BAB 29 Penawaran

15 7 20
                                    

Hari pertama ujian nasional telah berakhir, sepulang sekolah Kiyana diantar Galen pergi ke rumah sakit, tapi sebelumnya Galen mengunjungi bengkel tempatnya bekerja terlebih dahulu, apakah Siril benar-benar sudah menyuruh abangnya untuk memecatnya.

"Sorry, bang gue telat!" ucap Galen.

Pria berbadan tinggi dengan rambut gondrong menghapiri Galen dan juga Kiyana.

"Nggak pa-pa gue ngerti, lo baru aja habis ujian kan?"

"Iya bang, jadi gue udah di—"

Belum sempat Galen menyelesaikan ucapannya, tapi pria berbadan tinggi dengan rambut gondrong telah menyela ucapannya..

"Karena lo lagi ujian, gue kasih lo dispensasi. Selama ujian berlangsung, lo nggak harus datang ke bengkel."

Galen pikir, hari ini ia adalah hari terakhirnya di bengkel. Tapi nyatanya Siril sama sekali tidak meminta abangnya untuk memecatnya.

"Makasih bang, atas perhatiannya."

"Sama-sama, gue udah anggap lo sama seperti Siril."

Dengan kerendahan hati pemilik bengkel, Galen mendapat libur tiga hari hanya untuk agar ia bisa fokus dengan ujian nasionalnya. Kiyana baru tau jika Siril mempunyai abang yang memiliki bengkel, setahu Kiyana, Siril adalah anak tunggal, mungkin anak dari kerabatnya Siril. Motor itu kini melaju dengan kecepatan sedang, membelah jalanan ibukota yang padat merayap. Ketika lampu lalu lintas berwarna merah menyala Galen menghentikan laju motornya, tanpa mereka ketahui Mobil Arden berada di belakang motor mereka. Arden tidak begitu saja menyianyiakan kesempatan, ia pun, mengikuti Galen dan Kiyana.

Kini motor yang Galen kendarai berbelok masuk ke area salah satu rumah sakit terbesar di Jakarta. Arden mengerutkan keningnya, kenapa Galen membawa Kiyana masuk ke dalam rumah sakit? Apa yang akan mereka lakukan? Kiyana dan Galen masuk ke dalam ruangan ICU, Arden mengintip dari celah pintu yang terbuka sedikit, ia sedikit syok melihat orang yang ada di dalam ruangan tersebut.

"Kenapa Tante Alivia dirawat di rumah sakit? Dia sakit apa?" Tanya Arden dalam hati.

"Mas sedang apa di sana? Apa mas kerabatnya nyonya Alivia?" Tanya seorang perawat kepada Arden.

Bukannya menjawab Arden malah pergi meninggalkan perawat tersebut. Perawat itu pun hanya menggelengkan kepalanya sambil berjalan masuk ke dalam ruangan Alivia.

"Mba, apa mba bawa teman selain mas ini? Soalnya tadi, dipintu ada anak cowok yang seragamnya sama yang mba pakai," jelas perawat kepada Kiyana.

Kiyana melihat ke arah Galen dengan alis mata saling bertautan. "Kita Cuma datang berdua kok, sus!"

"Oh, mungkin orang salah kamar kali mba."

Kiyana mengangguk pelan, lalu ia menatap Alivia dengan sendu, luka tusukkan di dalam perutnya cukup dalam, hingga ia mengeluarkan banyak darah, dan dokter mengatakan harus melakukan transfusi darah, tapi sampai saat ini pihak rumah sakit belum mendapatkan darah yang cocok untuk Alivia, semua tabungan yang tersisa di dalam rekeningnya kini hanya tersisa untuk ia makan sehar-hari, karena toko kuenya yang hancur ia tidak bisa membuka tokonya.

"Ma bangun, Kiya nggak mau sendiri, Kiya takut. Gimana Kiya bisa menghadapi dunia yang kejam ini tanpa Mama," ucap Kiyana dengan cairan bening yang sudah menggenang dikelopak matanya.

Galen menggenggam tangan kiyana dengan erat berusaha menguatkannya, bukannya lebih tenang kini tubuh Kiyana bergetar menahan tangisannya.

"Gue nggak bisa hidup sendiri Len, gue masih butuh Mama—"

Tak sanggup melihat Kiyana yang sedang terpuruk, Galen membawa Kiyana ke dalam pelukannya. "Sorry, gue nggak bisa bantuin lo apa-apa, gue hanya bisa bantu lo lewat doa." Kiyana mengangguk paham.

Deskripsi (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang