14. Kita berjuang bareng, oke?

3.2K 370 21
                                    

Dion berjalan dengan gontai menuju sebuah pemakaman umum dengan membawa dua bucket bunga di tangan kanannya. Sesampainya di sana, ia duduk bersimpuh di tengah-tengah makam kedua orangtuanya, yang sengaja di makamkan bersebelahan. Ia manaruh bunga tersebut dan mengusap kedua nisan tersebut bergantian.

"Ma, Pa, apa kabar? Maaf ya Dion jarang kesini, Bian juga gak ikut, dia masih sekolah."

"Kalian pasti udah ketemu ya, disana? Nanti kalau udah waktunya, kita kumpul lagi ya. Dion kangen sama kalian."

"Hidup ini berat ya, Ma. Apalagi gak ada kalian."

Dion menengadah, menahan air mata yang hampir saja terjatuh. Mungkin ini pertama kalinya, semenjak ia di tinggal kedua orang tuanya, ia menangis dan mengeluh seperti ini.

Dulu, saat sang Mama pergi, ia masih bisa bersandar kepada Papa. Tapi sekarang, saat Papanya juga ikut pergi, tidak ada lagi sandaran untuknya, yang ada ia menjadi sandaran untuk Bian. Ia selalu berusaha menjadi kuat, walau sebenarnya ia juga rapuh.

"Ma, sekarang adek udah besar, udah SMA. Tahun depan dia udah kuliah. Sebentar lagi Mas juga wisuda, Mas bakal jadi dokter."

"Mama masih inget, 'kan kalau adek itu mirip banget sama Mama. Mulai dari mata, hidung, bibir, sampai senyumnya juga mirip Mama."

"Pokoknya, semua yang ada sama adek itu jiplakan Mama banget, ya."

Dion terkekeh, mengusap air mata yang sedari ia tahan, akhirnya jatuh juga. "Tapi kenapa, Ma. Kenapa adek juga sakit kaya Mama."

Dion menunduk, ia sudah tidak bisa menahan tangisnya lagi. "Bian sakit, Ma. Dion harus gimana?" tanya Dion lirih disela isakannya.

"Sekarang Dion cuma punya Bian aja, Ma, Pa." sambungnya.

Dion memandang kedua makam itu secara bergantian. "Tolong jagain Bian dari sana, ya. Dion pamit dulu, nanti Dion kesini lagi sama Bian."

Dion pamit dari sana ketika langit terlihat mendung, bahkan semesta pun ikut merasakan kesedihan Dion.

•••

Bian merebahkan tubuhnya di sofa ruang tengahnya. Sepi, sepertinya kakaknya itu belum pulang. Satu jam yang lalu Dion mengirimkan pesan kepadanya bahwa ia akan pergi ke rumah sakit untuk mengambil hasil tes laboraturium miliknya. Sebenarnya, Dion menyuruh ia agar ikut ke rumah sakit, tapi Bian masih ada kegiatan di sekolah, jadi terpaksa Dion mengambilnya sendiri. Lagi pula, Bian malas jika harus kembali ke tempat itu.

Baru saja ia akan beranjak menuju kamar, tiba-tiba pintu apartemen itu terlihat terbuka. Ia segera berbalik dan berjalan kearah depan. Di sana terlihat Dion yang baru saja masuk, sedang melepas sepatunya.

"Mas, lo baru pulang dari rumah sakit?" tanyanya.

Dion hanya diam, menyelesaikan kegiatannya membuka sepatu.

"Mas?!!" panggil Bian lagi ketika sang kakak masih saja diam bahkan saat ia berjalan melewatinya.

Dion mendudukan dirinya di sofa, Bian mengikuti dibelakangnya.

"Lo darimana sih, kok bajunya kotor gitu." tanya Bian ketika ia baru menyadari bahwa celana dan juga baju Dion terlihat sedikit kotor, seperti terkena tanah.

Bian berdecak sebal ketika Dion masih saja diam.

"Berasa ngomong sama patung!" Bian kembali beranjak menuju kamarnya.

"Gue habis dari makam." jawab Dion.

Bian berbalik, 'jawab daritadi, kek!'

Ia kembali berjalan menghampiri Dion, "kok gak ajak gue sih, gue juga udah lama gak kesana."

Lil Brother | Haechan Doyoung✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang