Jangan tanya mengapa di jam delapan pagi, Dita sudah berhadapan dengan pintu Taeyong. Sebab ia saja tidak tahu menahu asal dorongan yang mendesaknya pagi-pagi membuatkan pancake hingga mengantarkannya ke tetangga sebelah.
Telapak tangannya nyaris membeku. Bukan angin musim semi penyebabnya, melainkan grogi yang bikin jarinya tremor hebat saat menekan nomor kombinasi. Nomor yang ia rapalkan berulang kali di balik selimut. Bahkan semalam saja ia sulit memejam gara-gara khawatir lupa password pintu rumah Taeyong serta pergolakan batin antara peduli atau tidak. Oh, tidak ketinggalan juga lelucon Johnny. Lebih membuatnya ngeri dan berhasil meruwetkan neuron.
Dita serius bakal bikin perhitungan kepada pemuda itu kalau terbukti ucapannya cuma bualan. Walau sebenarnya ia tak yakin memiliki keberanian lebih untuk melabrak pemuda setinggi enam kaki tersebut jika berdiri di sampingnya saja Dita sudah minder duluan.
Suara perangkat canggih itu terdengar keras, menyentak kesadaran Dita kembali ke tempat alasan ia berdiri di sana. Mendorong pintu pelan. Lebih dulu kepala mengintip. Membaca situasi sebentar sebelum membawa kaki kanannya masuk, selanjutnya kiri dan badan.
Konyol mengendap-endap seperti maling dan baru Dita sadari itu setelah aksinya menempuh seperempat ruang tamu. Dia hanya sedang antisipasi saja walau sebenarnya tidak perlu karena sejatinya ia datang ke rumah Taeyong tak lain dan bukan bertemu dengan pemuda itu. Hanya saja takut dan bingung mau memulai obrolan pasca tragedi perpustakaan yang bikin Dita ragu untuk berurusan dengannya.
Terlanjur menapaki lantai rumah Taeyong, Dita tak mungkin mundur. Bukankah masalah akan lebih baik diselesaikan secepatnya sebelum melebar ke mana-mana dan menyulitkan Dita ke depannya.
Meluncur ke dapur dalam langkah lebih biasa, ia menyiapkan piring dan alat makan. Memang tidak sopan menyentuh barang orang lain tanpa izin empunya. Mau bagaimana lagi, ia masuk pun sudah tidak sopan. Kenapa musti memikirkan sungkan.
Pancake buatannya sudah terhidang estetik di meja. Beserta segelas jus instan yang ia temukan di kulkas. Dita kagum dengan isi kulkas Taeyong yang lengkap, menandakan Taeyong adalah pemuda yang mampu merawat diri dengan baik. Termasuk rumahnya yang bersih, bukankah keren seorang laki-laki remaja yang tinggal sendirian, mampu menjaga kerapian rumah. Kadangkala tak habis pikir, seorang Taeyong punya sisi positif. Dita sepertinya harus menyiapkan sedini mungkin kejutan-kejutan pada pemuda berandal itu yang mungkin masih memiliki rahasia lain yang bakal lebih menakjubkan Dita.
Sarapan sudah siap, tinggal menunggu Taeyong muncul. Menit berlalu dalam ketidaksabaran. Dua jam lagi dia punya jadwal mengajar, kalau menunggu lebih lama, Dita tak punya waktu banyak untuk berbicara dengan Taeyong. Sudah bulat putusnya, dia bakal mengunjungi kamar Taeyong.
Sebenarnya Dita tidak mengenal seluk beluk rumah Taeyong. Menjelajahi setiap ruangan tidaklah lama, ia pasti bakal menemukan kamar Taeyong lebih cepat.
Sebuah tangga melingkar jadi yang terakhir, kakinya lebih mantap menginjak bilah kayunya satu per satu dan pada ujungnya beberapa ruangan transparan dengan dinding kaca yang pertama dilihat di lantai dua tersebut. Membelok ia menemukan pintu kayu dengan coretan cat bertuliskan, Masuk tanpa ketuk, mati!
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetangga Menyebalkan 🔚
FanfictionBertetangga dengan Taeyong, harus menyetok persediaan sabar banyak-banyak. pasalnya pemuda itu sering mengadakan pesta sampai pagi buta di akhir pekan, membuat Dita yang suka kedamaian menangis meratapi insomnia. Kalau ada award orang tersabar di du...