BAB 22 Melarikan Diri

23 13 26
                                    


Hujan seolah sedang menemani Kiyana yang tengah meringkuk di pinggir jalan, dengan darah yang terus mengucur di kepalanya. Setelah puas memukul kepala Kiyana, Virgil melarikan diri. Tina sudah menunggu di dalam mobilnya, tapi Kiyana tak kunjung tiba. Akhirnya ia memutuskan untuk kembali dan mencari Kiyana ditengah hujan yang lebat. Tina kembali memutar mobilnya kearah lapangan basket, ditengah perjalanan ia melihat sesosok perempuan yang sedang terkapar ditengah jalan, Kardigan yang dipakai wanita itu sepertinya sangat familiar dimatanya.

"Kiya—" Tina pun, segera keluar dari dalam mobil.

Seketika bola matanya membola sempurna, ia melihat darah bercucuran di kepala Kiyana, yang bercampur dengan air hujan. Kakinya terasa lemas, tangannya bergetar hebat, Tina ketakutan.

"Ki—Kiya bangun, tolong ..., tolong."

Di waktu yang tepat, Galen baru saja pulang dari tempatnya bekerja, dimana bengkel tempatnya bekerja tidak jauh dari lapangan basket. Galen pun menghentikan motornya, ditengah hujan yang masih deras. Ia segera turun dan menaruh helm full facenya di atas tangki motornya.

"Galen tolong, Kiya terluka parah."

"Apa yang terjadi?"

"Gue juga nggak tau."

Galen segera mengangkat tubuh Kiyana dan membawanya ke rumah sakit dengan menggunakan mobil Tina. Setibanya sampai di rumah sakit, Kiyana segera dibawa ke ruang UGD. Tina menghubungi Alivia agar secepatnya datang ke rumah sakit.

"Bagaimana ini bisa terjadi?" Tanya Galen

"Gue yakin Virgil pelakunya, Len."

"Lo jangan nuduh orang tanpa bukti."

"Len lo harus percaya sama gue, karena sebelumnya gue sama Kiya dikejar-kejar Virgil di dekat lapangan basket."

"Kalau memang benar, gue akan cari buktinya."

Tak lama Alivia tiba di rumah sakit. Wanita paruh baya itu terlihat sangat khawatir dari sorot matanya yang sendu.

"Dimana Kiya?" Tanya Alivia kepada Galen dan juga Tina.

"Kiya masih di dalam tante," jawab Galen.

"Keluarga Kiyana Siskova?" ucap salah satu perawat yang keluar dari dalam ruang UGD.

Ketiga orang dengan raut wajah khawatir itu segera menghampiri perawat tersebut.

"Begini Bu, dokter mengatakan jika pasien harus segera di operasi, karena luka di bagian kepalanya cukup dalam."

Alivia berusaha menahan isak tangisnya dengan menutup mulutnya, Galen dan Tina berusaha menenangkan Alivia. Dengan tangan bergetar Alivia menandatangani surat pernyataan agar Kiyana segera dilakukan operasi. Waktu sudah menunjukkan pukul tiga dini hari, Galen masih tetap setia menemani Alivia, sedangkan Tina sudah pulang dua jam yang lalu.

"Len, mendingan kamu pulang dulu, nanti kamu bisa sakit, baju kamu juga basah."

"Nggak pa-pa kok tante, Galen di sini aja nemenin tante."

"Len, tante nggak apa sendiri. Besok kamu boleh datang lagi ke sini." Galen mengangguk, dan akhirnya ia pamit undur diri.

Pagi yang cerah, untuk memulai aktivitas. Galen mengeluarkan motornya dari dalam bagasi, di sana juga ada Arden yang sedang memanaskan mobilnya.

"Semalam lo kemana?" Tanya Arden.

"Apa lo tau, gara-gara lo-- Kiya masuk rumah sakit dan harus di operasi."

"Sial, kemarin gue dikunci di dalam toilet, sampai gue nggak bisa datang ke pertandingan basket."

"Lo kalau nggak berani jangan so jago!"

"Len, maksud lo apa ngomong gitu, hah!" Arden menarik kerah baju Galen.

"Lepasin baju gue!" Galen menepis tangan Arden.

