EPILOG TANPA PROLOG
Untuk MamaYoana tidak pernah tau sejak kapan Naresh mengambil bagian yang cukup besar di hatinya. Karena anak itu, -tidak, sejujurnya Yoana tidak ingin menyebutnya sebagai kesalahan, karena sesungguhnya Naresh bisa ada karena ia sungguh mencintai Restu. Namun seiring perjalanan, ketika kenyataan bahwa garis takdir percintaan mereka tak lagi bersinggungan, kehadiran Naresh selalu menjadi pengingat luka. Yoana tidak tahan!
Tapi tangis pertama Naresh berhasil membangkitkan nalurinya sebagai seorang ibu.
Meski benci, Naresh tetap mendapatkan haknya meminum ASI. Meski sering di sumpah serapahi, tangan-tangan lentik Yoana lah yang dengan cekatan mengurus bayi merah itu sampai pada akhirnya ia menyerahkannya pada sitter karena karier yang ingin ia kejar. Terlebih ketika kian beranjak remaja, fitur wajah Restu kian tampak nyata di wajahnya. Yoana rasanya tidak bisa menatap Naresh dengan wajah penuh damba, sedangkan wajah itu selalu mengingatkannya akan perasaan cintanya yang diludahi begitu saja.
Lalu kabar itu datang...
Serupa badai di kehidupan yang sudah semerawut.
Seolah Tuhan tak cukup menyiksa batin Yoana dengan keadaan Kenzie yang didiagnosa sakit parah, Naresh datang padanya dengan pengakuan bahwa ia tengah sekarat -dan meminta persetujuan untuk menjadi pendonor organ.
Yoana tidak tau bagaimana raut wajahnya sendiri saat Naresh datang padanya untuk memohon tanda tangan. Tapi Yoana ingat dengan pasti, bahwa batinnya berteriak kesakitan. Yoana selalu meminta Naresh untuk pergi, tapi tidak pernah menduga bahwa Naresh berniat pergi sejauh ini. Dan tandatangannya, yang pada akhirnya mendorong Naresh pergi.
------
Saat blankar Naresh di dorong yang terakhir kalinya, diiringi doa dan isak tangis para tenaga medis di sepanjang koridor menuju ruang operasi, Yoana justru merasa ingin sembunyi. Kuat-kuat ia tahan air matanya untuk tak jatuh. Kuat-kuat perempuan itu membangun benteng pertahanan agar tak mudah runtuh, namun saat lampu operasi menyala, dan jantung Naresh dinyatakan sudah berhenti sempurna, rasanya Yoana ingin menenggelamkan diri. Kakinya melunglai seolah ruh-nya di cabut paksa. Ia tak menyangka, bahwa kehilangan Naresh akan menyisakan lubang besar di hatinya.
Dalam duduknya di depan pintu kamar operasi, Yoana tergugu. Merafalkan dalam hati bahwa semua yang terjadi hari ini sudah Tuhan tuliskan; jauh sebelum Naresh terlahir kedunia. Tuhan punya kuasa atas langit, bumi, pula semesta dan makhluk yang hidup di dalamnya. Tuhan punya kuasa dan punya skenario paling baik bahkan untuk selembar daun yang patah karena tetes hujan. Tuhan punya rencana.
Namun kenapa hati Yoana tetap porak poranda?
Ada banyak seandainya yang akan ia minta pada Tuhan.
Seandainya...
KAMU SEDANG MEMBACA
HOPE || Na Jaemin
FanfictionTuhan, Terimakasih telah memberikan kesempatanku untuk bernapas hingga hari ini. Terimakasih telah mengelilingiku dengan orang orang baik. Terimakasih untuk segala hal. Tuhan, setelah semuanya yang Kau beri, bolehkah aku bersikap tidak tau diri un...