Sudah dua minggu lamanya kami tinggal di Indonesia, selama itu pula kami juga berusaha untuk menjalani kehidupan seperti biasa. Meski masih ada beberapa hal yang belum bisa membuat kami bangkit seutuhnya, atau bahkan mengendurkan waspada karena banyaknya vampire yang tidak kami ketahui berkeliaran di sekeliling kami.
Selama kami tidak memulai kecurigaan, kurasa para vampir itu takkan mengganggu kami.
Dan Eiji, suamiku yang ini benar-benar tak bisa jauh dari yang namanya kepopuleran. Namanya selalu terdengar di fakultas manapun di tempat kami menimba ilmu, karena beberapa prestasi yang terukir membuat nya kini dikenal dengan pangeran pintar sedingin es. Julukan itu terlalu panjang bagiku, tapi terserah mereka saja.
Semua orang mengenali ku sebagai Rena Anindya pramestha, bukan Nakamura Rena ataupun Watanabe Rena. Nakamura bagiku tak berlaku disini, tapi mereka akan menyerangku jika aku menggunakan nama Watanabe karena itu adalah marga Eiji. Pria itu kan jadi rebutan semua perempuan di kampus, aku hanya ingin cari aman saja.
Aku selalu bersama dengan Olie jika Eiji memang sedang sibuk, Olie adalah satu-satu nya orang yang kupercaya. Aku tak bisa percaya pada teman sekampus ku kecuali dia, karena aku tahu kalau mereka hanya memanfaatkan ku demi mendekati Eiji.
Tapi Olie tak tahu jika aku dan Eiji sudah menikah dan kini tinggal seatap.
"Hey Rena, habis ini lu mau pulang?" Olie kini sedang bersamaku di kantin, aku hanya mengangguk.
"Temenin gue bentar ya? Gue pengen beli alat tulis baru buat tugas nanti." Dan ya, aku hanya mengiyakan. Lupa dengan Eiji yang berjanji akan menjemputku.
Dan disini lah sekarang, di mall bagian alat tulis. Aku benar-benar tak habis pikir, membeli alat tulis baru saja kenapa sampai harus ke mall? Toko alat tulis kan ada.
"Ayooo...."
Olie mirip dengan Akari, sama-sama penggila belajar dan selalu bekerja keras. Dia juga penggila anime sama sepertiku, jadi aku menemukan teman yang satu frekuensi denganku.
"Rena, mending ini atau ini?"
Aku lamat-lamat memperhatikan dua benda yang dipegang Olie, dua-duanya hampir sama sih. Tapi aku sadar disana ada aksesoris game yang sedang ramai diperbincangkan, dan game itu adalah game yang sedang kami mainkan. "Kiri lebih baik."
"Beneran? Gue juga ngerasa kiri lebih bagus, oke deh."
Setelah membayar, aku terkejut dengan sosok didepanku yang kini menatap tajam. Bahkan wajahnya begitu dingin hingga rasanya aku mau mati rasa.
"Kenapa tak menghubungiku?"
Mampus kau Rena.
"Loh? Eiji? Lo ngapain disini?"
Aduh, habislah.
"Menjemput seseorang yang nakal." Dia melirikku sambil menyeringai, sialan habislah aku.
Olie yang dasarnya emang ga peka, dia hanya manggut-manggut. "Kalau gitu gue pulang dulu ya, Abang gw dah didepan soalnya, Lo gapapa gue tinggal na?"
"Iya gapapa, udah sonoh nanti Abang mu ngamuk."
"Oke, nanti kabarin ya kalau Lo dah Sampe rumah." Aku hanya mengangguk, lalu Olie meninggalkan kami berdua dengan suasana yang begitu canggung bagiku.
Dan Eiji, tanpa aba-aba langsung menarik tanganku ke parkiran bawah tanah. Dimana dia memarkirkan mobilnya, memaksaku untuk masuk di samping kursi pengemudi sementara dia duduk di kursi setir sambil menyalakan mobil.
"Maaf.... Olie memaksaku tadi."
Dan pria itu tak bergeming, membuatku semakin takut. Dan aku hanya bisa diam memandang luar Jakarta disaat Eiji sendiri pasti sedang marah, ya baiklah salah ku juga karena ga bilang sama dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
SATU [END]
Fantasy🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞 "Jangan tinggalkan aku..." Rena yang sebelumnya hanya memiliki kehidupan yang cukup monoton di negara matahari terbit, kini dipenuhi dengan misteri dan petualangan antara hidup dan mati yang terus mendesaknya. Disamping itu, pemuda...