Sebelum Arden mencela ucapannya, Galen pergi meninggalkannya tanpa permisi, melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Sesampainya di sekolah Galen mencari keberadaan Virgil, namun sayangnya Virgil tidak ada di sekolah. Sepulang sekolah Galen berencana akan menjenguk Kiyana. Tapi ketika meminta izin pada bos tempatnya bekerja, bosnya tersebut tidak mengizinkan Galen pergi, karena bengkel sedang ramai pengunjung. Esok harinya sebelum pergi ke sekolah Galen rencananya akan mengunjungi rumah sakit terlebih dahulu. Ia sengaja pergi dari rumah lebih awal. Tina bilang Kiyana sudah sadarkan, Galen berjalan menyusuri koridor rumah sakit dengan bibir terus tersungging ke atas, Sesampainya di depan pintu ruang rawat inap Kiyana, Galen menghentikan langkah kakinya ia melihat ada Arden di sana, ia pun bersembunyi dibalik tembok.

"Sorry, gue udah buat lo celaka, tapi sumpah waktu itu teman-temannya Virgil ngunci gue di dalam toilet," jelas Arden seraya menggenggam tangan Kiyana yang tidak terpasang infus.

"Nggak pa-pa, gue udah laporin Virgil ke pihak yang berwajib."

Begitulah percakapan yang Galen dengar antara Kiyana dan Arden, sebelum ia kembali melangkah mundur. Arden bergegas pergi dari sana setelah mendapatkan maaf dari Kiyana, Setelah kepergian Arden, Alivia masuk dengan membawa nasi bungkus untuk ia makan. Alivia duduk di sebelah Kiyana ia hendak menyuapi Kiyana sarapan bubur.

"Ma, apa Mama liat Galen?" Tanya Kiyana seraya menerima suapan dari Alivia.

"Galen? Pada malam itu Galen yang bawa kamu ke rumah sakit sama Tina." Kiyana mengangguk, ia pikir Galen tidak peduli padanya yang terbaring lemah di rumah sakit.

"Ma—apa? Mama baik-baik aja?"

Alivia menatap lekat putri satu-satunya. "Maksud kamu?"

"Kalau Mama nggak baik-baik aja, Kiya nggak akan bawa masalah ini ke ranah hukum. Kiya tau Mama bertahan dengan suami Mama hanya untuk Kiya bisa hidup enak. Kalau Mama merasa Mama masih butuh suami Mama, Kiya ikhlas kok Ma, nggak memperpanjang masalah ini, biar Allah yang balas perbuatan Virgil."

Mendengar penuturan Kiyana, Alivia menangis tersedu, kini buah hatinya sudah menjadi wanita dewasa, ia mulai paham pahitnya kehidupan tanpa seorang Ayah yang mendampinginya, hingga ia rela tidak melaporkan perbuatan Virgil ke kantor polisi,

"Nggak sayang, itu adalah perbuatan kriminal, Mama rela kehilangan suami Mama, darpada Mama harus kehilangan kamu." Alivia memeluk Kiyana dengan bahu naik turun menahan tangisnya. Kiyana mengusap pelan punggung wanita yang telah berjasa dalam hidupnya.

Seminggu berada di rumah sakit, tapi Kiyana sama sekali tidak melihat Galen. Bahkan mengirm pesan pun tidak.

"Lo dimana len? Kenapa Lo nggak jenguk gue? Apa lo sesibuk itu sampai nggak bisa nemuin gue?" batin Kiyana.

Segala pemikiran tentang Galen, muncul dibenaknya, Kiyana bertanya kepada Tina, Tina bilang Galen sibuk latihan futsal, karena sebentar lagi kompetisi memperebutkan tiket beasiswa sekolah bola ke brazil akan segera dilaksanakan.

"Hai, honey, bunny, sweety, wah ada yang lagi galau nih, kayanya?"

"Tintin—gue kangen."

Kiyana dan Tina berpelukan ala teletabis, karena jadwal sekolah yang padat ditambah juga bimbel, membuat Tina baru menyempatkan waktunya untuk menjenguk Kiyana.

"Lo kemana aja? Gue kira lo udah lupa sama gue?"

"uuuuuu tayang, maaf banget ya, lo tau kan, jadwal sekolah lagi padat merayap kaya di bunderan HI."

"Lo ke sini Cuma sendiri doang?"

"Iyalah sendiri, emangnya lo berharap gue ajak siapa?"

Kiyana menyengir kuda. "Galen ..., hehehe."

Terlihat Tina menarik napas panjang. "Kan, gue udah bilang Galen lagi sibuk banget."

Dua minggu sudah Kiyana berada di rumah sakit, dan hari ini dokter mengatakan jika Kiyana diperbolehkan pulang. Kasus percobaan pembunuhan yang dilakukan Virgil, Kiyana sudah melaporkannya pada pihak yang berwajib, dan sekarang Virgil menjadi buronan, karena ia melarikan diri.

***

Bersambung ....

Terima kasih yang sudah memberikan vote dan komentarnya semoga kebaikan kalian di balas oleh Allah.

Deskripsi (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang