Cahaya matahari sore itu telah selesai bertugas, kini giliran sang rembulan yang bersinar terang di atas langit. Percikan api kecil yang berasal dari api unggun buatan mereka masih terlihat menyala, memberikan sedikit efek hangat kepada tubuh ke empat pemuda yang terlihat sedang duduk santai mengelilingi api unggun itu. Meskipun ada kehangatan yang tercipta dari api kecil itu, tetap saja mereka masih menggunakan selembar selimut yang membungkus tubuh mereka masing-masing.
"Jovian brisik, dari tadi gonjrang-gonjreng gak jelas. Kalau gak bisa main gitar mending diem."
Ucapan yang terlontar dari mulut pedas Raka itu sontak membuat Jovian melotot ke arahnya, pasalnya ia memang sengaja memainkan gitar itu asal, bukan tidak bisa seperti apa yang Raka katakan.
"Asu lo!" celetuk Jovian.
Jemmy hanya terkekeh mendengar kedua sahabatnya yang masih saja ribut seharian ini. Bahkan tadi saat mereka melakukan aksi bakar ikan, dua lelaki itu membuat dua ekor ikan yang seharusnya masuk ke dalam perut mereka itu terbuang sia-sia akibat gosong hingga tak tersisa sedikitpun bagian yang bisa dimakan.
Berbeda dengan Jemmy yang diam-diam memperhatikan kedua sahabatnya itu ribut. Bian hanya diam, bahkan matanya terpejam, terlihat menikmati hangatnya api unggun yang berada di depannya.
"Kalau ngantuk masuk kamar aja sana, jangan tidur di sini."
Raka yang ada di samping Bian menyenggol lengan sahabatnya hingga membuat empunya membuka matanya perlahan.
"Gue gak tidur, cuma merem doang." elaknya.
"Sama aja, dodol!"
Hening.
"Gak nyangka ya, kita udah selesai ujian. Tinggal nunggu kelulusan doang,"
Ucapan Bian yang tiba-tiba itu membuat ketiga pasang mata itu memandang heran ke arah Bian. Namun, tak lama setelah itu, mereka mengangguk menyetujui ucapan Bian.
"Jadi, kalian mau kuliah dimana?" tanya Bian.
"Gue kayanya di sini aja deh, padahal gue pengin nyusul Bang Mario ke sana, tapi gak boleh sama Mami."
Mereka semua terkekeh mendengar jawaban Jovian, memang Jovian berniat menyusul sang Kakak yang kuliah di Amerika, namun hal tersebut tidak di setujui oleh Maminya Jovian, dengan alasan nanti kedua orang tuanya akan kesepian jika kedua anaknya berada jauh dari mereka.
"Kalau gue sih emang di sini aja." ucap Jemmy.
Raka ikut mengangguk, "iya gue juga."
"Lo sendiri jadinya gimana?" kini giliran Jovian yang bertanya kepada Bian.
"Gue mau daftar ke univnya Mas Dion aja."
Raka tersenyum tipis mendengar jawaban Bian, mengingat beberapa waktu yang lalu Bian sempat putus asa apakah ia bisa kuliah atau tidak hanya karena kondisinya.
"Lo mau ikutan jadi dokter kaya Mas Dion?!"
"Gak lah, gila aja gue jadi dokter, yang ada gue stress duluan. Lihat Mas Dion yang kaya gitu aja gue gak sanggup,"
Jawaban Bian membuat mereka semua tertawa, malam itu terasa berbeda untuk mereka berempat. Sepertinya sudah sangat lama mereka tidak berbincang dan bercanda seperti ini.
"Makasih banget ya, lo pada masih mau temenan sama gue. Sorry juga kalau gue sering ngrepotin kalian gara-gara kondisi gue yang kaya gini,"
Mereka semua yang tadinya tertawa itu tiba-tiba menjadi diam, sedikit terkejut dengan ucapan yang baru saja Bian lontarkan.
"Eh, tiba-tiba banget?" ucap Jemmy heran.
Bian terkekeh, "ya gak apa-apa, mumpung ada waktu kaya gini, gue cuma mau bilang aja makasih karena selalu ada di samping gue, maaf juga udah sering banget ngrepotin kalian."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lil Brother | Haechan Doyoung✓
Teen Fiction°Brothership, Friendship & Family° Ketika dua orang anak remaja yang dipaksa dewasa oleh keadaan. Berjuang bersama melawan kerasnya dunia. Ada si sulung yang akan melakukan apapun untuk si bungsu, bahkan jika perlu, nyawa pun akan ia serahkan demi s...