empat puluh

1K 160 50
                                    

Ada beberapa hal yang perlu Dita tekankan disini:

1. Mereka baru saja berciuman.

2. Dita muntah. Yang entah harus Dita syukuri karena dengan begitu ciuman mereka lepas atau menyesal karena telah mengotori selimut pemuda itu dan membuat Taeyong membersihkannya.

3. Taeyong yang kerepotan memapah Dita ke wastafel kamar mandi milik pemuda itu dan memijit pangkal lehernya untuk memuntahkan segalanya yang tersisa sampai tuntas.

4. Taeyong yang meminjamkan Dita kaos hitam miliknya ketika kemeja Dita kotor dari bekas muntah dan melekat kebesaran di tubuhnya.

5. Selagi pemuda itu pergi ke dapur untuk membuatkan sarapan yang sudah sangat terlambat, Dita beristirahat sembari menjelajahi kamar pemuda itu yang luar biasa unik lewat mata. Ada akuarium di sudut. Taeyong memelihara sejumlah ikan beserta koral-koralnya. Grafity di tembok sisi lain. Sepatu, topi, serta koleksi bajunya yang banyak dan brandid di walking closetnya yang vintage.

6. Dita dilanda galau berat. Bukan hanya tentang melewatkan ujian hari itu. Melainkan lebih buruk lagi. Kejujuran perasannya secara spontan. Betapa bodohnya Dita, tidak dapat mengendalikan diri. Tapi mau bagaimana lagi Taeyong telah menyentuh hatinya dengan tindakan nyata daripada kata-kata manis. Bukankah seorang wanita lebih tersentuh kepada laki-laki yang tidak banyak bualan dan menghargai yang bertanggungjawab secara eksplisit.

7. Apa lagi, ya ... Ah, ini yang paling paling bikin Dita sangat-sangat berdosa. Dia baru saja selingkuh dengan Taeyong.

Tepat ketika pintu kamar terbuka dan memunculkan si empunya yang telah berkaos dan membawa baki dengan satu tangan, Dita menangis hebat.

Taeyong sigap menaruh bakinya di meja lain dan mendekati Dita dengan seluruh cemasnya. Duduk di tepi ranjang.

"Oppa, aku berselingkuh dari Yanan."

Sejujurnya Taeyong bingung mau prihatin atau ingin tertawa miris lantaran wajah Dita terlalu menggemaskan untuk ukuran anak remaja, jika perasaan bersalah memukulnya telak. Karena terlalu gembira, ia jadi lupa fakta bahwa Dita bukan sepenuhnya milik Taeyong.

"Padahal ... Padahal ...." Dita tersendat-sendat. "Aku belum pernah berciuman dengan Yanan."

Ia menggaruk belakang telinga, bingung mau klarifikasi. "Ciuman tadi bukan pertama kali. Aku pernah menciummu sebelumnya di bus, setelah aku menyelamatkanmu dari preman. Sebelum kau berpacaran dengan Yanan." Bahkan menatap mata Dita saja tidak sanggup, Taeyong beneran malu dan merasa bersalah.

Mata Dita membulat berdenyar-denyar. Kaget bukan kepalang. Seketika pikirannya membuka laci ingatan tentang ucapan Taeyong yang ambigu. Sampai sekarang masih dipikirkan. Begitulah Dita, kalau ada hal yang mengganjal, selalu bakal ia ingat terus.

"Bibirmu semanis coklat."

Spontan membekap mulut dan ia kehilangan kemampuannya berbicara.

"Aku sungguh minta maaf. Waktu itu, waktu itu ...." Taeyong menelan ludah kesulitan. Kenapa ia jadi tulalit begini? Merasa bukan dirinya sekali yang biasanya mudah mengendalikan situasi, justru berhadapan dengan Dita, Taeyong kehilangan sebagian keberaniannya.

"Dengar!" Taeyong memberanikan diri menatap intens mata Dita. "Waktu itu adalah awal aku benar-benar melihatmu dan terpukau."

Dita mengedip, melongo, juga seperti orang tulalit.

"Aku rasa itu awal aku menyukaimu. Itu mengapa aku bertanya apakah kau menyukai Yanan sepulangnya kita berjalan kaki. Dan kau mengangguk, sejak saat itu aku tahu diri dan berusaha untuk tidak mengejarmu."

Tetangga Menyebalkan 🔚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang