Bian memandang langit malam yang gelap lewat balkon kamarnya. Berbeda dengan malam sebelumnya, langit malam ini tampak mendung sehingga bulan dan bintang yang biasanya menghiasi semesta itu tidak nampak sama sekali.
Ia menghela napas, entah sudah berapa kali ia melakukan hal yang sama. Bian masih mencoba berpikir dengan apa yang baru saja ia ketahui. Ia sakit, kenapa di saat ia berusaha menjadi tameng untuk kakaknya, ia malah di beri sakit seperti ini. Bian tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan sang kakak saat ini.
"Ma, Bian sakit. Kaya Mama," Bian berucap lirih sembari memandang langit diatas sana.
"Tapi Bian pengin sembuh, biar gak bikin Mas khawatir terus,"
"Maafin Bian, ya. Bian selalu bilang kalau Bian pengin ketemu sama Mama Papa. Bian selalu bilang kalau Bian pengin nyusul kalian, tapi sekarang Bian takut."
"Gimana kalau Bian beneran nyusul kalian, Bian gak bisa bayangin nanti Mas gimana, dia bakal hidup sendirian. Pasti Mas Dion takut, 'kan?"
Bian masih saja bermonolog sendiri, banyak sekali ke khawatiran yang Bian rasakan saat ini. Tanpa Bian sadari, Dion mendengarkan semua omongan sang adik dari balik pintu yang menghubungkan kamar Bian dengan balkonnya.
Adiknya memang seperti itu, banyak kesedihan yang ia rasakan, tapi ia memendam semuanya sendiri dan selalu bersikap tegar di hadapannya.
"Bian."
Bian menoleh, "hm."
"Udah malem, masuk. Nanti masuk angin lagi," ucap Dion santai, berlaga tidak tahu apa yang baru saja ia dengar.
"Sekarang bukan masuk angin lagi, Mas. Emang udah sakit." ceplos Bian asal.
"Ya makanya, udah tau sakit malah nongkrong di situ. Sini masuk!"
Bian menurut, ia berjalan menyusul sang kakak yang sudah berada di dalam kamarnya. Merebahkan tubuhnya di kasur empuk miliknya.
"Bian, lo mau kasih tau ini semua sama temen-temen lo, 'kan?" tanya Dion serius.
"Gak tau gue, Mas. Gue takut bikin mereka khawatir deh."
"Justru mereka bakal lebih khawatir kalau liat lo kenapa-kenapa tapi mereka gak tau apa yang sebenarnya terjadi sama lo,"
"Jadi lo pengin gue kenapa-kenapa?"
"Ya gak gitu juga, cuma kan jaga-jaga aja. Mas gak bisa selalu ada di samping lo, gue takut lo sakit, gue takut kalau lo sampai drop lagi."
"Lo itu pinter nyembunyiin semuanya, makanya Mas gak bakal tenang." sambungnya.
"Nanti deh, nunggu waktu yang tepat."
"Mas tau ini semua gak mudah buat lo, makanya jangan pendam semuanya sendiri ya, bagi sama gue."
Bian hanya menganggukan kepalanya.
•••
Dion memasukan buku-bukunya asal kedalam tas kuliahnya, pagi ini ia sedikit kesiangan. Padahal ia harus berangkat lebih awal dari biasanya karena ada tugas deadline pagi. Untungnya sang adik sudah bangun dan membuat sarapan sendiri, Bian tidak membangunkan sang kakak karena ia pikir Dion ada kelas siang.
"Lo udah selesai, ayo berangkat!" Dion menenteng tasnya dan berjalan keluar.
"Lah, lo gak sarapan, Mas?" tanya Bian yang sedang mengikat tali sepatunya.
"Gak keburu, nanti di kampus aja."
Bian mendengus, akhirnya ia juga beranjak menyusul sang kakak yang berjalan terburu-buru di depannya, sepertinya memang ada tugas penting.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lil Brother | Haechan Doyoung✓
Novela Juvenil°Brothership, Friendship & Family° Ketika dua orang anak remaja yang dipaksa dewasa oleh keadaan. Berjuang bersama melawan kerasnya dunia. Ada si sulung yang akan melakukan apapun untuk si bungsu, bahkan jika perlu, nyawa pun akan ia serahkan demi s...