BAB 4 Perpustakaan

56 42 20
                                    

Tepat pukul sepuluh Kiyana sampai di rumah, meskipun sempat beradu mulut dengan Galen, akhirnya Galen mengantarkan Kiyana sampai di depan gerbang rumahnya.

"Lain kali kalau lo mau jalan malam-malam jangan cari jalanan yang banyak anak berandalannya," ucap Galen ketika Kiyana turun dari atas motornya.

"Emang gue cenayang!" ucap Kiyana ketus. Galen hanya tersenyum remeh, tanpa permisi dan mengucapkan terima kasih kepada Galen, Kiyana berbalik berjalan hendak meninggalkan Galen.

"Tunggu!" seru Galen. Dengan malas Kiyana berbalik menghadap Galen, Galen yang sudah memakai helm membuka kembali kaca helm full facenya. "Jangan pernah lo suka sama gue!" sambungnya dan lalu pergi meninggalkan Kiyana.

Kiyana membulatkan kedua bola matanya. "Heh, banyak cowok yang ngejar-ngejar gue, nggak mungkin juga gue suka sama lo cowok lemes!" umpat Kiyana. Tak hanya sampai di situ Kiyana terus mengumpat sampai ia masuk ke dalam rumahnya.

Kiyana menekan handle pintu rumahnya dan ternyata tidak terkunci, ia masuk dengan perlahan seperti seorang pencuri yang akan mengambil sesuatu, lampu ruangan tengah ternyata gelap hanya cahaya dari televisi yang menyorot ke arah sofa. Di sana terlihat Alivia sedang meringkuk dan terlelap sepertinya Alivia sedang menunggu putri sulungnya pulang, Kiyana berjongkok memandangi wajah seorang wanita yang sudah berkorban melahirkannya hingga kiyana berada di dunia yang fana ini.

"Kiya sayang Mama, kenapa Mama nggak ngerti," ucap Kiyana lirih seraya mencium kening Alivia.

Entah bagaimana kiyana bisa berada di jurusan IPA bersama dengan Tina dan juga Siril, padahal Kiyana tidak menyukai pelajaran IPA. Karena semalam pulang agak larut malam, Kiyana telat masuk ke dalam kelas yang ternyata guru mata pelajaran kimia sudah membagikan kelompok.

"Maaf Bu, saya telat." ucap Kiyana seraya menunduk.

"Duduk!" titah guru tersebut.

"Lo habis darimana? gue kira lo mau bolos pelajaran kimia," tanya Tina ketika Kiyana mendaratkan bokongnya di atas bangku.

"G-gue bangunnya kesiangan," jawab Kiyana ragu.

Tina berdecih. "Lo kan, emang tiap hari juga telat Ki," ucap Tina seraya menggelengkan kepalanya.

"Setiap pelajaran Ibu, kalian duduk dengan kelompok kalian, dan sekarang kalian boleh pindah tempat duduk!" instruksi guru kimia. Semua siswa mulai mencari dan duduk dikelompoknya masing-masing, kecuali Kiyana yang masih asik duduk memainkan ponselnya tanpa mau mencari kelompoknya sendiri.

"Awas maneh teh Kiya, cicing wae gera hudang!" ujar Ugie dengan suara khas sundanya. (Awas kamu Kiya, diam saja cepat bangun). Ugie yang memang satu kelompok dengan Tina, meminta Kiyana untuk segera bangun dari kursi yang akan ia tempati bersama Tina.

"Males gue kita tukeran aja kelompoknya, ya?" ucap Kiyana dengan senyum menawannya.

"Oh tidak bisa Kiya, ieu teh kesempatan langka urang bisa calik sareng my bebeb Tina," ucap Ugie seraya menaikkan kacamata minusnya yang merosot. (Ini kesempatan Langka saya bisa duduk dengan my bebeb Tina). Kiyana mengulum senyum, pasalnya Tina tidak pernah suka dengan Ugie karena Ugie adalah cowok kutu buku, dan itu sama sekali bukan tipe Tina. Melihat Ugie yang masih berdiri guru kimia menghampiri dan bertanya kepada Tina, Kiyana dan Ugie. Kenapa Ugie masih berdiri?

"Kiyana Siskova cepat pindah dari kursi kamu!" Dengan sangat malas Kiyana berdiri merapikan tas dan buku-buku miliknya untuk pindah ke tempat duduk Galen.

"Minggir lo, gue mau duduk!" seru Kiyana ketus.

Pria yang memiliki mata tidak terlalu lebar itu berdiri dengan tampang datar dan kaku melebihi kakunya kanebo kering, membiarkan Kiyana duduk di bangku pojok. Guru kimia memberikan beberapa soal kelompok untuk dikerjakan. Kiyana yang memang tidak menyukai pelajaran kimia ia tidak begitu menyimak penjelasan guru tersebut.

Deskripsi (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang