Muliyono menatap gagu pada keributan di depan matanya. Bagaimana menantunya melayangkan bogem mentah pada sosok asing dan tak satupun -baik Ivanny maupun Yoana yang berniat melerai. Malah Dimas yang nampak lebih sigap untuk maju dan berdiri diantara dua orang yang bertikai itu.
"Yus, udah!" lerai Dimas seraya mengeluarkan tenaga ekstra untuk menarik adik iparnya itu mundur. "Yusril, aku bilang udah, udah! STOP!"
"ANAK KALIAN LAGI SAKIT -DAN BISA-BISANYA KAMU MALAH BERANTEM!" teriak Dimas penuh seluruh.
Akhirnya Yusril berhenti. Memberi waktu untuk Agung bangkit sambil memegangi rahang dan pangkal hidungnya yang terasa miring usai dihadiahi pukulan beberapa kali.
"dia yang selama ini kita cari ada disini." Ujar Yusril mengeratkan gigi. "saya nggak bisa menahan diri untuk nggak pukul dia, Mas."
Dimas menatap ke arah Agung. Sejenak memejamkan mata untuk kembali melihat pria itu dengan penuh luka, "sudah saya duga bahwa itu kamu, Agung."
Jemari Dimas mengepal. Bersiap memukul. Dia ingin membalaskan luka dan air mata Naresh selama ini, namun Muliyono menahannya. Ia menggeleng tidak setuju.
"kalian semua tunggu Papa di dalam." Ujar Muliyono.
"Aku mau pulang!" balas Yoana.
"TUNGGU!" tegas Muliyono.
"Ken..."
"anakmu sudah cukup besar untuk bisa kalian tinggal pergi dinas ke luar kota selama berhari-hari. Sekarang kamu merengek ingin pulang karena Papa suruh kamu tunggu sebentar?" Muliyono tidak bisa lagi menahan diri. "sebenarnya kamu anak Papa atau bukan?"
Kalimat itu membuat Yoana memalingkan wajah. Yusril menarik Yoana untuk masuk ke ruang rawat Naresh seperti yang diperintahkan Papa. Pun dengan Dimas dan Ivanny yang mengekor di belakang. Hanya bersisa Agung dan Jehian disana.
"jadi, kamu Restu?" tanya Muliyono pada Agung.
"saya, Pak." Jawab Agung seraya meringis kecil karena bibirnya yang robek.
"lalu kamu?" Muliyono menatap pemuda yang berdiri dengan raut kacau di samping Agung. "siapa kamu?"
"dia putra mendiang kakak saya."
Muliyono mengangguk. "terimakasih sudah tolong bawa Naresh ke Rumah Sakit." Ujarnya seraya menepuk pundak Agung untuk berniat berlalu.
"Maaf, Pak." Agung memberanikan diri untuk membuka suara. Ada air mata yang jatuh menganak sungai hingga pipi. "untuk semua kesalahan yang saya lakukan pada keluarga besar Bapak, saya mohon maaf."
Lekat, Muliyono menatap pria seusia menantunya itu. "kamu sudah membantu membawa cucu saya kesini. Untuk itu, orang-orang akan menatap kamu seperti pahlawan. Kamu cukup baik untuk bisa memanusiakan manusia -padahal Naresh bukan siapa-siapamu. Lalu bagaimana bisa orang sebaik kamu meminta seorang perempuan hamil untuk menggugurkan kandungannya? Terlebih, jika janin dalam rahimnya adalah anakmu,
-D a r a h d a g i n g m u s e n d i r i !""dan seandainya kita tidak bertemu, sepertinya saya tidak akan pernah mendengar permintaan maaf dari kamu." Sambung pria tua itu.
Agung tak mampu membalas apapun. Ini semua memang salahnya. Ia harus mengakui itu. Ia pengecut!
"situasi saat itu sungguh buruk untuk saya, Pak. Papi saya meninggal. Nggak lama Mami, Kakak dan Ipar saya juga meninggal karena kecelakaan." Agung mencoba menjelaskan. "saya harus berjuang sendiri untuk perusahaan Papi yang hampir hancur di Amerika. Saya harus menjaga keponakan saya yang tiba-tiba menjadi yatim piatu. Saya masih muda dan bodoh. Saya nggak cukup percaya diri untuk menemui Bapak dan mengakui kesalahan yang telah saya lakukan pada Ana."
KAMU SEDANG MEMBACA
HOPE || Na Jaemin
FanfictionTuhan, Terimakasih telah memberikan kesempatanku untuk bernapas hingga hari ini. Terimakasih telah mengelilingiku dengan orang orang baik. Terimakasih untuk segala hal. Tuhan, setelah semuanya yang Kau beri, bolehkah aku bersikap tidak tau diri un...