Jehian melambaikan tangan pada Yuda dan Dion saat memasuki area kitchen station café. Wajahnya nampak lelah, namun lesung pipinya tetap muncul dengan paripurna saat ia tersenyum.
"gimana?" Dion bertanya seraya mengelap meja bar.
Café belum buka. Mereka hanya tengah bersiap sambil bersih bersih. Jadi hanya ada para pegawai saja disana. Yuda bahkan masih sibuk menyiapkan adonan untuk menu café mereka hari ini; croffle delight dengan variasi topping. Juga beberapa cookies lucu.
"seperti yang gue bilang by phone tadi. Anaknya maksa pulang -dan dokternya ngizinin meski ada banyak banget syaratnya."
"jadi hari ini Nana masuk?" Yuda bertanya dengan nada khawatir.
"enggak lah. Gila aja!" kata Jehian, "gue ngasih dia istirahat dua hari."
Terdengar Yuda menghela napas lega untuk kembali fokus pada menu menu nya. Sedangkan Dion masih mematai Jehian dengan intens.
"kemarin, waktu gue telepon lo, lo keliatan kalut banget. Tapi pas gue sama Yuda nyamper ke RS, elo nggak banyak ngomong. Nggak cerita apa-apa selain nangis kayak orang linglung ke kita." Dion menjeda kalimatnya untuk menghela napas sejenak. "sekarang, udah bisa cerita atau belum?"
Kalimat Dion jelas membuat pandangan Jehian mengawang ke langit-langit pantry.
"dia mimisan banyak banget." Jehian menceritakan ingatannya. Bagaimana bajunya kemarin ikut diwarnai darah Naresh saat membawa pemuda keras kepala itu ke rumah sakit.
"gue pikir, di bawa ke klinik yang di simpang depan itu gapapa kali ya... tapi pas di taksi, dia kayak kesusahan napas gitu. Jadi gue tiba tiba ambil keputusan buat bawa dia ke Mitra aja. In case, kalau kondisinya serius, seenggaknya ada banyak dokter disana ketimbang ditolong sama perawat atau bahkan bidan jaga doang di klinik."
"then...?"
"gue akui Naresh kayaknya orang terkuat di muka bumi, deh." Jehian tertawa kecil. "Mael Lee mah kalah telak, udah."
"Jey -ou please!" kesal Dion karena tiba-tiba saja Jehian masuk dalam mode bercanda ketika mereka dalam perbincangan serius.
"Serius, Yon. Dia masih sadar loh pas perawat bantu gue taro dia di blankar dan di dorong ke IGD buat dapet perawatan. Padahal jarak café ke Mitra kan lumayan, ya?" kata Jehian tak habis pikir. "terus pas lagi di tangani, dia chuckled, gak tau kaya tersedak gitu sampe tiba-tiba napasnya gaada."
Dion bisa melihat Jehian gemetar menceritakannya. Yuda bahkan sudah meninggalkan counternya untuk mendekati Dion dan Jehian yang tengah bercerita.
"saturasi oksigennya turun drastis sampe dokter langsung intubasi dan RJP. Kayak kena serangan jantung anjir... Gue bahkan merasa gak napak tanah gitu pas ditarik mundur sama dokter koas karena ngalangin mereka buat nanganin Nana."
"pantesan elo nangis doang pas kita nyamper kemarin malem. Shock banget, pasti." Kata Yuda.
Jehian mengangguk. "ya jelas lah. Sorenya masih gue salty-in perkara gelas pecah terus tiba tiba bocahnya collapse gitu, apa gak panik?"
Yuda tertawa, tapi tidak dengan Dion. Pemuda itu malah berpikiran tentang sesuatu yang lain.
"elo bilang ke Nana kalau pas di IGD keadaannya separah itu, nggak?"
"enggak." Kata Jehian. "tapi dokter udah nyaranin dia buat cek lanjutan. Kayaknya dokter menduga ada indikasi penyakit serius deh. Cuma anaknya nolak."
KAMU SEDANG MEMBACA
HOPE || Na Jaemin
FanfictionTuhan, Terimakasih telah memberikan kesempatanku untuk bernapas hingga hari ini. Terimakasih telah mengelilingiku dengan orang orang baik. Terimakasih untuk segala hal. Tuhan, setelah semuanya yang Kau beri, bolehkah aku bersikap tidak tau diri un...