Tepat sebelum memulai lomba, teman sekelasnya rusuh di grup chat untuk memberikan semangat. Dua siswa kelas yang jadi perwakilan untuk lomba tingkat nasional, tapi satu kelas yang heboh dan merasa dagdigdug.
Naresh berangkat dengan langkah ringan. Rasanya hari ini tubuhnya sangat sehat dan bersemangat. Berbanding terbalik dengan Mark yang terlihat pucat karena gugup. Saat mereka saling berpisah dengan guru pendamping masing masing untuk pergi ke venue lomba yang berbeda, Naresh masih bisa menepuk pundak Mark untuk memberikan semangat.
Semuanya berjalan lancar. Apalagi saat istirahat makan siang, ia mendapati Jehian dan Om Agung datang untuk menyemangatinya. Mereka bahkan sempat mengobrol dan berkenalan dengan Pak Sapta yang menjadi guru pendamping. Pak Sapta nampak tidak dapat melewatkan kesempatan untuk berbincang dengan pemilik firma arsitektur ternama itu. Sedikit melobby barangkali kelak siswa jurusannya bisa dititipkan untuk magang atau sebagainya sebagai bentuk kerjasama. Om Agung nampak menanggapi serius hal itu sehingga perbincangan mereka terdengar sangat intens. Sedangkan Jehian sibuk melihat cara makan Naresh yang ogah-ogahan dan membuatnya diomeli Jehian beberapa kali.
“beres jam berapa sih, Na?” tanya Jehian saat makan siang mereka sudah selesai, namun jam istirahat masih bersisa cukup panjang.
Naresh menggendikkan bahu tanda tidak tahu. Namun Pak Sapta yang mengambil alih jawaban, “jam tiga sudah beres kok. Penilaian dan keputusan lainnya di umumkan besok.” Terang Pak Sapta.
“udah mau balik, Bang?”
Jehian menggeleng, “nanti kalau udah beres, kita makan-makan ya?” ujar Jehian sok ngide. Pemuda itu melirik daddynya sebagai persetujuan. Padahal mereka baru saja selesai makan. Tapi sudah kepikiran soal makan lagi.
Om Agung tidak nampak menolak ide itu. Ia malah tersenyum sumringah mengiyakan. “perlu saya book tempat dulu, kah? Saya tau ada tempat makan yang bagus dan enak di sekitaran sini. Menu tradisional, atau western, semuanya best. Pak Sapta, you’ve to come and join”
Naresh berdiam canggung. Khawatir bahwa makan-makan itu akan menjadi tanggungan Om Agung dan Jehian, jadi ia merasa tidak enak.
Pak Sapta menolak halus, “ada beberapa hal yang perlu saya urus pasca lomba ini, Pak Agung. Saya juga perlu menghubungi guru pendamping OSTN hari ini untuk mengurus laporan ke sekolah.”
“it’s okay… ajak saja yang terlibat hari ini, Pak Sapta. I’ll treat you all.”
Naresh berbisik pada Jehian. “duh, kagak enak nih gue…”
“santai lah…” ujarnya sambil menepuk pelan tangan Naresh. “badewey, lo oke, kan?”
“oke kok bang.”
“agak pucet, lo. Padahal tadi pagi keliatan cerah banget kayak musim semi.”
“stress gue. Ada beberapa yang gak bisa gue selesain tepat waktu tadi.”
Jehian tersenyum kecil. “nggak papa. Pak Sapta bilang lo udah bagus banget kok tadi. Jangan dibawa tegang banget lah..”
Naresh mengangguk. “hehehe… emang keliatan pucet banget, Bang?”
Jehian mengangguk. “tapi tetep ganteng kok! Sini kita foto dulu. Mau gue pamerin ke Yuda sama Dion.”
Naresh tertawa dengan tingkah usil Jehian itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOPE || Na Jaemin
FanfictionTuhan, Terimakasih telah memberikan kesempatanku untuk bernapas hingga hari ini. Terimakasih telah mengelilingiku dengan orang orang baik. Terimakasih untuk segala hal. Tuhan, setelah semuanya yang Kau beri, bolehkah aku bersikap tidak tau diri un...