07

4.9K 571 14
                                    

Hasil OSTN sudah di umumkan. Mark lolos mewakili sekolah dan provinsi untuk melaju ke tingkat nasional di bidang matematika. Hasil olimpiade nya meraih emas dengan capaian skor jauuuuuuh diatas pesaing lainnya. Betapa hebohnya satu sekolah saat ini. Bukan apa-apa, tapi anak DPIB di sekolah itu dikenal dengan standar nilai masuk lebih rendah di banding anak Mesin maupun Teknik Kendaraan Ringan. Jadi sangat tidak terduga jika perwakilan itu malah berhasil lolos hingga ke tingkat nasional. Sepertinya, di tahun ajaran depan, capaian nilai untuk masuk jurusan DPIB di SMK Tunas Harapan akan lebih tinggi dibanding untuk masuk jurusan komputer jaringan atau teknik mesin. Iya dong, karena sekarang jurusan DPIB punya lebih banyak capaian piala dibanding jurusan lain.

Sayangnya, Naresh gagal di OSTN. Ia perlu puas untuk meraih perak dan tidak bisa ikut bersaing di tingkat nasional. Selisih nilainya beda sedikit dengan peraih medali emas, tapi tetap saja ia tidak bisa mewakili provinsi ke tingkat nasional karena kalah. Tapi untuk LKS, agaknya Naresh sukses besar. Ia berhasil untuk mewakili sekolah untuk melaju di tingkat nasional.

Jam kosong memang waktu impian bagi siswa-siswi sekolah. Setidaknya otak mereka bisa rehat sejenak tanpa ada catatan mabal ataupun izin. Begitupun kali ini di kelas XI DPIB 2 yang sedikit rusuh karena ditinggal gurunya entah kemana.

"lomba tingkat nasionalnya kapan, Na?" tanya Reyza. Tangannya sibuk mengocok kartu remi sambil berjongkok. Sedang asik main poker -dan Reyza sudah kalah dua kali terancam jadi lurah jika kalah ketiga kalinya.

Tsk. Lagipula bisa-bisanya ada siswa yang membawa kartu remi ke sekolah.

Eh, tapi bisa sih. Jangankan kartu remi, beberapa anak lain malah sedang sibuk main karambol di bagian belakang kelas. Entah dapat darimana papan karambol segede gaban itu.

"minggu depan kayaknya." Ujar Naresh.

"samaan kayak OSTN ya? Bareng Mark dong besok lombanya, Na?"

"bareng. Beda tempat doang kita."

Reyza mengangguk seraya membagikan kartu.

"jaga kesehatan, anjir..." ujar Haekal sambil melempar dua kartu angka tiga kriting dan wajik. Haekal menang, tadi. Jadi ia berhak jalan duluan. "muka lo pucet banget akhir-akhir ini."

"elah... gue emang putih, ye!" sanggah Naresh.

"putih sama pucet itu beda, bloon!" umpat Reyza diiringi dengan melemparkan dua kartu AS. Memaksa Haekal mati langkah. "putih itu shinzui. Kalau pucet, tandanya ada yang salah sama badan lo. Lagian gue denger dari Mark, pas lomba terakhir kemarin lo bahkan mimisan pas ngisi soal."

Naresh mendecih kecil. Sebal sekali karena diingatkan oleh Reyza tentang kejadian itu. Ia jadi teringat kembali bahwa beberapa hari terakhir, anggota tubuhnya bahkan sering kehilangan kekuatannya. Tanda bahwa kondisinya mulai memburuk.

"jangan capek-capek, Na. Ntar sakit." ujar Haekal. "gue masih butuh lo buat contekan tugas."

Naresh tertawa mendengar itu. "akhlakless banget lo, Kal. Pertemanan kita seharga contekan doang?"

Haekal ikut tertawa, "kecuali lo mau ngeluarin dua kartu poker lo buat matiin si Rey, gue akan pertimbangkan buat jadi bestie forever lo 'till Jannah."

"Anjing! Jijik." Reyza dan kalimat umpatannya. "jangan keluar dulu poker lo, Na. Nggak sudi gue si Ekal menang lagi. Lagian, capek gue jongkok mulu."

HOPE || Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang