tiga puluh delapan

894 166 33
                                    


"Hei, dude. Apa gak sebaiknya kau ke rumah sakit?!" Johnny yang sedang membuka pintu mobil bagian belakang memberi saran pada Taeyong yang sibuk mengangkat Dita keluar.

"Kau gak nawarin aku juga?" Mark yang duduk di jok depan sambil memegangi wajah bengkaknya dalam ringisan tak main-main, menukas. Bisa dibilang di antara Johnny, Taeyong dan Haechan yang sedang mendengkur di jok paling belakang, luka-luka Mark lebih parah. Dia memang paling payah dalam hal bela diri.

Johnny saja sepanjang jalan berusaha untuk tidak terbahak karena baginya Mark lebih jelek dari pantat kingkong, nyatanya ia gagal. Alhasil sepanjang jalan, lebih banyak suara tawa Johnny ketimbang rintihan Mark.

"Kau? Aku panggilkan tukang akupuntur saja ke rumah."

"Kau emang beneran bajingan!"

Johnny terkekeh. "Canda, iya kita mampir ke klinik. Baru aku antar kalian pulang. Astaga aku mengurusi dua bayi."

"Nasibku gimana, nih. Pulang pasti dihajar Eomma kalau tahu aku berantem lagi. Terus besok masih ujian lagi, masa bolos," keluh Mark.

"Nanti aku bantu kasih alasan kau baru saja dipalak preman, terus kau dihajar habis-habisan karena gak mau berantem."

"Lumayanlah alasannya." Meskipun Eomma-nya tak bakal percaya begitu saja karena Mark sering bohong, setidaknya ada Johnny yang bisa jadi teman dipukuli bareng.

"Hentikan keluhanmu, bantu aku buka pintunya!"

Johnny terkejut, tahu-tahu Taeyong berteriak dari depan pintu rumahnya. Johnny bergegas mengambil tas Dita di mobil, lantas melangkahi anak-anak tangga untuk tiba di sisi Taeyong yang kelihatan sudah sangat kelelahan. Terbukti keringat dan wajah pucat membingkai wajah.

Buru-buru Johnny mengetikkan password rumah Taeyong. Membuka pintu lebar-lebar supaya Taeyong mudah masuk.

Sesekali Taeyong harus menghentikan langkah, demi mengubah posisi gendong yang melorot. Kasihan Johnny yang melihatnya kaki Taeyong sedikit tremor. Ia inisiatif menolong. "Gimana kalau gantian aku yang bawa Dita ke atas. Kayaknya kau udah kecapaian."

Namun inisiatif Johnny ditanggapi dengan dingin. Lanjut naik meski kepayahan dan Johnny butuh hela napas untuk tidak memukul kepala Taeyong saking batunya kepalanya.

Meski kesal, Johnny tetap berjaga-jaga di belakang biar nanti kalau Taeyong jatuh, ia bisa gerak cepat menadah Taeyong atau Dita.

Johnny melangkah sabar setiap anak tangga yang dilewati bisa Johnny hitung sedetik. Bisa semenit habis jalan layaknya tua bangka. Hingga akhirnya pintu kamar Taeyong tinggal sehasta dari tubuh. Johnny menghela napas syukur, asumsinya yang buruk tidak terjadi. Dan mereka sampai dengan selamat tanpa insiden.

"Kau yakin mau nidurin Dita di kamarmu?" Lengkap dengan pelototan ngeri, Taeyong tak peduli justru membentak.

"Cepat buka!"

Bisa dibilang, Johnny agak was-was begitu Taeyong meminta Johnny memberhentikan mobil di rumah Taeyong tadi dan bukan di rumah Dita. Makin was-was lagi mendengar Taeyong membuka pintu kamarnya. Kalian pasti satu pemikiran dengan Johnny.

Namun langsung ditepis, dengan suara keras campur lelah Taeyong. "Aku bukan bajingan yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan?!"

"Maaf!" Johnny cepat-cepat meralat. Meskipun brengsek dan suka mematahkan hati banyak gadis, Taeyong bukan tipe yang suka Netflix dan Chill dengan sembarang gadis. Sekalipun bahkan belum pernah.

Lantas Johnny ungkit cepat-cepat handel pintu supaya Taeyong segera menidurkan Dita dengan pelan.

Di bawah pengawasan Johnny, pemuda itu mulai melepas sepatu dan kaos kaki Dita lalu meletakkannya di sudut kamar dengan penataan rapi. Membuka blus almamaternya pelan-pelan yang basah bir. Kemudian dasi dan satu kancing teratas dibuka demi sirkulasi udara supaya tidur lebih nyaman.

Tetangga Menyebalkan 🔚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang