21. Kenyataan pahit

2.9K 316 11
                                    

Dokter Yudha memasuki ruangan Bian dengan senyum ramahnya. Terlihat dua kakak adik itu sedang duduk sembari mengobrol ringan. Dion sedang mengupas buah jeruk disamping Bian, lalu menyuapkannya kehadapan Bian, sungguh manis.

"Hallo Bian, gimana keadaan kamu." tanya dokter Yudha sembari mengecek infus Bian.

"Aku baik, dok. Kapan boleh pulang?"

Seketika raut wajah dokter Yudha berubah menjadi sendu, padahal tujuan ia datang kemari adalah untuk menyampaikan hasil pemeriksaan Bian kemarin.

"Sebenarnya saya datang ke sini untuk menyampaikan hasil pemeriksaan Bian kemarin."

Dokter Yudha dan juga Dion saling pandang, Bian juga ikut bergantian menatap dokter dan juga Kakaknya itu, seperti ada yang tidak beres.

"Apapun hasilnya omongin di sini, aja. Aku juga pengin tau, dok."

"Bian, kamu jujur ya sama saya, sejauh ini apa saja yang sering kamu rasakan terhadap tubuh kamu?" tanya dokter Yudha serius.

Bian melirik Dion yang juga tengah menatapnya, ia menghela napas sebelum menjawab.

"Aku ngerasa perutku nyeri aja, dok sama badan jadi gampang capek aja, sih. Tapi beberapa hari kebelakang kayanya aku suka sesek napas gitu, kaki aku juga bengkak dikit."

"Bian, saya sudah pernah menjelaskan dari awal, 'kan bahwa penyakit liver yang kamu alami itu berada dalam tahap fibrosis hati, jika penangannya terlambat bisa berkembang menjadi sirosi hati lalu terakhir bisa menjadi kanker hati, 'kan?"

Bian hanya mengangguk tak megerti.

"Saya harus menyampaikan ini, menurut hasil pemeriksaan kamu kemarin, fibrosis hati kamu sudah berkembang menjadi sirosi hati, yang artinya sudah dalam tahap yang cukup serius."

Bagai tersambar petir di siang bolong, Dion melotot mendengar penuturan dokter Yudha, begitu juga dengan Bian.

"Tapi kamu gak usah takut, ya. Pengobatan itu masih ada, kemungkinan untuk sembuh juga masih ada."

Dion menggenggam tangan Bian erat, berusaha menyalurkan kekuatannya, sementara Bian masih diam, masih berusaha mencerna semua kata-kata dokter Yudha.

"Jangan sedih, jangan terlalu dipikirin nanti kondisi kamu bisa drop. Ada dokter Yudha di sini, ada Mas Dion juga, sama ada temen kamu yang tadi di sini, siapa ya namanya?"

"Raka," lirih Bian.

"Dia cerewet banget ya anaknya, tadi sebelum kamu bangun dia nanya-nanya terus sama saya, katanya kapan Bian bangun, gimana keadaan Bian. Khawatir banget dia sama kamu."

Dokter Yudha berusaha menenangkan Bian, ia tahu Bian masih shock. Namun, cerita tentang Raka memang benar, sebelum pamit pulang tadi, Raka terus bertanya perihal sakit Bian pada dokternya itu.

"Dia mah udah kaya pacar Bian, dok." celetuk Dion yang langsung dihadiahi tatapan tajam dari Bian.

"Waduh, jadi agak ngeri ya." jawab dokter Yudha terkekeh.

"Dok, terus sekarang Bian gimana?" tanya Bian yang sedari tadi diam.

"Kondisi kamu sekarang udah mulai stabil kok, cuma masih harus istirahat. Kamu gak boleh capek-capek. Nah, buat kedepannya juga, jangan melakukan aktivitas yang bikin kamu capek, ya."

"Inget Bian, jangan stres! Jangan dipikirin sendirian, banyak orang-orang baik disekeliling kamu."

"Nanti saya buatkan lagi jadwal check up rutin kamu ya, biar saya bisa pantau kamu terus."

Bian hanya mengangguk.

"Ya sudah, saya pamit dulu. Mau visit pasien lain." dokter Yudha pamit, ia tersenyum dan mengusak rambut Bian pelan. Entah kenapa, ia gemas melihat Bian.

Lil Brother | Haechan Doyoung✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang