dua puluh sembilan

1.3K 198 52
                                    

"Aku ingin bicara!"

Presensi Seulgi jadi hal mengejutkan. Mencegat Dita yang hendak masuk ke studio tari.

Lainnya pasang mimik waspada. Denise yang pemberani, menentang keinginan gadis yang membawa aura ketegangan tersebut. "Bicaralah di sini."

Seulgi melirik Denise beserta Lea, Jinny, dan Soodam; timbul seringai remeh. "Aku tidak ada kepentingan dengan kalian, selain dengan Dita."

"Mau di mana?" Dita menengahi, menimbulkan reaksi kejut untuk keempat sahabatnya, terlebih Denise yang berbisik menentang.

"Bagaimana kalau dia melakukan hal buruk padamu?!"

Asumsi buruk Denise bukan tidak berdasar, ancaman di studio tari beberapa waktu lalu jadi alasan mengapa Denise tak ingin Dita berurusan dengan Seulgi. Ya, mereka tahu fakta itu dari Dita dan ia dapatkan dari Taeyong langsung ketika mereka sarapan bersama lusa kemarin.

"Tidak apa-apa Denise."

Sebelum Denise mencegah Dita dengan banyak protes, Dita sudah lebih dulu menarik Seulgi. Menyeretnya setengah berlari menjauh. Sahabatnya melongo campur kesal, menyaksikan aksi nekat Dita, alih-alih menuruti nasihat mereka. Geleng-geleng kepala tak habis pikir.

Sepanjang jalan, Seulgi memberontak tarikan tangan Dita. Dita kuat menahan diri, sampai rontaan Seulgi terlalu keras hingga Dita tidak sanggup menahannya lagi dan melepasnya tepat ketika mereka menginjak tikungan lorong tersebut.

"Kau pikir aku binatang! Kurang ajar sekali menyeretku kasar seperti itu!"

Dita cuma menghela napas sabar. Dia bahkan tidak bermaksud menyiksa Seulgi, hanya saja tak ingin sahabat-sahabatnya ikut campur yang bakal menyulitkan dirinya dan Seulgi dalam hal menyelesaikan masalah secara pribadi. Maklum keempatnya mudah terbakar emosi, apabila tidak sejalan dengan pikiran mereka.

"Aku minta maaf. Bukankah kau ingin bicara berdua, makanya aku mengajakmu kemari agar teman-temanku tidak merecoki." Dita mempersingkat waktu dan mengarahkan pembicaraan pada tujuan Seulgi.

Seringai remeh itu kembali menampakkan diri, Seulgi tidak percaya gadis di depannya terlihat terlalu percaya diri.

Sambil menyilangkan lengan di dada, Seulgi membuka mulut. "Yaa, aku cuma mau bilang kau gadis murahan."

Tidak ada tamparan mendarat di pipi Seulgi, pun dengan wajah sedih dibuat-buat. Mimik Dita masih saja bingung. Apa gadis ini memang kelewat bodoh, sampai-sampai tidak bisa menebak ke arah mana caci maki Seulgi menjurus ke mana.

"Tidak mengerti juga?" Seulgi naik pitam, ia bahkan menunjuk-nunjuk wajah Dita kasar.

"Apa belum puas kau memiliki Yanan, sampai kau mengincar Taeyong segala? Sepertinya ancamanku tempo hari, tidak membuatmu kapok, baiklah biar kuperjelas secara langsung. Jauhi Taeyong, atau kau akan menerima akibatnya!"

Paru-paru Dita menyempit drastis, ia perlu menarik napas banyak-banyak untuk mencegah dirinya terperosok ke dalam sakit hati lebih dalam. Ia mengerti betul Seulgi marah kepadanya sebab cemburu, orang yang disukai Seulgi malah menyukai gadis lain dan perasaan itu wajar sekali dimiliki siapapun.

"Maaf, telah membuatmu marah, tapi apa yang bisa kulakukan kalau aku saja tidak bisa mengatur perasaan orang lain menyukaiku atau tidak. Asal kau tahu, aku menyukai Yanan dan sudah berpacaran dengannya, bagaimana aku bisa dengan tega menyakiti Yanan demi Taeyong yang tidak kusukai. Kau bisa bicarakan masalah perasaan kalian berdua. Karena masalahmu dengan Taeyong bukan denganku."

"Alasan! Aku yakin kau juga senang mengetahui bahwa Taeyong menyukaimu juga, kan?! Jangan jadi pembohong, katakan saja sejujurnya kau juga menyukainya, karena gadis manapun tidak mungkin tidak ada yang menyukainya."

Tetangga Menyebalkan 🔚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang