⸙͎۪۫ ⊰ Chapter 21

560 85 6
                                    

【Your Smile】21
.
.
🎼Invisible🎼
[ Tak terlihat ]
~ Zara Larsson ~
.
~ Dark Room ~
| Ruang gelap |
.
💞 Love An 💕
.
°.☆ ____ °.☆

"Sial!!"

"Tenanglah, Satoru,"

Gojo menendang kaleng minuman yang baru ia buang ke tanah sebagai pelampiasan amarahnya. Dia tidak berhasil menyelesaikan urusannya, menangkap Yukie dan para bawahannya. Yang ia dapat bersama Geto tadi hanya sebuah pengalihan untuk mereka berdua.

"Apa yang dilakukan Yukie saat mengalihkan perhatian kita ... ya?"

Geto yang paling tenang mulai berpikir. Membiarkan Gojo menendang-nendang sampah kaleng yang berserakan di sekitarnya. Tak apa, yang jelas bukan vanding machine-nya yang dia tendang.

"Mana kutahu?!"

Ini berbahaya, batin Geto melihat tingkah temannya. Gojo terlihat sangat marah sekarang, bisa bahaya bagi diri Geto maupun orang-orang yang lewat di sekitar mereka.

"Sebaiknya kita pulang, kau harus pergi menemui (Name) 'kan? Jangan membuat seorang gadis menunggu," ucap Geto.

Gojo melirik tajam.
"Baiklah," jawabnya kemudian.

Saku Geto bergetar. Dia mengambil ponsel pintarnya dan melihat nama Yaga-Sensei tertera di sana.

"Suguru?"

"Iya, sensei?"

"Satoru bersamamu?"

"Ya, dia bersamaku,"

"Souka ... kalian berdua ke sekolah sekarang, langsung ke ruangan sensei, ada yang ingin kukatakan pada kalian berdua,"

"Ha'i."

Geto memutuskan sambungan telepon. Memasukkan ponselnya ke dalam saku lalu menoleh kearah Gojo.

"Yaga-Sensei meminta kita menemui-nya di sekolah, sekarang juga,"

"Untuk apa?"

"Entahlah. Ada yang ingin dia katakan pada kita katanya," jawab Geto mulai melangkah.

Gojo mengikuti, berjalan beriringan dengan sahabatnya.
"Aku mau ketemu (Name)."

"Aku tahu. Tapi sepertinya yang ingin dikatakan Yaga-sensei itu penting, kau bisa menemui (Name) setelah ini," jawab Geto. Meyakinkan Gojo.

"Firasatku buruk. Semoga (Name) baik-baik saja,"

.
.

Sebuah ruangan dengan penerangan minim, hanya ada satu lampu yang menyala, dimana dibawah sorot lampu itu ada seorang yang diikat di kursi dengan keadaan yang cukup berantakan.

(Name) perlahan membuka kelopak mata. Mengerjab beberapa kali menyesuaikan pencahayaan yang masuk ke dalam netra matanya. Kepalanya masih terasa sakit, meringis pelan saat denyutan dikepalanya terasa.

Manik hitam malamnya mengedar kepenjuru ruangan, (Name) tidak tahu dimana dirinya berada sekarang dengan keadaan yang gelap di sekelilingnya. Hanya ada satu lampu yang meneranginya, itupun tidak cukup menerangi semua ruangan.

(Name) baru sadar kalau dirinya terikat dikursi. Tali melilit area pinggang dan kakinya dengan erat, ia yakin itu akan meninggalkan bekas luka.

"Dimana ini?"

Bertanya pada dirinya sendiri. (Name) mulai mencoba menggerakkan kedua lengannya, sedikit sakit karena tali yang melilitnya terlalu keras.

(Name) menggerakkan tangannya untuk mencapai saku rok sekolahnya untuk mengambil sebuah pisau kecil dari dalam kantungnya. Berhasil, pisau kecil itu ada di telapak tangannya sekarang.

"Kau tidak akan bisa lepas,"

(Name) menyembunyikan pisau itu ke dalam lengan bajunya. Mengernyitkan kening, (Name) melihat seseorang berdiri di depannya. Yang terlihat hanya bagian high heels merahnya dan ujung gaun merah, bagian atas orang itu tidak terlihat. Tapi, dari suara (Name) tahu siapa orang dihadapannya.

"Fujiwara-san?" Ucap (Name).

"Apa?"

Suaranya terdengar sinis. (Name) yakin dia juga memasang wajah yang sama sinis-nya dengan nada bicaranya.

"Untuk apa kau melakukan ini?" Tanya (Name) langsung pada intinya.

Suara tawa terdengar beberapa saat. Menggelegar di ruangan yang entah luas atau sempit.

"Kau bertanya untuk apa? Untuk bersenang-senang~!"

"Kesenangan seperti apa yang kau rasakan setelah menangkapku?" Tanya (Name).

"Hm~? Apa ya? Melihatmu seperti ini itu sudah membuatku sangat senang,"

Nada bicaranya mulai berbeda. (Name) yakin raut wajah Yukie juga berubah.

"Aku iri denganmu,"

Nadanya terdengar menyedihkan. Seolah hanya penderitaan yang selama ini dia rasakan.

Maju selangkah. Wajah Yukie terlihat, dengan polesan make-up yang tebal dan lipstick berwarna merah darah. Membuat penampilan gadis berusia 17 tahun itu terlihat sangat dewasa.

"Aku iri denganmu yang memiliki wajah cantik seperti ini,"

Tangan Yukie mengelus pipi kanan (Name) dengan punggung tangannya. Dingin. Sensasi dingin itu seolah menusuk pipi kanan (Name).

"Rambut yang indah,"

Yukie mencengkram rambut (Name). Menjambaknya hingga membuat (Name) mendongak melihat kearahnya.

"Mata ... yang bercahaya seperti ini dan ... kulit bagaikan salju. Kau tahu? Aku selalu menginginkan semua ini,"

Yukie menegakkan tubuh. Melepas cengkramannya lalu menatap (Name) dengan pandangan rendah.

"Tapi, aku tidak dapat memilikinya,"

"Kau kasihan sekali," sahut (Name) tiba-tiba.

Emosi langsung menguasai. Yukie mengeluarkan pisau yang disembunyikannya di belakang punggung, menyerang (Name), menusuk bahu kanan (Name) yang masih dipenuhi mark dengan pisau hingga tertancap.

(Name) meringis. Darah mulai mengalir dari bahunya. Dia tidak bisa melawan dalam keadaan seperti ini.

Yukie tanpa sengaja melihat leher dan bahu kanan (Name) yang dipenuhi tanda merah. Mengepalkan tangan, Yukie menatap penuh amarah pada (Name).

"Kau benar-benar beruntung, ya? Apa yang kau lakukan sampai Satoru jatuh hati padamu, huh?"

"Aku tidak melakukan apapun,"

"Bit*ch!!"

Yukie kembali menyerang. Tali yang melilit tubuh (Name) lepas setelah usahanya mengikis tali itu diam-diam sambil meladeni ucapan Yukie.

(Name) mencabut pisau yang tertancap di bahunya, menjadikannya sebagai senjata untuk menahan serangan Yukie yang menggunakan pisau juga.

"Kau?! Sejak kapan--?!"

"Aku tidak mungkin diam saja dan mendengarkan ocehanmu 'kan?" Tanya (Name) balik.

Yukie menggeretakkan gigi. Dia menoleh kebelakang, seseorang berbadan besar langsung muncul di sana. Tersenyum licik, Yukie melompat mundur kebelakang tepat disamping pria kekar itu.

"Hajar dia Yume!!"

°.☆ ___ 🍁🌿🍃___°.☆

Your SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang