tiga puluh enam

992 170 23
                                    

Ini sangat-sangat buruk!

Mau berusaha bagaimana lagi, negoisasi saja mental dari telinga. Apalagi melawan tarikan pemuda berandal itu dan mengikatnya di pilar, Dita jelas kalah telak.

Seseorang meletakkan apel di kepalanya, menambah daftar pikiran negatif. Belum lagi saat mata Jimin yang sipit, makin tak terlihat saat ia menentukan arah bidikannya dengan teliti.

Berada di bawah tatapan antusias puluhan pasang mata, Dita pikir orang-orang ini bersemangat hanya untuk menunggu kapan ajal Dita akan tiba.

"Jimin-ssi," Dita merintih. Matanya mulai mengembun. "Je-bal."

"Tenanglah, aku jago dalam hal ini."

Hanya sepersekian saja lesatan panah dart, Dita menjerit. Refleks memejam ketakutan.

Sebaliknya, Jimin menatap kecewa hasil bidikannya. Alih-alih di apel, lemparannya justru menancap satu senti di sisi rungu Dita.

"Kau, ck. Gara-gara teriakanmu, lemparanku gagal." Menyalahkan Dita, Jimin makin muak melihat gadis itu menangis.

"Aish! Joon, kasih tamu kita minum. Biar tenang."

Gelas bir terangkat. Pemuda yang bernama Joon itu memamerkan senyum timpang meremehkan. Mencengkeram dagu Dita guna diangkat lurus, supaya mudah mencekokinya, nyatanya perlawanan Dita yang menggeleng kuat sedikit merepotkan.

Satu tamparan mendarat mulus di pipi. Menyakitkan sekaligus menghentikan perlawanan, tinggal pasrah pada si pelaku kekerasan mau diapakan. Dita bahkan membiarkan tenggorokannya tersedak bir yang panas menuruni lambung dalam jumlah banyak, sampai meluap membasahi seragamnya yang kusut masai.

Melihat mangsa tak berdaya, kekeh meluncur arogan dari bibir Jimin. Ia menyuruh Joon untuk meletakkan kembali apel di atas kepala Dita, baru menyingkir.

Bidikan kedua diarahkan dan selalu saja bagian kecil menggagalkan kesenangan Jimin. Entah itu apel yang jatuh menggelinding sendiri, akibat kepala Dita yang sudah tak sanggup menahan bobot-terkulai di salah satu sisi bahu. Entah itu karena kemampuan payah Jimin yang nyatanya tak sebaik sesumbarnya. Konsekuensi terpaksa Dita terima, berulang kali hukuman bir terpaksa Dita tenggak dalam kuantitas makin banyak.

Jimin mendesah dongkol. "Kau ini bisa tidak, sih berhenti bikin aku marah."

Tentu saja Dita tidak mampu menjawab, ia terlalu lemah dan sudah kehilangan hampir seratus persen kesadarannya.

Lagi-lagi mendesah, Jimin menurunkan anak panahnya dan berucap, "ini kurang menantang. Tolong ambilkan pistol kesayanganku."

Seseorang datang membawakan Jimin pistol semi otomatis yang ia temukan mudah di pasar gelap. Sedikit mengelus larasnya sebentar, barulah dengan mantap mengongkang slide membuat peluru terdorong ke atas, ke kamar peluru. Lantas menggenggamnya profesional seakan ia memiliki bakat penembak jitu. Mengarahkannya pada titik merah papan dart menggantikan apel yang tak becus menetap di kepala Dita.

Tinggal menekan tuas, peluru akan meledak dan meluncur menembus udara. Kenyataannya setengah jalan rencana tidak semulus ekspektasi Jimin. Seseorang di antara spiral kerumunan berteriak, menggagalkan rencana sempurna Jimin.

"HENTIKAN!"

Praktis Jimin menurunkan pistol dan memeriksa satu-satu sekeliling dengan sorot ancaman tak main-main.

"HENTIKAN! Kumohon hentikan!" Ternyata suara milik seorang gadis asing bercampur tangis, sekali lagi dilantangkan kuat-kuat dan Jimin langsung menemukannya pada baris kedua. Pada aksi selanjutnya, sebuah tarikan perlindungan seorang pemuda di sampingnya pada si gadis yang diincar Jimin. Seketika meringis senang setelah tahu siapa pemuda yang bersama gadis itu.

Tetangga Menyebalkan 🔚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang