44. Apapun buat lo, Bian!

2K 310 18
                                    

Hari telah berganti, sinar matahari yang masuk ke dalam salah satu ruangan itu membuat suhu di dalam sana terasa sedikit hangat. Namun, hal itu sama sekali tak mengusik tidur sang empunya kamar yang terlihat masih terlelap.

Dion duduk bersandar di samping ranjang sang adik yang masih setia memejamkan matanya, teritung sudah satu hari anak itu tertidur. Entah apa yang ia lakukan di dalam mimpinya itu, sehingga ia enggan untuk membuka matanya. Dokter mengatakan jika kondisi Bian memang terus menurun.

Mata lelah Dion yang hampir saja terpejam itu kembali terbuka ketika mendengar pintu ruang rawat sang adik terbuka, ia menatap sosok yang tengah berdiri di ambang pintu sembari tersenyum ke arahnya.

"Gimana keadaan Bian?"

Dion sedikit menggeser tubuhnya, agar orang itu lebih leluasa melihat keadaan sang adik.

"Masih sama, Jep." jawab Dion kepada orang itu yang ternyata adalah Jefri, sahabatnya.

Tadi malam Jefri memang menghubungi Dion, menanyakan perihal absennya sang sahabat di tempat kerja, ternyata Bian kembali collaps dan tentu saja Dion menemaninya. Akhirnya ia memutuskan untuk datang pagi ini.

"Sorry banget, ya. Dari kemarin gue gak ada kepikiran buat ngabarin lo ataupun Om Tio, gue panik banget denger Bian tiba-tiba pingsan."

"Gak apa-apa, Om Tio juga ngerti kok. Lagian kenapa Bian bisa sampai pingsan, sih? Bukannya kata lo kemarin itu Bian baru pulang dari Puncak?"

"Iya, dia pingsan pas perjalanan pulang. Kecapean kayanya."

Dion menghembuskan napas lelah, Jefri menatap sang sahabat dengan penuh tanda tanya. Ia dapat melilat gurat kesedihan di wajah Dion.

"Kenapa?" tanya Jefri.

"Hah, pusing banget gue."

"Istirahat dulu sana, biar gue yang jagain Bian. Hari ini gue free kok,"

"Bukan gitu, Jep."

"Terus?

"Bian harus segera dapat donor hati."

Jefri sedikit terkejut mendengar ucapan Dion , matanya beralih kembali menatap Bian yang memang terlihat sangat pucat. Tangannya bergerak pelan, mengusap punggung sahabat kecilnya itu, berharap dengan cara itu bisa sedikit menenangkan Dion.

Jefri sedikit meringis melihat betapa frustasinya Dion, ia tidak bisa membayangkan jika semua hal itu terjadi pada dirinya sendiri, mungkin Jefri sudah menyerah terlebih dahulu sebelum berperang.

"Gue mau donorin hati gue buat Bian, Jep." lirih Dion, namun Jefri masih bisa mendengarnya, sontak hal itu berhasil membuat Jefri terkejut.

"Dion, No!" sentak Jefri.

"Kenapa gak?!"

"Donor hati juga gak semudah itu, Dion!"

"Gak mudah gimana, gue kakaknya, udah pasti cocok. Lagian donor hati gak harus dari orang mati kok, orang sehat juga boleh."

"Ya, I know. Tapi gak semudah itu, walaupun saudara kandung juga belum tentu cocok, Dion. Lo gak boleh gegabah,"

"Donor juga bukan cuma sekedar kasih hati lo buat Bian aja dan lo berdua aman, semua pasti pasti ada resikonya, Dion." lanjut Jefri.

"Ya terus gue harus gimana, Jep. Adek gue, Jep, Bian—

Dion menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya. Ia lelah, selama ini ia selalu berusaha kuat menghadapi semuanya. Mungkin ini adalah puncak lelahnya, hatinya begitu sakit melihat adiknya terbaring lemah seperti ini.

Lil Brother | Haechan Doyoung✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang