Bian terbangun di pagi hari padahal ini adalah hari minggu. Mereka sudah sepakat untuk tetap bersepeda hari ini, dengan catatan tidak terlalu jauh karena mengingat kondisi Bian. Ia melirik kamar sang kakak yang masih tertutup.
"Dih, katanya mau jogging. Jam segini masih tidur!" ucap Bian lirih, ia masih sibuk memasukan obat-obatannya ke dalam tas kecil, untuk berjaga-jaga jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
"Akh.. shh.."
Bian yang hendak berjalan keluar itu menghentikan langkahnya ketika tiba-tiba perutnya terasa sangat nyeri. Ia beringsut, menumpukan kedua lututnya di atas dinginnya lantai, tangan kirinya ia gunakan untuk meremat perutnya dengan kuat.
"Shh.. please jangan sekarang, gue baru aja mau jalan.." ucap Bian lirih.
"Akh.. kenapa sakit banget, sih!" Bian sudah membungkuk sempurna, kedua tangannya masih setia bertengger di atas perutnya.
"Hah.. hahh.."
Bukan hanya perutnya, sekarang dadanya terasa begitu sesak. Untuk bernapas saja rasanya sangat sulit. Ia langsung mengacak-acak tasnya kembali, mencari obat yang sangat ia perlukan saat ini. Setelah menemukannya, ia langsung menelan obat itu dengan air putih.
"Hahh.. sakit banget.."
Bian menggeliat pelan, obatnya belum juga bereaksi. Bahkan rasa sakitnya semakin terasa saat ia menarik napas.
"Ayo dong kerjasamanya, baru juga gue mau seneng-seneng.."
Keringat dingin kini telah bercucuran membanjiri wajah pucatnya. Ia menggigit bibir dalamnya untuk menyalurkan rasa sakit itu. Saat ia memejamkan mata, ponselnya yang berada di kantong celananya itu bergetar, sepertinya ada panggilan masuk.
📞Raka Zetta calling..
Bian menghirup udara dan kembali menghembuskannya. Dengan tangan bergetar, ia menggeser layar itu dan mengangkat telfonnya.
"Heh lo dimana, baru bangun, ya? Keburu siang nih. Kita udah ngumpul."
"Bentar.. tunggu sebentar hh.. gue otw!"
Tak ingin mendapat banyak pertanyaan lagi, Bian langsung mematikan panggilan itu secara sepihak. Ia berdiri, tangannya bertumpu pada kursi di sampingnya.
"Hhh.. gue pasti bisa." ucapnya seraya berdiri tegak. Ia berusaha berjalan meski sedikit tertatih dan juga beberapa kali berhenti hanya sekedar menghirup udara yang masih terasa sesak di dadanya.
Setelah melalui perjuangan yang panjang, akhirnya Bian sampai di taman tempat mereka bertemu, di sana sudah ada ketiga sahabatnya yang sudah bertengger di atas sepeda masing-masing.Ia menyeka keringat yang masih bercucuran di wajahnya, "sorry telat!"
Ketiganya menoleh, "woiii baru bangun ya, lo?!" seru Jovian yang mendapati Bian datang.
"Iya, gue kesiangan dikit. Sorry deh sorry," jawab Bian sesantai mungkin agar mereka tidak curiga.
"You oke?" tanya Raka, ia melihat ada yang aneh dari Bian. Wajahnya sedikit pucat.
"Oke dong, yuk langsung jalan?"
Akhirnya mereka berempat bersepeda sesuai rute yang telah mereka sepakati. Sesekali mereka berhenti untuk istirahat. Jam sudah menunjukan pukul sepuluh pagi, matahari sudah mulai naik, membuat mereka bermandikan keringat.
"Stop heh, istirahat dulu!" Raka menginterupsi, ketiganya berhenti.
"Gue capak, njirr!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lil Brother | Haechan Doyoung✓
Ficção Adolescente°Brothership, Friendship & Family° Ketika dua orang anak remaja yang dipaksa dewasa oleh keadaan. Berjuang bersama melawan kerasnya dunia. Ada si sulung yang akan melakukan apapun untuk si bungsu, bahkan jika perlu, nyawa pun akan ia serahkan demi s...