"Percuma tampan, kalau hobi mempermainkan wanita," sindir Yanan.
Sebentuk wajah tak percaya tampil di wajah Taeyong, lalu menyembur tawa dibuat-buat. "Wah, main drama bikin kau pandai bersilat lidah, ya?" Taeyong memangkas distansi, hanya tinggal seruas jari untuk benar-benar menempel.
Percobaan peringatan dari mulut, rupanya belum cukup ampuh. Dita terpaksa memisahkan fisik mereka, tapi kekuatannya yang tak seberapa tidak mempan pada dua tubuh menjulang di depannya. "Jangan berkelahi di depan umum!" Justru gadis itu yang kalah dan terdorong dua langkah.
"Kau tidak tahu apa-apa, lebih baik diam. Dan kayaknya kau perlu diberi sedikit pelajaran biar gak ngomong seenaknya."
"Mau pukul, ck! Beraninya main fisik. Benar, ya kata orang kalau orang bodoh selalu menyelesaikan masalah tidak dengan otaknya melainkan dengan kekerasan."
Merahlah wajah Taeyong, langsung mencengkeram kerah kemeja Yanan dan mendorongnya kasar tanpa melepaskan. Beberapa murid lewat berteriak dan menjadikan ajang itu tontonan. Serta balapan menyalakan alat perekam untuk konsumsi pemburu gosip.
Percuma saja Dita mendamaikan jika masing-masing telinga mereka bebal, maka tepat ketika ia menyerah, bus tumpangannya datang. Ragu menginvasi sebentar. Antara tetap tinggal untuk kembali berjuang memisahkan mereka, atau pulang karena jiwanya sudah lelah oleh labrakan Seulgi dan sekarang ditambah dua kelakuan pemuda ini yang seperti anak kecil, ranjang menjadi hal yang dipikirkan sekarang. Frustrasi, Dita putuskan untuk meninggalkan mereka. Naik bus dan pergi tanpa diketahui keduanya yang masih bersitegang. Saling dorong. Menarik kemeja sampai urakan. Dasi tergantung berantakan. Kancing blazer lepas. Tas terbuang asal. Keduanya sampai berguling dan saling menindih.
Siapa pula yang bakal berani memisahkan pentolan paling berpengaruh di sekolah yang berbuat. Lebih baik apatis, ketimbang kena getah.
"Stop! Stop!" Yanan berteriak di bawah tindihan Taeyong. Siklus pukulan mandek.
"Nyerah, heh!" Taeyong tertawa mengejek.
"Bukan, sialan! Tapi Dita! Kau tidak sadar dia tidak di sini?"
Seketika Taeyong bangkit dan memutar sendi lehernya beserta badan 360 derajat, tapi tak satupun di antara penonton menyempil Dita.
"Babi bodoh sialan!" umpatnya lantas.
Pukulan Taeyong tidak seberapa parah bersarang di wajah Yanan. Ia hanya mengeluarkan seperempat persen saja kekuatan ototnya karena sejak awal Taeyong memang tidak berniat berkelahi dengan Yanan, bahkan sampai berguling di jalanan.
Taeyong pun mengulurkan tangan, berniat membantu Yanan berdiri yang saat ini terlihat kehabisan napas menangkis serangan Taeyong sejak 10 menit yang lalu. Sayangnya ditepis kasar, ibarat seperti harga diri laki-laki bakal tercoreng kalau menerima bantuan musuh.
Sepintas berdecak, Taeyong justru inisiatif membantu Yanan tanpa mendengar protes pemuda itu. Sempurna berdiri, Yanan sontak menepis lengan Taeyong di lengannya segera. Beralih pada penonton dadakan, Taeyong menampar wajah mereka dengan delikan tajam.
Seketika ciut dan makin ciut tatkala Taeyong mengusir mereka. "Apa lihat-lihat! Pergi!!!" Sekali peringatan sudah cukup membubarkan kerumunan dalam sepersekian sekon saja.
Melihat Yanan merapikan pakaiannya yang awut-awutan di posisinya duduk, Taeyong mengambil duduk di bangku halte di samping Yanan. Tanpa berniat melakukan hal sama seperti Yanan, hanya menepuk debu di seragamnya hasil berguling-guling, pemuda itu justru memulai konversasi.
"Pacar macam apa yang membiarkan pacarnya digebukin orang lain?"
"Kau suka sekali memperkeruh air yang sudah tenang," singgung Yanan mulai kesal lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetangga Menyebalkan 🔚
Fiksi PenggemarBertetangga dengan Taeyong, harus menyetok persediaan sabar banyak-banyak. pasalnya pemuda itu sering mengadakan pesta sampai pagi buta di akhir pekan, membuat Dita yang suka kedamaian menangis meratapi insomnia. Kalau ada award orang tersabar di du...