D&R (29)

346 32 0
                                        

[FOLLOW SEBELUM MEMBACA, JANGAN LUPA JUGA VOTE & KOMEN YAA KARENA ITU SANGAT BERGUNA BANGET BUAT AUTHOR]

Venus berkali-kali mengetuk pintu rumah Lestari namun tak ada sautan dari pemiliknya. Bukan hanya Venus, Mars juga berusaha membunyikan bel rumah tetapi tak ada sautan dari dalam juga.

"Kayaknya gak ada orang deh di dalem," tebak Mars, tetapi Venus tak mau menyerah, ia yakin bahwa Lestari ada di dalam dan mendengar suara ketukan pintu.

"Kak Les! Tolong buka kak! Daun kak, Daun dalam bahaya! Dia lagi sekarat kak, dia butuh pertolongan kakak!" teriak Venus.

Pintu rumah Lestari akhirnya terbuka, menampilkan sosok wanita cantik dengan rambut terurai menatap keduanya datar.

Venus mengambil tangan Lestari. "Kak, Daun butuh pertolongan lo kak, kak gue mohon tolongin dia."

Lestari menatap Venus sebentar lalu melepaskan pegangan tangannya. "Buat apa gue tolongin adik seorang pembunuh," ujarnya lalu masuk dan membanting pintu dengan keras.

"Kak, gue mohon kak! KAK LESTARI!" Seru Venus masih berusaha meyakinkan Lestari.

Mars tak percaya dengan ucapan Lestari barusan, jelas-jelas ayahnya lah yang telah membunuh kedua orang tua Daun, kenapa malah Daun yang disalahkan?

"Mars, kita harus gimana? Kalo Daun gak segera dapet pendonor darah, dia akan–"

"Stop, udah ya, gue yakin ini semua ada jalan keluarnya," ucap Mars memegang kedua bahu Venus untuk menenangkan nya.

"Apa jalan keluarnya? Golongan darah Daun itu langka dan cuma kak Lestari yang punya!" tampak frustasi.

"Iya, lo tenang dulu, sebaiknya kita ke rumah sakit aja dulu diskusi sama yang lain, gue yakin kok nanti akan ada jalan keluarnya."

Venus mengangguk menyetujui, ia menoleh memandang rumah dengan harapan Lestari akan berubah pikiran dan menolong Daun, namun semua sia-sia saja, Lestari masih keras kepala.

Setelah keduanya mulai pergi meninggalkan kediaman Edward itu, seseorang menutup gorden kamarnya karena sejak tadi ia menyimak keduanya.

Gadis itu terduduk di atas kasur empuknya lalu mengambil sebuah foto yang di dalamnya berisi dirinya dan seseorang.

"Sorry."

***

Ranting menatap Daun yang saat ini terbaring lemah dengan beberapa alat infus lainnya. Jika ia tau kejadiannya akan seperti ini, tak akan Ranting izinkan Daun bertemu dengan Glora.

Gempa memegang bahu Ranting. "Daun pasti kuat, gue yakin itu."

"Cewek gue emang harus kuat," celetuk Ranting, masih menatap kekasihnya.

Tak lama Mars dan Venus datang dengan wajah cemas, langsung saja Gempa menodong keduanya dengan pertanyaan, "Gimana?"

Gelengan dari Mars cukup membuat Gempa mengerti. Seorang Dokter keluar dari ruang UGD yang saat ini ditempati oleh Daun.

"Apakah kalian sudah menemukan pendonor untuknya?" tanya sang Dokter membuat keempatnya saling menatap. "Saya harap kalian segera mendapatkannya, waktu kalian tidak lama."

Mendengarnya Ranting langsung naik darah dan memegang kerah baju milik Dokternya membuat mereka cukup terkejut.

"Kalau sampai Daun kenapa-napa gue bakal abisin lo dan tutup rumah sakit lo ini!" ujar Ranting seperti orang yang sedang kesetanan membuat sang Dokter ketakutan.

"Ranting udah." Venus berusaha melerai mereka.

Atas bantuan Mars, Gempa, dan Venus. Ranting akhirnya melepaskan tangannya dari kerah baju sang Dokter.

Daun & Ranting [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang