⚠️⚠️Buat yang sedang puasa diharapkan untuk membaca setelah berbuka puasa dan tarawih, author ga mau jadi penyebab dosa kalian ya karena beberapa chapter depan bakal ada banyak bumbu adegan dewasa. Ntah sedikit ntah banyak, jadi aku mohon ya untuk nurut.⚠️⚠️
Silahkan membaca
--&--
"Hoekk!!"
Pagi yang tak mengenakkan, tadi tiba-tiba ia terbangun dari tidur kala mendengar suara mual yang mengarah ke kamar mandi. Ia mendapati Eiji tengah mengeluarkan isi perutnya dengan wajah memucat, sudah setengah jam berlalu sejak Eiji masuk ke dalam kamar mandi dan membangunkannya dengan suara mual itu. Namun suaminya ini masih terus mengeluarkan isi perutnya, ia jadi kasihan.
"Apa kau makan sesuatu?"
Mata safirnya melirik hingga ke ekor matanya. Lalu menggeleng. Rasa mualnya kembali datang, dan ia kembali memuntahkannya. Meski sebenarnya itu sia-sia karena yang keluar hanyalah cairan bening, tapi perut dan kepalanya serasa berputar tak karuan.
"Aku akan panggilkan dokter." Rena Melepas tangannya yang berada di tengkuk Eiji lalu keluar dari kamar mandi dengan infus yang masih terpasang disana, ia menekan tombol telfon di rumah sakit dan diangkat langsung oleh Hiro. Beruntungnya Rena. "Hiro, bisa kemari? Eiji tiba-tiba muntah."
"Baiklah, aku akan segera kesana."
Telepon di tutup, Rena kembali lagi ke kamar mandi dan menekan lagi tengkuk Eiji berharap bisa mengurangi sakitnya. "Ugh.... Aku tidak kuat lagi." Keluh Eiji
Rena merasa iba dengan kondisi Eiji yang ia lihat sekarang, pria yang biasanya terlihat tegap dan tegas juga gagah kini tak berdaya dan pucat pasi. Ia mengambil tangan besar Eiji dan mengalungkannya di leher, juga membantu tubuh besar Eiji agar tetap seimbang. Ia membawanya kembali ke bankar dan menidurkan pria itu disana. Kasur yang seharusnya menjadi tempatnya untuk beristirahat.
"Tidak Rena, kau-"
"Kau sedang sakit, jadi tiduran saja dulu." Potong Rena dengan tegas yang membuat Eiji sementara ini tak bisa berkutik akibat sakit yang menyerangnya.
"Aku ingin puding..." Gumam Eiji tiba-tiba, Rena tentu mendengarnya hingga matanya melotot tak percaya. "Kau kan tak menyukai manis, Eiji."
Eiji menghendikkan bahunya. "Entahlah, aku ingin puding."
Hiro datang dengan jas dokternya yang sudah tersampir di bahu tanpa memakainya, stetoskop yang berada di lehernya kini ia lepaskan lalu menatap Eiji dengan pandangan yang mengejek. "Jadi tuan Watanabe, bisa kau jelaskan padaku apa yang tengah kau alami saat ini?"
Dengusan keras terdengar dari bibir Eiji. "Jangan panggil aku begitu."
Hiro tertawa kecil, ia memeriksa tubuh Eiji secara teliti. "Baiklah E-chan, bisa katakan padaku?"
Eiji mengangguk. "Perutku seperti berputar ke segala arah dan kepalaku pusing, rasanya ingin memuntahkan sesuatu tapi yang ku keluarkan hanyalah cairan bening. Dan sekarang aku tiba-tiba ingin puding.... Rasa alpukat manis."
Penjelasan gejala Eiji membuat gerakan tangannya berhenti, ia memposisikan tubuhnya kembali tegap dan menatap Eiji dengan penuh senyum. "Kau mengalami morning sickness dan mengidam di waktu bersamaan." Utar Hiro.
"Aku?"
"Ya, mungkin karena hormon kehamilan yang dialami oleh Rena membuatmu ikut merasakannya. Secara kan anak yang didalamnya adalah hasil pergulatan kalian berdua, tentu saja kau bisa merasakannya. Mungkin ini maksud dari istilah penyatuan dalam pernikahan."
KAMU SEDANG MEMBACA
SATU [END]
Fantasy🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞 "Jangan tinggalkan aku..." Rena yang sebelumnya hanya memiliki kehidupan yang cukup monoton di negara matahari terbit, kini dipenuhi dengan misteri dan petualangan antara hidup dan mati yang terus mendesaknya. Disamping itu, pemuda...