BAB 9 Tak Bisa Disentuh

38 26 31
                                    

Malam kian larut terlihat bulan separuh diatas langit yang sangat cantik nan indah ketika mata memandang, Galen melajukan motornya dengan kecepatan tinggi setelah mendengar Kiyana menjerit ditelepon barusan, ia berusaha menghubungi ulang Kiyana dan untungnya Kiyana mengangkatnya, dia bilang sedang berada di jalan Ahmad Yani, tanpa memberitahukan kejadian apa yang telah menimpanya. Jalanan terlihat sangat sepi karena jarum pendek tepat menunjuk ke angka sebelas. Dari jauh Galen dapat melihat mobil BMW berwarna merah terparkir dibahu jalan. Ketika sampai, Galen dengan sangat tergesa menaruh helm full facenya diatas tangki motor ia segera berlari menghampiri Kiyana.

"Apa yang terjadi? Lo nggak apa kan?" tanya Galen seraya menekan pundak Kiyana.

Kiyana mengernyitkan dahinya. "Gue nggak apa kok, tadi gue cuma hampir aja nabrak nih kucing."

Galen baru menyadari jika di sebelah Kiyana ada seekor anak kucing jalanan. Pria bermata tidak terlalu lebar itu menghembuskan napas lega.

"Mendingan sekarang lo pulang, nyokap lo khawatir banget sama lo."

"Gue belum mau pulang, lo kalau mau pulang sana pulang!" usir Kiyana.

Galen menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Kebiasaan lo tuh nggak mau pulang, kalau gue ajak pulang."

Galen ikut mendudukkan dirinya di sebelah Kiyana ia tidak bisa memaksa Kiyana untuk pulang, jika dipaksa Kiyana akan semakin memberontak dan tidak akan menurutinya, jadi sekarang ia turuti kemauan Kiyana.

"Lo kenapa nggak mau pulang?" tanya Galen pada akhirnya.

Kiyana menggendong anak kucing pada pangkuannya sebelum menjawab pertanyaan Galen.

"Gue lagi marah sama mama, gue nggak bisa liat mama menderita tapi mama sama sekali nggak mau dengerin pendapat gue," akunya pada Galen.

"Apa yang lo liat bisa jadi bukan yang sebenarnya," tutur Galen.

"Maksud lo?" tanya Kiyana seraya menatap lekat mata yang tidak terlalu lebar itu.

"Mungkin nyokap lo sedang memperjuangkan sesuatu buat lo kali," sahut Galen.

Kiyana menatap langit gelap yang dipenuhi oleh bintang-bintang mengelilingi bulan separuh dengan tatapan kosong. Apa yang Galen katakan mungkin benar, jika Ibunya sedang bersikap bukan yang sebenarnya.

"Gue benci laki-laki yang ada dimuka bumi ini!" tukas Kiyana.

"Termasuk gue?" selidik Galen.

"Kecuali lo---" Kiyana menjeda ucapannya sejenak. "Karena kucing ini sekarang namanya Galen, jadi buat lo pengecualian," sambungnya seraya tersenyum simpul.

"Enak aja! Nama gue dikasih ke kucing," ucap Galen seraya mengacak poni rambut Kiyana.

Galen membuka hoodi miliknya lalu ia sampirkan pada kaki Kiyana, karena Kiyana hanya memakai rok jeans pendek diatas lutut membuat sebagian paha putih mulusnya terekspos.

"Makasih, tapi nggak usah!" Kiyana berniat mengembalikan hoodi Galen yang tersampir dipahanya, tapi Galen dengan cepat mencegahnya.

"Gue nggak mau ada laki-laki lain yang melihatnya!" seru Galen.

Kiyana tersenyum simpul perhatian kecil yang Galen berikan mampu membuat hatinya berbunga-bunga, seolah banyaknya kupu-kupu yang berterbangan di dalam perutnya. 

~~~

Tepat pukul satu dini hari Kiyana sampai di rumah dengan Galen yang masih mengekor di belakang mobilnya, sebelum membuka gerbang rumahnya Kiyana turun dari dalam mobil menghampiri Galen yang berada di belakang mobilnya.

Deskripsi (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang