tiga puluh empat

932 181 29
                                    

"Apa kau mencintai Seulgi?"

Patut diapresiasi keberanian Dita menyuarakan pikirannya karena ia mampu mengalahkan rasa takut demi sebuah pertanyaan yang menggelitik rasa keingintahuannya.

Jimin yang menyetir terbahak, ia menoleh sebentar pada Dita seakan ia tak percaya mendapat pertanyaan dari mangsa yang seharusnya takut padanya.

"Cinta? Buat apa cinta, jika kesenangan saja mudah aku dapatkan."

Seharusnya tidak perlu kaget pertanyaan itu keluar dari mulut Jimin yang Dita ketahui sifatnya dari Taeyong, tapi Dita masih saja terkejut pasalnya pemuda ini seperti memanfaatkan Seulgi demi kesenangannya saja.

"Apa kau tidak kasihan dengan Seulgi?"

"Kasihan? Dia sendiri yang datang kepadaku tanpa aku meminta. Tidak adil jika kau menghakimiku dengan pernyataanmu itu."

"Seulgi mencintaimu."

"Lantas aku harus apa? Membalasnya? Bullshit dengan cinta."

Sepertinya akan sulit menyakinkan musuh tentang arti cinta, tapi Dita tidak semudah itu menyerah.

"Seulgi rela meninggalkan Taeyong yang tulus mencintainya demi dirimu. Setidaknya hargai perasaannya. Bukan dengan mempermainkannya."

"Kau ini bodoh atau apa? Aku sudah bilang tadi, dia yang datang kepadaku tanpa aku meminta. Dia sendiri yang ambil resiko, jadi bukan urusanku jika dia tersakiti. Dan lagi, aku tidak suka rivalku disebut tanpa persetujuanku. Percayalah kau akan menyesal setelah melihatku marah."

Merinding ketika melihat kesinisan mencetak bibir penuh Jimin. Dita mengalihkan mata dan ia tak berani lagi membalas Jimin.

Sepi jadi sekat selama mobil bergerak di sisa perjalanan. Terasa lama bagi Dita yang resah memikirkan mau di bawa ke mana ia. Serta pertanyaan mengganjal lainnya. Apa dia akan selamat? Apakah ia masih bisa melihat matahari besok?

Sampai sebuah gudang terbengkalai jauh dari pemukiman menjadi tempat pemberhentian. Ilalang tumbuh muram di mana-mana. Hanya ada satu tiang lampu, itupun berkedip-kedip segan. Dita tidak mengenali tempat menakutkan itu.

Lewat jendela mobil, Dita melihat pintu akses satu-satunya gudang terbuka lebar, menimbulkan bising yang menyayat. Mobil Jimin melewatinya. Seseorang telah menunggunya di sana dan dia jugalah yang menutup kembali gerbang alumunium tersebut.

Jimin keluar pertama kali, menjangkau pintu Dita sebelum membukanya dan membantu Dita keluar. Sekadar mengekplorasi tempat itu saja, tidak sempat. Sebab Dita sudah lebih dulu dihantui banyak kejadian buruk yang bakal menimpanya.

"Akan aku tunjukkan pengalaman yang tidak akan kau lupakan seumur hidupmu."

"Tu-tunggu! Kita bisa bicarakan ini di sini, bukan?" Dita bernegosiasi. Sulit ternyata mengubah pikiran Jimin, justru pemuda itu menarik paksa Dita.  Menuruni sebuah tangga besi di sudut gudang.

"Hei, Ji—Jimin-ssi apa salahku padamu?" Dita makin panik ketika remang-remang cahya biru melahapnya dan di ujung sana, gema teriakan laki-laki bercampur dentum musik hard core, menipiskan optimisnya.

"Salahmu adalah kasihan pada orang yang justru jahat kepadamu."

Meskipun minim cahaya, tidak mengurangi ketajaman insting Jimin dalam menganalisis arti keterdiaman Dita bahwa gadis itu tidak mengerti ucapannya.

"Biar kuperjelas. Seulgi yang menyuruhku membawamu kemari."

"Ke—kenapa?" Lelehan butir pertama air mata jatuh. Di pertengahan tangga, Dita memaksa berhenti.

"Kau ingin tahu?" Jimin lantas tertawa. "Karena kau terlalu bodoh."

*****

"Oppa, bagaimana?" bisik Soodam kepada Jungwoo yang membawanya bersembunyi di balik ilalang rimbun. Gelisah memandang dari kejauhan gerbang gudang yang berkarat sana-sini yang baru saja menelan Lamborghini Jimin.

Tetangga Menyebalkan 🔚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang