B Side (28)

1.2K 154 28
                                    

Part ini kelanjutan untuk part 28. Khusus Soodam dan Jungwoo. Biar gak ada plot hole aja. Tapi sebenarnya gak ngaruh juga sih, karena cerita ini sebenarnya MCnya Taeyong dan Dita.

Bukan lagi marah, melainkan khawatir menguasai pikiran Soodam. Berlari kesetanan, tak peduli badannya menubruk siapa pun dan kaki nyaris kesandung. Bersimbah air mata bikin orang-orang tak jadi memarahi tingkah kurang ajar Soodam. Justru mereka yang ditabrak menaruh tanya dan iba. Selebihnya mereka kembali berjalan dan menganggap Soodam angin lewat saja.

Tiba di ruang kesehatan yang berada di lantai dua gedung sayap kanan, Soodam nyaris pingsan kehabisan napas. Demi Jungwoo, Soodam rela menurunkan ego dan ia siap berdamai dengan pemuda itu, sebab bagi Soodam keselamatan Jungwoo adalah segalanya ketimbang patah hatinya.

Namun yang menyambutnya jauh di luar ekspektasi. Justru seorang gadis, penyebab renggangnya hubungan mereka eksis di samping Jungwoo, begitu Soodam menyibak tirai penyekat di setiap ranjang.

Keduanya melotot terkejut, pun Soodam yang memergoki Jihan menyentuh kaki pemuda itu. Betapa menyesalnya Soodam, membiarkan dirinya peduli pada Jungwoo jika pada akhirnya ia harus merasakan sakit lebih parah.

Putar tungkai sedetik berikutnya, suara Jihan berteriak, "Tunggu!" Tapi Soodam sudah mematikan rasa empatinya. Tidak menyerah Jihan mengejar Soodam. Lebih cepat daripada gadis yang bersimbah air mata itu.

"Kubilang tunggu!" Jihan berhasil mencekal lengan Soodam dan menahannya tetap tinggal.

Soodam meronta. "Kau bisa lanjutkan kegiatan kalian, aku tidak akan mengganggu!"

Seketika itu Jungwoo turun dari ranjang, terpincang-pincang kakinya yang diperban mendekati Soodam.

"Dami, dia adik kandungku. Kumohon percayalah padaku." Wajah frustrasi itu sungguh kasihan sekali, tapi ketika mata hati terlanjur tertutup oleh api cemburu, Soodam tak bakal luluh segampang itu.

"Soodam-ah," panggil Jihan. "Kau tidak lihat muka kami mirip? Masih belum percaya?" Lanjutnya melihat dua kejora Soodam masih beku. "Apa perlu aku bawakan kartu keluarga biar kau berhenti salah paham?  Masih belum percaya?"

Jihan lantas mengeluarkan ponselnya, mengotak-atik sebentar sebelum menunjukkan sebuah foto pada Soodam. "Ini foto keluarga kami di hari Chuseok tahun lalu, lihat!"

Disodorkanlah paksa, tentu Soodam mau tak mau melihatnya. Lengkap orang tua Jungwoo duduk di tepi rumah tradisional beserta Jihan dan Jungwoo mengapit di belakangnya harmonis penuh tawa, memakai hanbok warna-warni. Logika Soodam seketika bekerja waras. Semburat merah memulas sepanjang wajah. Ia melirik pelan Jihan sebelum berakhir menatap Jungwoo. Malu luar biasa sempat pendek akal.

Pergi saja barangkali. Sementara menyembuhkan malunya dulu, tapi Jihan lebih cepat bereaksi. Menyentuh pundak Soodam memaksanya menatap Jihan.

"Eonie, hubunganku dengan Jungwoo Oppa, memang sengaja aku minta sembunyikan. Karena aku tak ingin di hari pertama aku masuk SMA aku tak memiliki teman hanya karena aku adik Jungwoo si brengsek ini. Jadi, kuharap kau mau memaafkanku dan Oppa, ya?"

Soodam mengangguk saja. Tak ada kata yang terlontar, malunya belum habis-habis.

"Kau tenang saja, aku mendukungmu berpacaran dengan Jungwoo Oppa karena selain cantik, kau juga membawa pengaruh baik bagi Oppa. Jika Oppa menyakitimu dan selingkuh, aku akan membuatnya menyesal."

"Yaa, mending kau pergi sekarang, deh!" Jungwoo yang sabarnya habis atas kecerewetan adiknya, menjinjing kerah belakang Jihan layaknya kucing. Serta merta mendorong gadis itu keluar, bersamaan dengan protes adiknya yang kian mengecil saja.

Jungwoo kembali ke hadapan Soodam. Garuk kepala bagian belakang sepintas. Tak tahu memulai obrolan. Sebab canggung akibat pertengkaran mereka terakhir kali. 

"Dami ...."

"Kata Haechan kau berniat bunuh diri!" sambar Soodam sekilat kereta cepat. "Kau terjatuh dari lantai tiga, kepalamu berdarah dan amnesia, tapi kenapa kau masih hidup?!"

Haechan sialan, kutuk pemuda itu membatin.

Meskipun kalimat terakhir Soodam bikin gondok karena secara tak langsung mengatainya mati, Jungwoo berusaha untuk sabar.

Pemuda itu mendekati Soodam langsung memegang pundaknya, menunduk kecil. Membawa Soodam menatap lurus ke arahnya. "Dami," katanya lembut. "Lihat, aku baik-baik saja. Aku hanya terpeleset di kamar mandi. Haechan cuma melebih-lebihkan."

"Benarkah?!" Langusng gadis itu melihat kaki Jungwoo dan cuma itu luka yang ada.

Sekali angguk dari Jungwoo bikin linangan air mata bermuara deras, Soodam menangis sesenggukan. Ia lelah dan membungkuk atas pelepasan beban dari aksinya berlari kesetanan serta beban hatinya.

"Hei, kau tidak apa-apa?!" Jungwoo panik. "Mana yang sakit!" Pemuda itu lantas berjongkok, mengecek sepanjang lutut dan tangan, kalau-kalau Soodam terluka. "Aku bersumpah akan membuat Haechan menyesal."

Soodam menggeleng. "Mianhe, Oppa. Gara-gara aku yang kekanak-kanakan, kau pasti kesusahan bukan? Seandainya aku mendengarkanmu dan tidak cemburu buta, kau tidak harus mabuk-mabukan dan terpeleset begini."

"Aish! Kau bicara apa? Salahku juga kenapa aku tidak berusaha keras membuatmu percaya."

Soodam praktis memeluk Junwoo dan menangis di bahunya. "Maafkan aku!"

"Hei, iya ya. Aku maafkan, tapi jangan menangis lagi, ya. Aku beliin es krim kalau kau berhenti menangis."

"Gak mau. Maunya kencan denganmu."

Jungwoo tertawa renyah hingga gigi kelincinya keliatan, akhirnya lepas beban setelah beberapa hari ini hidupnya kacau balau oleh kesalahpahaman cinta. Ia melepas Soodam. Tangannya aktif mengelap pipi basah itu lembut lantas berkata. "Baiklah, kita kencan. Tujuh hari tujuh malam kalau perlu."

Soodam tertawa cekikikan, dua ceruk cacat muncul saking bahagianya dia. "Jangan berlebihan."

"Asal kau bahagia, kenapa tidak?"

"Ya, ya Tuan Penggombal telah kembali!"

"Sungguh." Jungwoo menatap serius Soodam dalam. "Aku tidak bakal menyakitimu lagi. Rasanya sakit membuat orang yang kucintai menangis karena aku.  Sama halnya aku telah ingkar janji, bukankah aku sudah menjadi seorang pecundang?"

"Salahku, bukan salahmu. Jadi, jangan lagi menyalahkan dirimu. Kita lupakan hal tidak menyenangkan itu, ya dan kita belajar lebih untuk saling memahami."

Selain cantik dan imut, Jungwoo amat bersyukur mendapatkan seorang gadis yang amat baik hatinya. Tidak banyak menuntut ini itu yang mengancam kebebasannya serta selalu mengerti keadaan dirinya, meski begitu Jungwoo akan berusaha membahagiakan Soodam dengan seluruh apa yang ia punya sekarang.

"Terima kasih. Terima kasih banyak kau sudah hadir dalam hidupku."

Soodam tersenyum malu-malu. "Sama-sama."


Tetangga Menyebalkan 🔚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang