Nyaris selalu, acap kali hati sedang buruk, ada saja rentetan pengalaman tidak menyenangkan membuntut. Kali ini dompet tidak Dita temukan di mana-mana saat ia berhadapan dengan mesin scanner sewaktu akan membayar.
Bahkan sampai menjelma menjadi sirkus dadakan. Praktis ditonton seisi bus, terutama di bawah tatapan tajam Pak Sopir. Lupakan malu, ia mengubek tas di posisinya jongkok, menggeledah setiap kantong saku seragam yang ia kenakan, sampai menghalangi seorang siswa lain yang sabar menunggu giliran masuk. Setengah hati tidak kesal, mengenai keinginan duduk nyaman tertunda dan mencoba memahami orang di depannya sedang kesulitan.
"Pali, kau menghambat waktu." Teguran si sopir mendongakkan Dita yang sudah teramat frustrasi. Hampir di ambang pintu kerapuhannya. Akhirnya memutuskan menyerah saja mencari dompetnya yang raib.
Ide meminjam kartu T-Money dari salah seorang yang dikenalnya—teman Jinny—tidak jadi, ketika sirkuit otaknya baru saja mengingatkan bahwa dompetnya berada di laci meja, tertinggal murni keteledoran Dita sendiri.
Buru-buru menaikan ritsleting tas. Mencangklongnya kembali sebelum akhirnya membungkuk sangat dalam, bentuk penyesalan sedalam-dalamnya lantaran telah menguras sia-sia waktu seluruh penumpang dan juga sopir oleh tingkahnya yang menjengkelkan.
Bus meninggalkan Dita, seperti seorang pacar yang baru jadian tega mencampakkan kekasihnya di pinggir jalan. Sadis penggambarannya, tapi memang begitu rasa sakitnya. Setara mendengar Yanan mengambil peranan seorang pangeran.
Terpaksa menempuh jarak ratusan langkah lagi untuk mendapatkan kembali dompet dan pasrah menunda meniduri ranjang yang sangat ia rindukan di awal waktu.
Jalan sempoyongan, percis mayat hidup patah hati. Tunggu, memang ada mayat hidup patah hati? Jiwa saja tidak punya, apalagi perasaan. Jangan lagi menambah beban pikiran! Hatinya membentak otaknya yang lancang memikirkan hal tidak berguna. Pikiran yang ditegur hati Dita sepakat, untuk tidak memikirkan apa-apa. Lelah bukan tentang fisik saja, melainkan juga hatinya. Jadi, menjadi mayat hidup—yang tidak punya beban hidup—sementara, adalah solusi tepat.
Ketinggalan dompet ternyata bukan kesialan terakhir, melainkan masalah lebih besar lain baru saja nongol di seperempat jalan yang baru ditempuh Dita. Berwujud dua pria dewasa—satu plontos lainnya gondrong —juga berjalan sempoyongan, tapi lebih parah dari Dita. Efek mabuk. Muka sangar bekas luka, berpakaian berantakan dan serba hitam, berjalan mendekat, membunyikan alarm di kepala Dita untuk putar balik.
Ia mengambil ponsel di saku jaket. Nama pertama yang melintas adalah Yanan, sehingga jarinya otomatis mencari nama Yanan di daftar kontak.
Ayolah! Mohonnya supaya Yanan segera mengangkat panggilannya. Sedetik saja krusial, Dita tidak bisa menunggu lama, bahkan lima detik. Ponselnya di telinga terlanjur berpindah tangan. Sedetik setelahnya sadar dalam lengkingan panjang. Dua pria mencurigakan itu mengepungnya dalam seringai menakutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetangga Menyebalkan 🔚
FanficBertetangga dengan Taeyong, harus menyetok persediaan sabar banyak-banyak. pasalnya pemuda itu sering mengadakan pesta sampai pagi buta di akhir pekan, membuat Dita yang suka kedamaian menangis meratapi insomnia. Kalau ada award orang tersabar di du...