Bian terbangun dari tidur lelapnya ketika merasa ada cahaya yang masuk melalui celah jendela kamarnya. Ia mengerjap beberapa saat sebelum akhirnya beranjak dari kasur menuju kamar mandi.
Entah kenapa pagi ini Bian merasa tubuhnya begitu lemas. Kepalanya juga sedikit pusing, ia memandang dirinya di depan cermin. Ternyata wajahnya terlihat begitu pucat, apalagi bibirnya. Ia menghela napas, ia merasa akhir-akhir ini ada sesuatu yang tidak beres dengan tubuhnya. Ia menjadi sering merasa lemas dan juga pusing, bahkan beberapa waktu yang lalu ia sempat mimisan, padahal sebelumnya ia tidak pernah seperti ini.
Setelah selesai bersiap, ia beranjak keluar kamar untuk sarapan bersama Dion. Jangan sampai ia terlihat sakit di hadapan sang kakak jika tidak mau di seret ke rumah sakit. Bian menghampiri Dion yang baru saja selesai membuat sarapan.
"Lo berangkat sama gue, ya. Sekalian gue ada kelas pagi,"
"Iya lah, sekarang kalo gak sama lo sama siapa lagi."
Bian mendengus, ia teringat dengan motornya yang ikut menjadi korban sitaan Bank, sedangkan mobil Dion tidak, karena mobil itu hadiah ulang tahun Dion yang ke tujuh belas, dan itu sudah atas nama sang kakak, oleh sebab itu mobil tersebut aman.
"Tapi nanti gue pulang agak sorean kayanya, lagi banyak tugas. Gue gak bisa jemput lo,"
"Ya udah gue nebeng Raka aja nanti,"
Dion memperhatikan adiknya lebih dalam, wajah Bian terlihat pucat. Ia memegang kening Bian, panas. "Lo sakit?" tanya Dion.
"Gak enak badan aja dikit,"
"Kuat sekolah gak, kalo gak ya gak usah sekolah. Istirahat aja dulu di rumah."
"Ya Allah, Mas. Gue cuma gak enak badan aja dikit, gak bakal pingsan juga."
Dion mendengus menghadapi sifat keras kepala sang adik, "ya udah, tapi nanti kalo udah gak enak banget ijin aja."
"Iya,"
•••
Bian pikir ia hanya demam biasa. Tapi nyata badannya sangat lemas, kepalanya juga pusing. Jalan sedikit saja berasa seperti terkena gempa, berputar.
Sampai di kelas, ia langsung menenggelamkan wajahnya di atas meja dan menjadikan tangannya sebagai tumpuan. Baru saja ia akan memejamkan mata, tiba-tiba teriakan seseorang dari arah pintu masuk mengangetkannya.
"Fabiaaaaannn.."
Raka berlari kecil menghampiri Bian yang masih bertahan di posisinya, bedanya sekarang anak itu sudah menutup kedua telinganya.
"Raka brisik, anjirrr.." gertak Bian kepada sahabatnya yang kini sudah duduk di sampingnya.
"Lagian lo, masih pagi udah tidur aja. PR udah lo kerjain belum?"
"Udah lah, emangnya lo." jawab Bian kembali memejamkan matanya.
"Gue udah lah. Eh Bian anjir, lo semalem gak tidur atau gimana, sih?" Raka menggoyangkan lengan Bian ketika anak itu kembali tertidur.
"Brisik, Ka. Gue ngantuk, bangunin gue kalo udah ada guru."
"Bian, lo gak sakit, ya?!" tanya Raka ketika merasakan hawa panas ketika ia menyentuh lengan Bian tadi.
"Heh, pagi-pagi udah pacaran aja."
Raka menoleh, ternyata upin-ipin yang baru saja datang langsung ngejulid.
"Ssstt..." Raka menyuruh mereka diam.
"Eh, kenapa dia?" bisik Jemmy.
Raka mengendikan bahunya, "kayanya sakit, deh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lil Brother | Haechan Doyoung✓
Novela Juvenil°Brothership, Friendship & Family° Ketika dua orang anak remaja yang dipaksa dewasa oleh keadaan. Berjuang bersama melawan kerasnya dunia. Ada si sulung yang akan melakukan apapun untuk si bungsu, bahkan jika perlu, nyawa pun akan ia serahkan demi s...