BAB 17 Perisak

23 14 23
                                    

Ucapan Virgil mampu membuat Kiyana bungkam, jangankan untuk membalas perbuatannya, untuk melawan ucapannya pun, Kiyana tak mampu. Kakinya terasa lemas ia jatuh terduduk tanpa peduli seragamnya yang sudah seperti lap basah dan bau. Kali ini Kiyana benar-benar sedang merasakan dilema, ia tidak bisa menyalahkan sepenuhnya kepada Alivia, tapi jika Alivia tidak menikah dengan Ayahnya Virgil, Kiyana tidak mungkin menjadi bulan-bulanannya Virgil. Masalahnya dengan Galen saja belum juga menemukan titik temu, ditambah lagi masalahnya di rumah, kepalanya seperti terasa terbelah. Melihat Kiyana yang terduduk dan sama sekali tidak bergeming, Galen menghampirinya dan membantu Kiyana berdiri.

"Apa yang terjadi? Siapa yang sudah melakukan semua ini?" tanya Galen.

Kiyana tetap tak bergeming, ia berjalan menunduk tanpa mau menjawab pertanyaan Galen. Galen membawa Kiyana ke dalam toilet, membantu membersihkan seragam Kiyana yang sudah tidak terlihat lagi seperti seragam. Kiyana menatap nanar pantulan dirinya di depan cermin.

"Bisa ambilin seragam gue di loker? Paswordnya nama lo!" pinta Kiyana.

Galen mengangguk dan segera bergegas menuju loker mengambil seragam Kiyana di sana. Galen kembali dengan membawa seragam baru untuk Kiyana pakai. Galen baru saja hendak menyerahkan seragam baru untuk Kiyana, tapi tiba-tiba saja pintu toilet terbuka lebar, Siril masuk dengan wajah masam menatap curiga kepada Kiyana dan juga Galen. Lalu Siril menatap kembali Kiyana dari bawah hingga atas dengan tatapan risi.

"Ternyata ucapan Virgil bukan hanya bualan belaka, lo emang wanita murahan! Lo perisak pacar orang lain, sama seperti nyokap lo," tukas Siril. 

Baru saja Kiyana mendapat serangan mental dari Virgil, sekarang Siril menambahinya dengan mengatakan wanita murahan. Tangannya kembali terkepal, amarahnya kembali memuncak. 

"Kalau gue wanita murahan, lo mau apa?" tantang Kiyana seraya mendekati Galen, dan detik selanjutnya Kiyana mencium bibir Galen di depan mata kepala Siril, membuat Galen maupun Siril membulatkan kedua bola matanya. Siril memalingkan wajahnya seraya menghentakan kakinya dan lalu pergi ke luar dari dalam toilet meninggalkan Kiyana dan juga Galen.

"Apa yang lo lakuin?" tanya Galen setelah Kiyana melepaskan ciumannya karena melihat Siril sudah pergi dari sana.

"Gue cuma mau kasih contoh buat pacar lo, wanita murahan itu seperti apa!" jawab Kiyana seraya meninggalkan Galen masuk ke dalam bilik toilet untuk mengganti seragamnya. 

Di dalam bilik toilet, Kiyana merutuki dirinya sendiri, karena sudah berani-beraninya mencium Galen. Sebenarnya ia tidak bermaksud demikian, entah keberaniannya itu muncul dari mana, hingga ia nekat menciumnya. 

"Bodoh! Kenapa lo lakuin itu Kiya ..." Rutuknya pada diri sendiri. "Muka gue mau ditaruh dimana kalau nanti ketemu Galen?" Tanyanya dalam hati.

Selesai memakai seragamnya yang baru, Kiyana tak juga keluar dari bilik toilet, ia masih berusaha menetralisir degup jantungnya yang tidak beraturan. Ia duduk di atas toilet mencoba mencari cara agar tidak bertemu dengan Galen. Ia sengaja lama di dalam toilet berharap Galen pergi meninggalkannya dan mengejar Siril. Namun sangat disayangkan orang yang ingin ia hindari ternyata saat ini tengah mengetuk-ngetuk pintu toilet agar Kiyana cepat keluar, karena sebentar lagi jam pelajaran dimulai.

"Ki-- Kiya, lo baik-baik aja, kan?" tanya Galen dari balik pintu.

"Itu orang kok biasa aja ya? Gue kan, tadi habis cium dia--" Kiyana bermonolog.

Kembali suara ketukan terdengar, membuat Kiyana semakin gugup, air mukanya terlihat gelap, antara keluar atau tetap memilih berada di dalam toilet. 

"Kalau tetap di sini, bisa pingsan beneran gue," batin Kiyana.

Mendengar pintu yang kembali diketuk semakin kencang, membuat Kiyana segera keluar dari bilik toilet, ia tidak ingin semakin mengundang banyak orang.

Deskripsi (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang