"Aku tidak apa-apa. Sungguh. Untungnya ada Taeyong yang menyelamatkanku."
"Aku minta maaf, tidak segera datang."
"Tidak apa-apa. Kau tak perlu merasa bersalah."
"Sekarang kau di mana?"
Dari tempatnya duduk, Dita memanjangkan leher dan menemukan Taeyong di balik kaca transparan sedang membayar belanjaannya. "Di depan minimarket. Sedang bersama Taeyong. Ehm, Yanan aku boleh minta tolong?"
"Tentu saja. Aku senang jika bisa membantu."
"Kau masih di sekolah, kan?"
"Iya dan ingin menyusulmu."
"Kalau begitu, bisakah kau ambilkan dompetku sekalian di laciku. Dompetku ketinggalan di sana."
"Baiklah."
"Tidak perlu diambil." Itu bukan suara Dita. Ponselnya disambar cepat tanpa sempat Dita sadari sudah di telinga Taeyong. "Dita pulang bersamaku." Lantas menutupnya kasar. Ponselnya ia serahkan kembali pada pemiliknya.
Dita menekuk bibir saat menerima ponselnya. "Kenapa begitu? Bagaimana aku bisa naik bus kalau dompetnya tidak diambil?"
"Pu-lang ber-sama-ku." Taeyong bahkan mengejanya supaya gadis keras kepala itu berhenti membantah.
"Makanlah!" Cup ramen instan di tangan Taeyong, mendarat di meja, tepat di depan Dita. Berikut sebotol air mineral dan sekantong plastik, Taeyong mengangsurkannya bersanding dengan mereka. "Siapa tahu kau membutuhkannya."
Dita melongok isinya. Tisu basah, coklat batangan dan susu. Meski cara memberikannya terlalu kasar, Dita akui Taeyong pengertian sekali. Tahu yang sedang dibutuhkan Dita. Terbesit pikiran, apa pemuda itu juga seperhatian ini pada deretan mantan-mantannya.
Maksud Dita, ayolah Taeyong dengan titel buruknya, janggal bersikap sedemikian baiknya pada mereka, kalau pada akhirnya Taeyong campakkan. Dita sepertinya harus memukul kepalanya keras-keras, bagaimana ia dengan lancang menyilakan pemikiran bahwa ia diperlakukan sama baiknya dengan mantan-mantan pacar Taeyong. Padahal bisa jadi, kebaikan Taeyong semata-mata karena merasa bertanggung jawab sudah menyanggupi permintaan orang tua Dita dalam hal menjaga gadis itu. Dita tidak perlu berbesar kepala.
Membuka bungkus tisu basah, Dita gunakan selembar untuk mengelap wajah. Melirik sisanya, coklat adalah makanan terbaik andalan Dita setiap suasana hatinya memburuk. Susu teman yang pas untuk mengobati lidah terbakar dari pedas. Ia tidak sabar melahapnya dan akan ia tandaskan setelah ramennya masuk perut duluan.
Masih dengan mencebik, sewaktu hal penting mengetuk kepalanya. "Kau tidak mengizinkan Yanan mengambilkan dompetku. Tidak apa-apa kalau aku menggantinya besok?"
"Jadi, kau tidak jadi naik bus hanya untuk kembali mengambil dompetmu?" Taeyong menebak masalah gadis itu. Sebenarnya, itu hanya alibi saja supaya Yanan tak lagi dibawa-bawa. Sungguh telinga Taeyong risi mendengarnya.
"O, bagaimana kau bisa tahu," terkejut Dita.
"Aku berada di belakangmu. Dan tidak perlu dikembalikan." Melihat Dita mempersiapkan penolakan di ujung bibirnya, Taeyong menyambar cepat. "Habiskan, keburu dingin tidak enak," lantas menempatkan pantat pada satu-satunya kursi kosong di samping Dita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetangga Menyebalkan 🔚
FanfictionBertetangga dengan Taeyong, harus menyetok persediaan sabar banyak-banyak. pasalnya pemuda itu sering mengadakan pesta sampai pagi buta di akhir pekan, membuat Dita yang suka kedamaian menangis meratapi insomnia. Kalau ada award orang tersabar di du...