannya yang menjadi guru disana bisa memberikan izin. Tapi entahlah untuk beberapa hari kedepan, pasti akan kesulitan.

Menghela nafas kembali, entah yang keberapa kalinya.
Ia beranjak menuju teras yang berada dibelakang rumah, menghampiri dua batu nisan yang akhir-akhir ini selalu dikunjunginya.

Tapi langkahnya terhenti kala melihat sosok mungil didepan dua batu nisan tersebut, sontak ia melangkahkan kakinya cepat menuju sosok tersebut.

Ia langsung menarik sosok tersebut sedikit menjauh dari kedua batu nisan tersebut, membuat nya terkejut ketika ditarik langsung oleh Eiji.

Dirasanya jauh, Eiji menatap tajam sosok dibawahnya dengan pandangan bertanya-tanya. Sementara sosok tersebut hanya menundukkan kepalanya.

"Kenapa kau kesana, Rena?" Tanyanya penuh penekanan, membuat sosok yang dipanggil menelan ludahnya gugup.

"A-aku..."

"Tatap orangnya jika sedang berbicara."

Rena berjengit kaget mendengar penuturan Eiji dengan nada dinginnya, membuat bulu kuduknya meremang.

Ah sial, ia menyesal sekarang karena terlalu penasaran dengan dua batu nisan tersebut, dan berakhir ketahuan oleh Eiji.

"A-aku...."

"Hn?"

"Aku penasaran..." Dengan nada yang terdengar sangat lirih, hingga tak terdengar oleh siapapun. Kecuali mereka yang punya telinga tajam, dan Eiji memilikinya.

"Untuk apa kau penasaran dengan kehidupan orang lain? Urusi dirimu sendiri." Ketus Eiji melangkah pergi menjauhi Rena.

"Sialan, aku semakin penasaran dengannya. Kalau saja sikapnya tidak kasar, pasti aku akan jatuh padanya"

"Ugh hey tidak-tidak, mau dia kasar atau tidak. Dia tetaplah Eiji dengan segala tingkahnya yang menyebalkan, bagaimana bisa ada manusia seperti dia??" Umpat Rena.

"Tapi jika diperhatikan lagi, Eiji terlihat seperti pria yang rapuh dibalik sikapnya yang menyebalkan itu."

Tak mau memusingkannya lagi, Rena memilih beranjak ke dalam villa.

SATU [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang